2021 - BAITUSSALAM

Tata Cara Wudhu Madzhab Syafi'i : Persiapan, Pelaksanaan, Penutup.

Fiqih Thaharoh - Tata Cara Wudhu Madzhab Syafi'i Beserta Urutan Tertib Step by Stepnya, termasuk :

  • Hal-hal yang penting dipersiapkan, baik karena termasuk kategori syarat sah wudhu maupun yang termasuk hal-hal yang disunatkan.
  • Hal-hal yang penting pada proses pelaksanaan, baik karena secara kaifiyat termasuk kategori fardhu wudhu maupun yang termasuk sunat dilakukan pada prosesnya.
  • Hal-hal yang penting ditinggalkan, baik karena itu termasuk makruhat wudhu maupun potensial mengakibatkan tidak sah.
  • Hal-hal yang penting setelahnya, baik sebagai penutupnya maupun yang merupakan ibadah bersifat independent akan tetapi disunatkan paralel pelaksanaannya dengan wudhu.

Persiapan

  • Pastikan pada anggota wudhu tidak ada dzat yang dapat menjadi penghalang sampainya air wudhu, seperti : minyak, sisik ikan, getah, lem, lilin, tato luar kulit, perban, solasiban, dsb. (Ini termasuk syarat sah wudhu nomor 4)
  • Pastikan pada anggota wudhu tidak ada dzat yang dapat merubah kemutlaqan air mutlaq yang dipergunakan untuk wudhu, seperti : tinta, dsb (ini termasuk syarat sah wudhu nomor 5 )
  • Pastikan air yang akan dipergunakan untuk berwudhu termasuk kategori air mutlaq, yaitu : air hujan, air laut, air tawar, air sumur, air yang keluar dari mata air, air es/salju, air embun (ini termasuk syarat sah wudhu, penjabaran syarat sah wudhu nomor 8 yaitu air suci dan mensucikan)
  • Pastikan air yang akan dipergunakan untuk berwudhu bukan air najis atau yang terkena najis (ini juga termasuk syarat sah wudhu, penjabaran syarat sah wudhu nomor 8 yaitu air suci dan mensucikan)
  • Pastikan air yang akan dipergunakan untuk berwudhu bukan air kurang dari 2 qullah yang pernah dipergunakan untuk : guyuran mandi besar, basuhan pertama anggota wudhu yang 4, dan basuhan mensucikan tempat atau benda yang terkena najis (ini juga termasuk syarat sah wudhu, penjabaran syarat sah wudhu nomor 8 yaitu air suci dan mensucikan)
  • Usahakan berwudhu pada tempat yang aman dari rosyasy/cipratan air bekas wudhu yang jatuh ke lantai (ini sunat)
  • Usahakan berwudhu secara mandiri tanpa bantuan siapapun, karena isti'anah/meminta bantuan orang lain dalam kondisi mampu berwudhu secara mandiri hukumnya makruh.
  • Usahakan pada saat berwudhu tidak mengeluarkan kata-kata dari mulut selain doa basuhan dan usapan. Karena takallum/berkata-kata ketika sedang berwudhu hukumnya makruh.
  • Usahakan gunakan air wudhu sewajarnya, karena isrof/berlebihan menggunakan air wudhu hukumnya makruh.
Oleh karena itu mengetahui & memahami : syarat sah wudhu, fardhu wudhu, masnunat wudhu, makruhat wudhu dan mubthilat wudhu sangat penting agar wudhu bisa dipraktekan sesuai dengan tata cara yang benar.

Pelaksanaan

1).Menghadap qiblat (Ini sunat)
2).Membaca ta'udz (ini sunat:
 أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
A'uudzu billaahi minasy-syaithaanir-rajiimi

3).Membaca basmalah (ini sunat) Jika lupa tidak membacanya diawal bisa dibaca ketika ingat sekalipun di tengah proses wudhu dengan menambahkan kalimat : awwaluhu wa aakhiruhu
 بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمࣷنِ الرَّحِيْمِ اَوَّلُهُ وَآخِرُهُ
bismillaahi awwaluhu wa aakhiruhu

4).Membaca hamdalah (ini sunat) :
الْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلَى الْإِسْلَامِ وَنِعْمَتِهِ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي جَعَلَ الْمَاءَ طَهُورًا وَالْإِسْلَامَ نُورًا رَبِّ أَعُوذُ بِك مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ
Alhamdulillaahi 'alal islaami wa ni'matihi walhamdu lillaahil-ladzii ja'alal-maa'a thohuuron wal-islaama nuuron, Robbi 'A'uudzu bika min hamazaatisy-syayaathiini wa a'uudzu bika Robbi ayyahdhuruuni

5).Membasuh kedua tangan : telapak tangan, telapak jari, punggung telapak, punggung jari, sela-sela jari termasuk bawah kuku sampai pergelangan sekalipun tangan kondisinya suci (ini sunat) kanan dan kiri sebaiknya dibasuh secara bersamaan (ini sunat) sebanyak 3 kali basuhan (ini sunat) sambil membaca doa (ini sunat) : 
اللَّهُمَّ احْفَظْ يَدَيَّ عَنْ مَعَاصِيك كُلِّهَا
Alloohumma ihfadz yadayya 'an ma'aashiika kullihaa

6).Bersiwak (Ini sunat) Kecuali jika berwudhunya dalam keadaan melakukan puasa wajib pada waktu siang setelah tergelincir matahari sampai sesaat sebelum maghrib (ini makruh) Bersiwak diurutkan setelah membasuh tangan sebelum madhmadhoh sebagaimana urutan dalam kitab Tuhfah Al-Muhtaj Imam Ibnu Hajar Al-Haitami.

7).Madhmadhah/Berkumur sekalipun diproses tanpa memutarkan air di dalam mulut (ini sunat) sebanyak 3 kali (ini sunat) sambil membaca doa (ini sunat) :
اَللّٰهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ
Alloohumma A'innii 'alaa dzikrika wa syukrika

8).Istinsyaq/Memasukan air ke dalam hidung sekalipun diproses tanpa menghirupnya ke khaisyum (ini sunat) sebanyak 3 kali (ini sunat) sambil membaca doa (ini sunat) : 
اللَّهُمَّ أَرِحْنِي رَائِحَةَ الْجَنَّةِ
Alloohumma arihnii roo'ihatal jannah

9).Mengucapkan/melafadzkan niat wudhu (ini sunat) Hikmahnya adalah agar membantu fokus hati pada momentum meniatkannya nanti di dalam hati ketika membasuh wajah untuk pertama kalinya. Lafadz niat yang paling populer adalah :
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الأَصْغَرِ فَرْضًا لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitul wudhu'a lirof'il hadatsil ashgori fardhol lillaahi ta'alaa
Khusus bagi orang yang dzawam hadats kalimat :
لِرَفْعِ الْحَدَثِ الأَصْغَرِ
lirof'il hafatsil ashghori
ganti dengan kalimat :
لِاسْتِبَاحَةِ الصَّلَاةِ
listibaahatish sholaati

10).Membasuh wajah dengan disertai niat wudhu di dalam hati pada permulaan jatuhnya air ke bagian yang termasuk wajah (ini fardhu) :
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الأَصْغَرِ فَرْضًا لِلّٰهِ تَعَالَى
nawaitul wudhuu'a lirof'il hadatsil ashghori fardhol lillaahi ta'aalaa
sebanyak 3 kali basuhan (ini sunat) sambil mentadliik/menggosok-gosok wajahnya (ini sunat) dengan mulut tetap aktif komat-kamit membaca doa membasuh wajah (ini sunat) : 
اللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِي يَوْمَ تَبْيَضَّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدَّ وُجُوه
alloohumma bayyidh wajhii yauma tabyadhdhu wujuuhu wa taswaddu wujuuhu
Biasanya membaca doa hanya mampu dilakukan manusia biasa seperti kita pada basuhan kedua dan ketiga, karena pada basuhan pertama biasanya hati 100 % terkonsentrasikan pada niat wudhu yang secara prioritas lebih penting.

11).Membasuh kedua tangan sampai sikutnya (ini fardhu) sampai pertengahan peupeuteuyan (ini sunat) mendahulukan membasuh tangan kanan mengakhirkan tangan kiri (ini sunat) setiap aliran air basuhan dimulai dari ujung jari dan mengalir ke arah sikut (ini sunat) sebanyak 3 kali basuhan untuk tangan kanan dan 3 kali basuhan untuk tangan kiri (ini sunat) sambil digosok-gosok tangannya termasuk sela jari-jarinya (ini sunat) dengan mulut tetap aktif komat-kamit membaca doa membasuh tangan kanan (ini sunat) :
اللَّهُمَّ اعْطِنِي كِتَابِي بِيَمِينِي وَحَاسِبْنِي حِسَابًا يَسِيرًا
Alloohumma A'thinii kitaabii bi yamiinii wa haasibnii hisaabay-yasiiroo
Serta doa membasuh tangan kiri (ini sunat) : 
اللَّهُمَّ لَا تُعْطِنِي كِتَابِي بِشِمَالِي وَلَا مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي
Alloohumma laa tu'thinii kitaabii bi syimaalii wa laa min waroo'i dzohrii
12).Mengusap kepala dengan cara mengusapkan tangan yang telah dibasahi air wudhu pada bagian kulit kepala area tempat jadi rambut atau rambut kepala yang masih ada di area atau tidak keluar dari batas area tempat jadi rambut jika rambut diuraikan (ini fardhu) jika memungkinkan usap saja seluruh area tersebut (ini sunat) jika diusap semuanya sebaiknya usapan dimulai dari area depan sampai ujung bagian belakang yang berbatasan dengan kuduk, kemudian diatret/dipergipulangkan lagi usapannya ke area depan (ini sunat) sebanyak 3 kali usapan (ini sunat) bisa juga membasahi rambut kepala dengan basuhan air yang dialirkan atau kepalanya dicelupkan sekalian ke dalam air yang bervolume 2 qullah, ngan eungap meureun jeung ngariripuh kareup (ini jaiz) dengan mulut tetap aktif komat-kamit membaca doa mengusap kulit kepala atau rambut kepala (ini sunat) :
اللَّهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِي وَبَشَرِي عَلَى النَّارِ
Alloohumma harrim sya'rii wa basyarii alan-naari

13).Mengusap seluruh bagian kedua telinga (ini sunat) sebaiknya diproses dengan jari telunjuk mengusap bagian dalam telinga dan jempol mengusap bagian belakang telinga dengan start dari bawah (ini sunat) atau membasuhnya dengan air yang dialirkan atau mencelupkan telinganya ke dalam air bervolume 2 qullah (ini jaiz) dengan mendahulukan mengusap telinga kanan mengakhirkan telinga kiri (ini sunat) sebanyak 3 kali untuk telinga kanan dan 3 kali untuk telinga kiri (ini sunat) dengan mulut tetap aktif komat-kamit membaca doa mengusap telinga (ini sunat) : 
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنْ الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ
Alloohumma ij'alnii minal-ladziina yastami'uunal-qoula fayattabi'uuna ahsanahu
baik telinga kanan maupun telinga kiri, doanya sama aja.

14).Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki masing-masingnya (ini fardhu) sampai pertengahan betis keduanya (ini sunat) dengan cara membasuhnya (ini sunat) atau mencelupkannya pada penampungan air bervolume 2 qullah (ini jaiz) dengan mendahulukan kaki kanan mengakhirkan kaki kiri (ini sunat) sebanyak 3 kali untuk kaki kanan dan 3 kali untuk kaki kiri (ini sunat) sambil digosok-gosok kakinya termasuk sela jari-jarinya (ini sunat) dengan mulut tetap aktif komat-kamit membaca doa membasahi kaki (ini sunat) :
اللَّهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمَيَّ عَلَى الصِّرَاطِ يَوْمَ تَزِلُّ فِيهِ الْأَقْدَامُ
Alloohumma tsabbit qodamii alash-shiroothi yauma tazillu fiihil-aqdaamu
baik kaki kanan maupun kaki kiri doanya sama begitu.

15).Urutan basuhan anggota wudhu harus tertib : wajah --> tangan --> kepala --> kaki (ini fardhu) dan saat memproses basuhan demi basuhan dari anggota wudhu sebelumnya ke anggota wudhu setelahnya sebaiknya dipraktekan secara muwalah/dikontinyukan dengan tidak menunggu kering anggota wudhu sebelumnya (ini sunat)

Penggunaan nomor urut hanya untuk memudahkan pembaca.

Penutup

1).Membaca doa/syahadatain setelah selesai berwudhu (ini sunat) : 
أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنْ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِي مِنْ الْمُتَطَهِّرِينَ وَاجْعَلنِيْ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ سُبْحَانَك اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُك وَأَتُوبُ إلَيْك وَصَلَّى اللَّهُ وَسَلَّمَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Asyahadu al-laa ilaaha illalloohu wahdahuu laa syariika lahuu wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rosuuluhuu. Alloohumma ij'alnii minat-tawwaabiina waj'alnii minal-mutathohhiriina waj'alnii min 'ibaadikash-shoolihiin. Subhaanakalloohumma wabihamdika asyhadu al-laa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa atuubu ilaiik wa shollalloohu 'alaa sayyidina muhammadin wa 'alaa aali sayyidinaa muhammad
Berdoa setelah wudhu sebaiknya dilakukan dengan dada menghadap qiblat (ini sunat) sambil mengangkat kedua tangan (ini sunat) ini berbeda dengan doa-doa basuhan yang dibaca pada kondisi tangan tetap papuket memperagakan basuhan (ini sunat)

2).Melakukan shalat sunat wudhu 2 rokaat (ini sunat)

Penggunaan nomor urut hanya untuk memudahkan pembaca. 

Referensi :
Disarikan dari kitab-kitab fiqih madzhab imam syafii : Majmu Syarh Al-Muhaddab (Imam Abi Zakaria Yahya An-Nawawi), Tuhfah Al-Muhtaj (Imam Ibnu Hajar Al-Haitami), Hasyiyah Al-Qalyubi (Syaikh Syihabuddin Al-Qalyubi), I'anah Ath-Thalibin (Syaikh Sayid Abu Bakar) , Hasyiyah Al-Bajuri (Syaikh Ibrohim Al-Bajuri), Nihayah Az-Zain (Syaikh Abu Abdil Mu'thi Muhammad Nawawi Al-Jawi), Kasyifah As-Sajaa (Syaikh Abu Abdil Mu'thi Muhammad Nawawi Al-Jawi) & Safinah An-Najaa (Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadhrami)

Teka-Teki : Nawaa Wa Laa Shallaa Wa Shallaa Wa Laa Nawaa

Teka-Teki Fiqih Shalat Jum'at - Dia berniat tapi dia tidak melakukan shalat dan dia melakukan shalat tapi dia tidak berniat, "Nawaa Wa Laa Shallaa Wa Shallaa Wa Laa Nawaa" :
نوى ولا صلى وصلى ولا نوى

Teka-teki yang sangat populer ini dicantumkan oleh Syaikh Sayid Abu Bakar dalam kitab I'anah Ath-Thalibin Juz 2 Hal 56 Syarah Kitab Fathul Mu'in Syaikh Abdul Aziz Al-Malibari.

Syaikh Abdul Aziz Al-Malibari berkata :
وتجب على من جاء بعد ركوع الثانية نية الجمعة على الأصح وان كانت الظهر هي اللازمة له
dan wajib kepada orang yang datang setelah ruku kedua imam berniat shalat jum'at, menurut qaul ashahh. Sekalipun shalat dhuhur adalah yang mesti baginya." (Fathul Muin Hal 40 / Hamisy I'anah Ath-Thalibin Juz 2 Hal 56)

Kemudian Syaikh Sayid Abu Bakar memperjelasnya dengan :
وانما وجبت نية الجمعة موافقة للإمام ولأن اليأس منها لا يحصل إلا بالسلام اذ قد يتذكر الإمام ترك ركن فيتداركه بالإتيان بركعة فيدرك المسبوق الجمعة
وبذلك يلغز نوى ولا صلى وصلى ولا نوى وجوابه ما ذكر فإنه نوى الجمعة ولم يصلها وصلى ظهرا ولم ينوها
dan tentunya niat shalat jum'at menjadi wajib karena makmum wajib muwafaqah terhadap imam. Dan karena putusnya makmum dari muwafaqoh tidak akan hasil kecuali dengan salamnya imam. Karena terkadang imam teringatkan tentang rukun yang dia tinggalkan, kemudian imam mengidroknya dengan mendatangkan 1 rakaat lagi, maka makmum masbuq jadi dapat mengidrok shalat jum'at bersama imam. Dan dengan yang demikian itu diteka-tekikan dan dikatakan : "nawaa wa laa shallaa wa shallaa wa laa nawaa". Jawabannya adalah perihal yang sudah dibahas : bahwasanya makmum masbuq berniat shalat jumat dan pada pelaksanaannya tidak shalat jumat, dan dia melakukan shalat dhuhur sedangkan dia tidak berniat untuk shalat dhuhur (I'anah Ath-Thalibin Juz 2 Hal 56)

Jawaban teka-teki nawa wa laa shallaa wa shallaa wa laa nawaa
Asal mula permasalahan ini adalah bahwa kewajiban berjamaah pada shalat jumat tertunaikan jika 1 dari 2 rakaat berhasil diidrok oleh makmum bersama imam. Jadi makmum masbuq yang tidak sempat menunaikan rakaat kesatu shalat jum'at bersama imam shalat jumatnya sah asalkan dia berhasil menunaikan rakaat kedua bersama imam dengan sempat mengidrok ruku imam pada rakaat kedua. Pada kasus ini dia hanya butuh berdiri setelah imam salam untuk menambah 1 rakaat shalat jumat. Tapi bukan kasus ini yang dimaksud dengan nawaa wa laa shallaa wa shallaa wa laa nawaa.

Adapun jika dia hanya sempat mengidrok imam pasca ruku imam rakaat kedua (imam road to i'tidal atau sudah move on i'tidal), maka rakaat shalat jumat dia lam yuhsab, tapi dia tetap wajib bertakbirotul ihrom dengan niat di dalam hati untuk shalat jumat (ushalli fardha al-jumati rak'ataini mustaqbilan al-qiblata ma'muuman lillaahi ta'aala) sekalipun pada pelaksanaannya rakaat dia lam yuhsab. Nah setelah salam imam, dia wajib berdiri untuk melanjutkan shalat, tapi rakaat yang wajib dia selesaikan adalah 4 rokaat bukan 1 rakaat maupun 2 rakaat. Karena kini dia berada pada track shalat dhuhur bukan shalat jum'at. Shalat dhuhur tanpa niat shalat dhuhur, atau dengan kata lain shalat dhuhur dengan niat shalat jumat karena pelaksanaannya melanjutkan dari shalat jum'at. Nah, inilah kasus unik yang dimaksud oleh teka-teki nawaa wa laa shallaa wa shallaa wa laa nawaa.

Pada kasus makmum masbuq sedang mempraktekan nawaa wa laa shallaa wa shallaa wa laa nawaa, terkadang dimungkinkan imampun di luar dugaan menambah 1 rakaat seperti pada kasus lupa meninggalkan salah satu rukn min arkan / fardh min fara'idh pada salah satu dari 2 rakaat yang telah ditunaikan sehingga salah satunya menjadi lamyuhsab secara kumulatif rakaat jumat yang mewajibkan imam mengulang 1 rakaat. Kasus malangnya imam ini bisa jadi keuntungan bagi makmum masbuq berkasus nawaa wa laa shallaa wa shallaa wa laa nawaa sehingga dia jadi berkesempatan menunaikan 1 rakaat sempurna bersama imam, sehingga menjadi nawaa wa shalla. Tapi ini jarang terjadi.

Wallaahu A'lam

Disclaimer : artikel ini tidak dimaksudkan agar anda lalai dan lambat dalam menunaikan kewajiban shalat jumat, melainkan sebagai ilmu fiqih dalam lingkungan madzhab syafi'i yang bisa diamalkan sebagai solusi ketika dalam situasi dan kondisi terlalaikan atau mengalami keterlambatan. Sehingga ibadah tetap bisa ditunaikan dengan benar sekalipun dalam kondisi yang seolah-olah terkesan tidak memungkinkan.

Daptar Pustaka
Al-Malibari, Syekh Zainudin. Fathul Muin. Syirkah An-Nur Asia.
Al-Bakri, Syaikh Sayid Abu Bakar Ad-Dimyati. Ianah Ath-Thalibin (Jilid 2). Syirkah An-Nur Asia.

Fatihah 4 Madzhab : Wajibkah Makmum Membaca Surat Fatihah di Belakang Imam? Bukankah Imam Menanggung Bacaan Makmum?

Fatihah 4 Madzhab : Syafi'iyah, Malikiyah, Hanabilah & Hanafiyah.
  • Wajibkah Fatihah Dibaca Ketika Shalat?
  • Wajibkah Fatihah Dibaca Pada Setiap Rokaat?
  • Wajibkah Makmum Membaca Surat Fatihah di Belakang Imam?
  • Bukankah Imam Menanggung Bacaan Makmum? 

Khilafiyah ditelusuri tujuannya agar kita mengetahui jalan semua madzhab. Jalan madzhab penting diketahui agar kita tahu diri, di jalan mana kita sah berlalu lintas. 

Basmalah 4 Madzhab : Hukum Membaca Basmalah Setelah Ta'udz Sebelum Hamdalah Ketika Shalat

Wajibkah Fatihah Dibaca Ketika Shalat?

Ittifaq (sependapat) 4 Madzhab bahwa Surat Al-Fatihah harus dibaca ketika shalat, baik shalat fardhu maupun shalat sunat, sekalipun 3 Madzhab ittifaq 1 Madzhab ikhtilaf tentang kategori kedudukannya dalam shalat :
  • Madzhab Syafi'i : Membaca Fatihah pada shalat termasuk salah satu fardhu dari antara kategori fara'idh ash-shalat. 
  • Madzhab Maliki : Membaca Fatihah pada shalat termasuk salah satu fardhu dari antara kategori fara'idh ash-shalat. 
  • Madzhab Hanbali : Membaca Fatihah pada shalat termasuk salah satu fardhu dari antara kategori fara'idh ash-shalat. 
  • Madzhab Hanafi : Membaca Fatihah pada shalat termasuk salah satu wajibah dari antara kategori wajibat ash-shalat. Adapun yang termasuk kategori fara'idh ash-shalat di Madzhab Hanafi adalah Qiro'at-nya secara muthlaq bukan Qiro'at Fatihah-nya secara khusus.
Dalil madzhab Syafi'i, Maliki & Hanbali adalah Hadits : 
لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ [حديث متفق عليه]
"Shalat tidak sempurna bagi orang yang tidak membaca Surat Fatihah Kitab Al-Qur'an" (Muttafaq Alaih)
Dalil madzhab Hanafi adalah QS :
فاقرؤوا ما تيسرمن القرآن
"maka bacakanlah ayat yang mudah dari Al-Qur'an"
Menurut madzhab Hanafi qiroat yang dimaksud dalam ayat ini adalah qiro'at pada shalat, karena shalatlah yang statusnya al-mukallaf bi al-qiro'ah.
dan Hadits :
قوله صلى الله عليه وسلم : إذا قمت إلى الصلاة فأسبغ الوضوء ثم استقبل القبلة ثم اقرأ ما تيسر من القرآن.
"jika kamu sudah waktunya akan mendirikan shalat maka sempurnakanlah wudhu kemudian menghadap qiblatlah kemudian bacalah ayat yang mudah dari Al-Qur'an"
 ولقوله صلى الله عليه وسلم : لا صلاة الا بقراءة
"tidak sempurna shalat kecuali dengan qiro'at"
Oleh karena 2 Hadits ini madzhab Hanafi memasukan qiroat secara muthlaq ke dalam faraidh ash-shalat. Adapun qiro'at fatihah merupakan sub dari qiro'at. Selanjutnya penetapan dalam madzhab Hanafi tentang status fatihah ini berpengaruh juga pada khilafnya dengan 3 madzhab lainnya perihal hukum membacanya pada setiap rokaat karena statusnya disederajatkan dengan qiro'at surat setelahnya.

Wajibkah Fatihah Dibaca Pada Setiap Rokaat?

3 Madzhab ittifaq, 1 Madzhab ikhtilaf. Pada masalah ini Madzhab Hanafi berbeda :
  • Madzhab Syafi'i : Fatihah wajib dibaca pada setiap rakaat, karena termasuk fardhu dari antara fara'idh ash-shalat. Jika sengaja tidak dibaca shalat menjadi batal. Jika tidak dibaca karena lupa, maka rakaat tanpa fatihah tersebut lam yuhsab, sehingga mushalli harus menambah satu rakaat sebagai gantinya.
  • Madzhab Maliki : Fatihah wajib dibaca pada setiap rakaat, karena termasuk fardhu dari antara fara'idh ash-shalat. Jika sengaja tidak dibaca shalat menjadi batal. Jika tidak dibaca karena lupa, maka rakaat tanpa fatihah tersebut lam yuhsab, sehingga mushalli harus menambah satu rakaat sebagai gantinya.
  • Madzhab Hanbali : Fatihah wajib dibaca pada setiap rakaat, karena termasuk fardhu dari antara fara'idh ash-shalat. Jika sengaja tidak dibaca shalat menjadi batal. Jika tidak dibaca karena lupa, maka rakaat tanpa fatihah tersebut lam yuhsab, sehingga mushalli harus menambah satu rakaat sebagai gantinya.
  • Madzhab Hanafi : Qiroat diwajibkan pada 2 rakaat awal dari shalat yang difardhukan. Sebagaimana wajib qiroat fatihah pada 2 rakaat awal dengan kekhususannya fatihah. maka jika mushalli tidak membacanya pada 2 rokaat awal shalat 4 rakaat, maka dia jadi wajib membacanya pada 2 rakaat setelahnya, dan sah shalatnya. Jika dia meninggalkannya karena lupa, maka wajib kepadanya sujud syahwi. Kemudian jika dia tidak sujud sahwi, maka wajib kepadanya mengulangi shalat sebagaimana wajib mengulangi shalat jika dia meninggalkan wajib min wajibah ash-shalat secara sengaja. Kemudian jika dia tidak mengulangi shalatnya maka shalatnya yang tidak diulangi tersebut tetap sah disertai berdosa. Adapun rokaat-rokaat sisanya pada shalat fardhu, maka qiroat fatihah di dalamnya dihukumi sunat. Adapun shalat sunat, maka qiroat fatihah wajib pada setiap rokaatnya. Karena setiap 2 rokaat dari shalat sunat adalah shalat yang mustaqilah/independent sekalipun pada kasus mushalli menyambungkannya dengan shalat sunat lain seperti : mushalli melakukan shalat 4 rokaat dengan 1 kali salam pada kasus menggabungkan witir dengan shalat sunat lain. Maka pada kasus ini fatihah wajib dibaca pada semua rokaatnya.

Wajibkah Makmum Membaca Surat Fatihah di Belakang Imam? Bukankah Imam Menanggung Bacaan Makmum?

3 Madzhab ittifaq, 1 Madzhab ikhtilaf. Kali ini Madzhab Syafi'i yang berbeda :
  • Madzhab Syafi'i : Bacaan fatihah makmum di belakang imam hukumnya difardhukan, kecuali jika makmum statusnya makmum masbuq terhadap seluruh bacaan fatihah atau sebagiannya. maka sesungguhnya imam memikul dari tanggungan kewajiban masbuq yang telah didahului jika imamnya ahli memikul tanggung jawab. Sekira tidak dhahir diketahui oleh makmum bahwa imam hadats atau bahwasanya makmum mendapati imam pada rakaat berlebih dari rakaat yang fardhu.
  • Madzhab Maliki : Bacaan fatihah makmum di belakang imam hukumnya mandubah dalam shalat sirriyyah. Bacaan fatihah makmum di belakang imam hukumnya makruh dalam shalat jahriyah, kecuali mushalli bermaksud dalam rangka menjaga diri dari ikhtilaf. Maka jika dalam rangka muro'atan anil khilafi hukumnya menjadi mandubah.
  • Madzhab Hanbali : Bacaan fatihah makmum di belakang imam hukumnya mustahab dalam shalat sirriyah dan pada tempat pemberhentian bacaan imam dalam shalat jahriyah. Bacaan fatihah makmum di belakang imam hukumnya makruh pada situasi imam membaca fatihah dalam shalat jahriyah.
  • Madzhab Hanafi : Bacaan fatihah makmum di belakang imam hukumnya makruh tahrim pada shalat sirriyyah dan jahriyah. Karena ada Hadits yang diriwayatkan dari sebagian Sabda Nabi SAW : Barangsiapa ada baginya imam maka bacaan fatihah imam baginya adalah bacaan. Hadits ini diriwayatkan dari sejumlah jalur.
Berikut ini kami kutipkan penjelasan dari kitab-kitab rujukan utama dalam Madzhab Imam Syafi'i : 
  • Imam Syafi'i dalam Al-Umm Juz 2 Hal 243
  • Imam Rafi'i dalam Al-Muharror Hal 32
  • Imam Nawawi dalam Raudhah Ath-Thalibin Juz 1 Hal 242
  • Imam Ramli dalam Nihayah Al-Muhtaj Juz 1 Hal 477
  • Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfah Al-Muhtaj Juz 2 Hal 35.

Imam Syafi'i dalam Al-Umm Juz 2 Hal 243 mengemukakan salah satu Hadits yang dijadikan dasar hukum masalah ini :
لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ [حديث متفق عليه]
"Shalat tidak sempurna bagi orang yang tidak membaca Surat Fatihah Kitab Al-Qur'an" (Muttafaq Alaih)

Imam Rafi'i dalam Al-Muharror Hal 32 :
ثُمَّ الْفَاتِحَةُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ مُتَعَيِّنَةٍ إِلَّا رَكْعَةَ مَسْبُوْقٍ
"Kemudian membaca fatihah pada rakaat yang tentu kecuali rokaat masbuq"

Imam Nawawi dalam Raudhah Ath-Thalibin Juz 1 Hal 242 :
وَاعْلَمْ أَنَّ الْفَاتِحَةَ وَاجِبَةٌ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ إِلَّا فِي رَكْعَةِ الْمَسْبُوقِ إِذَا أَدْرَكَ الْإِمَامَ رَاكِعًا فَإِنَّهُ لَا يَقْرَأُ فِي رَكْعَتِهِ وَتَصِحُّ، وَهَلْ يُقَالُ يَحْمِلُهَا عَنْهُ الْإِمَامُ أَمْ لَمْ تَجِبْ أَصْلًا؟ وَجْهَانِ، قُلْتُ أَصَحُّهُمَا الْأَوَّلُ. وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

[النووي، روضة الطالبين وعمدة المفتين، ٢٤٢/١]

"Ketahuilah bahwasanya membaca fatihah adalah wajib pada setiap rakaat, kecuali pada rakaat makmum masbuq jika dia menemukan imam dalam keadaan ruku. Maka sesungguhnya dia tidak wajib membaca fatihah pada rakaatnya tersebut dan sah rakaatnya. Dan apakah dikatakan imam memikul bacaan fatihah darinya atau memang tidak wajib sama sekali? Ada 2 pendapat. Menurutku yang pendapat yang paling shahih adalah yang awal. Wallaahu A'lam."

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfah Al-Muhtaj Juz 2 Hal 35 menjelaskan :
 فَالدَّلِيلُ عَلَى اسْتِعْمَالِهِ فِي الْوَاجِبِ الْخَبَرُ الصَّحِيحُ أَيْضًا «أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ لِلْمُسِيءِ فِي صَلَاتِهِ إذَا اسْتَقْبَلْت الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ بِأُمِّ الْقُرْآنِ ثُمَّ اصْنَعْ ذَلِكَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ» وَصَحَّ أَيْضًا «أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - كَانَ يَقْرَؤُهَا فِي كُلِّ رَكْعَةٍ» وَمَرَّ خَبَرُ «صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي» وَصَحَّ أَنَّهُ نَهَى الْمُؤْتَمِّينَ بِهِ عَنْ الْقِرَاءَةِ خَلْفَهُ إلَّا بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَيْثُ قَالَ «لَعَلَّكُمْ تَقْرَءُونَ خَلْفِي قُلْنَا نَعَمْ قَالَ لَا تَفْعَلُوا إلَّا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَإِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِهَا» (إلَّا رَكْعَةَ مَسْبُوقٍ) فَلَا تَتَعَيَّنُ فِيهَا لِأَنَّهَا وَإِنْ وَجَبَتْ عَلَيْهِ يَتَحَمَّلُهَا الْإِمَامُ عَنْهُ بِشَرْطِهِ كَمَا يَأْتِي فَلَا اعْتِرَاضَ عَلَى عِبَارَتِهِ خِلَافًا لِمَنْ ظَنَّهُ زَاعِمًا أَنَّ ظَاهِرَهَا عَدَمُ وُجُوبِهَا عَلَيْهِ بِالْكُلِّيَّةِ 
Adapun dalil atas penggunaannya pada hukum wajib adalah Hadits yang juga shahih :"Bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda kepada pelaku shalat, apabila kamu telah menghadap qiblat maka bertakbirlah kemudian bacalah ummul Qur'an dan berbuatlah demikian pada setiap rakaat". Dan shahih juga sebuah hadits : "bahwasanya Nabi Muhammad SAW adalah membacanya pada setiap rakaat". Dan telah berlalu sebuah Hadits : "bershalatlah kalian sebagaimana kaifiyat yang kalian telah melihat kepadaku ketika aku sedang shalat". Dan shahih sebuah hadits tentang bahwasanya Nabi Muhammad SAW telah melarang kepada orang-orang yang terimami dari membaca sesuatu di belakangnya kecuali terhadap ummul Qur'an, sekira beliau bersabda : "mudah-mudahan kalian membaca qiro'at di belakangku. Kami berkata : ya. Beliau bersabda : kalian jangan melakukannya kecuali terhadap fatihah al-kitab, karena sesungguhnya tidak diakui rakaat shalat bagi orang yang tidak membaca fatihah alkitab". Kecuali rakaat makmum masbuq. Maka tidak ditentukan pada rakaat tersebut. Karena sesungguhnya sekalipun fatihah itu wajib kepadanya, imam memikul tanggung jawab membaca fatihah tersebut darinya dengan syarat-syarat tahammulnya sebagaimana akan datang penjelasannya nanti. Dengan demikian tidak ada kontradiktif pada redaksinya. Berbeda dengan ulama yang dzonnya berprasangka bahwa dzahirnya adalah tidak adanya kewajiban membaca fatihah terhadap makmum masbuk secara utuh.

Sementara Imam Asy-Syirwani sebagai pensyarah kitab Tuhfah Al-Muhtaj Imam Ibnu Hajar mengutip penjelasan Imam Ramli dalam Nihayah Al-Muhtaj Juz 1 Hal 477 :
وَأَمَّا خَبَرُ مَنْ صَلَّى خَلْفَ إِمَامٍ فَقِرَاءَةُ الإِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ فَضَعِيْفٌ عِنْدَ الْحُفَّاظِ كَمَا بَيَنَهُ الدَّارُقُطْنِيُ وَغَيْرُهُ نِهَايَةَ

Adapun Hadits : "Barangsiapa shalat di belakang imam maka qira'at imam baginya adalah qira'at" maka itu adalah dha'if menurut para penghapal Hadits sebagaimana penjelasan Imam Ad-Daruqutni dan selainnya. Nihayah Al-Muhtaj Juz 1 Hal 477 (Hawasyi Tuhfah Al-Muhtaj bi Syarh Al-Minhaj Juz 2 Hal 35)

Jadi bagi mushalli madzhab Syafii baik shalat fardhu maupun shalat sunat, baik munfarid maupun berjamaah, baik sebagai imam maupun sebagai makmum, tetap wajib membaca surat Al-Fatihah seutuhnya sampai tuntas pada setiap rokaat shalat. Namun ada pengecualian pada kasus makmum yang status rakaatnya masbuq. Namun itupun bukan berarti tidak wajib, melainkan kewajibannya membaca fatihah terpikul tanggung jawabnya oleh imam. Namun itupun jika imamnya ahlan li at-tahammul, alias memenuhi syarat/kualifikasi menjadi penanggung. 

Apa saja syaratnya? Antara lain sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Nawawi Al-Bantani dalam Nihayah Az-Zain :
ويتحمل عَنهُ إِمَامه الْفَاتِحَة كلهَا بِشَرْط أَن يكون أَهلا للتحمل بِأَن لَا يكون مُحدثا وَلَا فِي رَكْعَة زَائِدَة وَلَا فِي الرُّكُوع الثَّانِي من صَلَاة الْكُسُوف
Dan imamnya memikul bacaan fatihah dari makmum masbuq seutuhnya dengan syarat imam tersebut ahlan li at-tahammul 
  • Dia tidak terbukti berhadats
  • Dia tidak pada rokaat plus
  • Dia tidak pada ruku kedua shalat kusuf.
Begini maksudnya :
  • Rakaat imam saat dimasbuqi oleh makmum masbuq merupakan rokaat yang diyakini oleh makmum masbuq sebagai rokaat imam yang sah. Bukan rokaat imam yang batal dari sudut pandang keyakinan si makmum masbuq, dan bukan pula rokaat imam yang lam yuhsab dari sudut pandang keyakinan si makmum masbuq. 
  • Rakaat Imam pada saat dimasbuqi makmum masbuq merupakan rakaat yang sah masuk hitungan kumulatif rakaat imam secara pribadinya, bukan rakaat yang statusnya lam yuhsab. Contoh rokaat lam yuhsab bagi imam : rokaat ke-3 Imam pada shalat shubuh, rakaat ke-5 imam pada shalat dhuhur, rakaat ke-5 imam pada shalat ashar, rakaat ke-4 imam pada shalat maghrib, rakaat ke-5 imam pada shalat isya, rokaat yang imam lupa telah meninggalkan salah satu rukun shalat di dalamnya.
  • Ruku kedua shalat kusuf? Karena pada saat imam berada di posisi itu berarti makmum sudah tertinggal 5 rukun perbuatan.

Mengenai 3 madzhab lain, penjelasan pada artikel ini merujuk pada 2 kitab perbandingan madzhab : 
  • Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu Juz 1 Hal 645
  • Syaikh Abdurrahman Jabir Al-Jazaairi dalam Al-Fiqh Ala Madzahib Al-Arba'ah Juz 2 Hal 207

Daftar Pustaka

Asy-Syafi'i, Imam Muhammad. Al-Umm. Dar Al-Wifa.
Ar-Rafi'i, Imam Abu Al-Qasim. Al-Muharror. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.
An-Nawawi, Imam Muhyiddin. Raudhah Ath-Thalibin. Maktabah Asy-Syamilah.
Al-Haitami, Imam Ibnu Hajar. Tuhfah Al-Muhtaj bi Syarh Al-Minhaj. Matba'ah Mustofa Muhammad.
Ar-Ramli, Imam Syihabuddin. Nihayah Al-Muhtaj ila Syarh Al-Minhaj. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.
Al-Bantani, Syaikh Nawawi. Nihayah Az-Zain. Maktabah Toha Putra.
Az-Zuhaili, Syaikh Wahbah. Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu. Dar Al-Fikr
Al-Jazairi, Syaikh Abdurrohman Jabir. Al-Fiqh Ala Madzahib Al-Arba'ahihayah. Maktabah Toha Putra.

14 Kasus Makmum Wajib Mengakhirkan Diri Dari Imam Sekalipun Jadi Tertinggal Sebanyak 3 Rukun Perbuatan Demi Menyelesaikan Bacaan Fatihah

Fatihah Madzhab Syafi'i : Secara kategori kedudukannya dalam shalat, Membaca Surat Al-Fatihah termasuk fardh min fara'idh ash-shalat (salah satu fardhu dari antara fardhu-fardhu shalat) atau istilahnya yang lebih populer rukn min arkan ash-shalat (salah satu rukun dari antara rukun-rukun shalat) Lebih jelasnya membaca fatihah adalah rukun nomor 4 dari antara 17 rukun shalat dan rukun nomor 2 dari antara 5 rukun qouly. 
Surat Al-Fatihah (termasuk basmalah) wajib dibaca dalam setiap rokaat shalat, baik shalat fardhu maupun shalat sunat, baik pada shalat sendiri maupun shalat berjamaah, baik sebagai imam maupun sebagai makmum. 
Makmum wajib membacanya di belakang imam baik pada berjamaah shalat sirriyah (dzuhur, ashar, jenazah, dll.) maupun jahriyah (maghrib, 'isya, shubuh, id, kusuf, khusuf, tarawih, dll.). Namun ada pengecualin pada permasalahan makmum masbuq, dimana bacaan fatihahnya yang tidak tercover menjadi tanggungan imam.

Jadi makmum yang wajib menunaikan kefardhuan membaca fatihah seutuhnya sebagai salah satu rukn min arkan ash-shalat adalah makmum muwaffiq.

Bagaimana jika makmum muwaffiq tidak berhasil membacanya sampai tuntas bersama imam?  Nah, pada "14 Kasus Makmum Wajib Mengakhirkan Diri Dari Imam Sekalipun Tertinggal Sebanyak 3 Rukun Perbuatan Demi Menyelesaikan Bacaan Fatihah" ini kami akan menjelaskan satu per satu kasus lengkap beserta cara penyelesaian step by stepnya.

Pembahasan 14 kasus (masalah) ini beserta tata cara penyelesaiannya merujuk pada penjelasan Syaikh Nawawi Al-Bantani dalam Kasyifah As-Saja ala Safinah An-Naja Hal 75-76 & Nihayah Az-Zain ala Qurrah Al-Ain Hal 124-126 : 
وَالْحَاصِلُ أَنَّهُ قَدْ يُعْرَضُ لِلْمَأْمُوْمِ أَعْذَارٌ تُجَوِّزُ لَهُ أَنْ يَتَخَلَّفَ عَنْ إِمَامِهِ بِثَلَاثَةِ أَرْكَانٍ طَوِيْلَةٍ وَذٰلِكَ فِي أَرْبَعَ عَشَرَةَ مَسْأَلَةً : ألْأُوْلى ...................................إلخ
وَفِي هٰذِهِ جَمِيْعِ الْمَسْائِلِ يُغْتَفَرُ لَهُ التَّخَلُّفُ بِثَلَاثَةِ أَرْكَانٍ طَوِيْلةٍ، وَهٰذَا كُلُّهُ فِي الْمَأْمُوْمِ الْمُوَفِّقِ
"Hasilnya adalah bahwasanya terkadang disuguhkan kepada makmum udzur-udzur yang menjadikan boleh bagi makmum bertakhalluf dari imamnya dengan 3 rukun perbuatan panjang. Dan udzur-udzur itu terdapat pada 14 masalah : 1)...........dst.
Pada semua kasus ini diampuni bagi makmum bertakhalluf dengan 3 rukun perbuatan panjang, dan semuanya berlaku pada makmum muwaffiq." (Syaikh Nawawi Al-Bantani, Nihayah Az-Zain Hal 125-126)
Penting : Makmum muwaffiq maksudnya adalah makmum yang start berjamaah sejak awal bersama imam. Takhalluf maksudnya adalah mengakhirkan diri dari imam. Udzur maksudnya adalah alasan yang dapat diterima oleh syara.

Kasus ke-1

Makmum memiliki keterlambatan dalam membaca surat Al-fatihah, baik karena bawaan sejak lahir maupun dikarenakan ketartilan bacaannya, bukan karena was-was. Di lain pihak, imam membacanya dengan kecepatan normal (mu’tadil). Pada kasus ini imam berhasil menyempurnakan bacaan fatihah, kemudian imam ruku sebelum makmum berhasil menyempurnakan bacaan fatihahnya. Nah, pada kasus ini makmum wajib : takhalluf (takhalluf = mengakhirkan diri dari imam) untuk menyempurnakan bacaan surat Al-fatihahnya dikarenakan kemuwaffiqannya. Dia pada kondisi ini dimaapkan tertinggal dari imam sebanyak 3 rukun perbuatan yang panjang, yaitu : berdiri, ruku dan sujud dua. Tidak dihitung dalam hal ini : I’tidal dan duduk antara sujud dua karena keduanya termasuk kategori rukun perbuatan pendek. Pada tahap berikutnya :
a).Jika makmum
Berhasil menyelesaikan bacaan surat Al-fatihah sebelum imam talabbus / on the way pada rukun keempat yaitu : berdiri atau tasyahhud maka makmum wajib tetap on the track pada rangkaian shalatnya dan secara step by step mengejar rangkaian shalat imam : ruku --> I’tidal --> sujud kesatu --> duduk antara 2 sujud --> sujud kedua --> Berdiri.
  • Jika pada saat berdiri rakaat ke-2 menemukan imam pada posisi ruku, maka dia harus langsung ikut ruku dan gugur darinya kewajiban membaca surat Al-Fatihah. #Jika makmum berhasil thumaninah pada ruku rokaat kedua tersebut sebelum imam bangkit dari ukuran ruku minimum, maka makmum dihitung mendapatkan rakaat kedua bersama imam. #Jika makmum tidak berhasil thumaninah, maka dia tidak mendapatkan rakaat kedua. Maka nanti setelah salam imam, makmum wajib berdiri menambah 1 rakaat lagi.
  • Jika pada saat berdiri rakaat ke-2 menemukan imam pada posisi berdiri sebelum ruku, maka ikuti imam pada posisi itu. #Jika makmum memiliki waktu yang cukup saat itu untuk menyelesaikan bacaan surat Al-fatihah dengan ukuran model bacaan normal, maka dia termasuk kategori muwaffiq rakaat ke-2. Pada kondisi itu yang wajib kepadanya adalah menyempurnakan bacaan surat Alfatihah, selesaikan sampai tuntas sekalipun menjadikannya tertinggal dari imam sebanyak 3 rukun perbuatan panjang sebagaimana praktek sebelumnya pada rokaat ke-1 #Jika makmum tidak memiliki waktu yang cukup saat itu untuk menyelesaikan bacaan surat Al-Fatihah dengan ukuran model bacaan normal, maka dia termasuk kategori masbuq rakaat ke-2. Pada kondisi itu yang wajib kepadanya adalah membaca surat Al-fatihah sesempatnya. Ketika kemudian imam ruku, maka dia wajib mengikutinya ruku dan seterusnya. Perihal fatihah makmum yang belum tuntas ditanggung kekurangannnya oleh imam, karena status makmum pada rakaat ke-2 ini termasuk kategori masbuq.
  • Jika pada saat berdiri rakaat ke-2 menemukan imam pada posisi rukun setelah ruku yaitu bangkit on the way to I’tidal, maka pada kondisi itu yang wajib kepada makmum adalah menyesuaikan dengan imam di posisi imam. Nanti setelah imam mengakhiri shalatnya dengan salam, dia wajib berdiri untuk 1 rakaat lagi, karena rakaat ke-2 ini lam yuhsab/ sah tapi tidak masuk hitungan rakaat kumulatif shalat.
b).Jika makmum
Tidak berhasil menyelesaikan bacaan surat Al-fatihah sebelum imam talabbus / on the track pada rukun keempat, yaitu : berdiri maka makmum selanjutnya wajib tetap di posisi berdiri rokaat ke-1 sebagaimana imam juga berdiri, bedanya kali ini adalah imam di posisi berdiri rakaat ke-2, tapi bacaan fatihah makmum adalah continuous pada bacaan sendiri yang belum selesai tadi. Adapun setelah selesai fatihah, dia harus mengikuti rangkaian shalat imam. Jadi pada gambaran ini, imam mengover lap shalat makmum, makmum kemudian mengikuti. Jangan menjalankan rangkaian shalat sendiri pada kondisi ini, dan jika malah menjalankan rakaat sendiri secara sengaja serta dalam keadaan mengerti tata cara ini, maka batal shalatnya. Tapi jika karena lupa atau tidak mengerti tentang tata cara ini, maka tidak batal shalatnya, hanya saja rakaat yang sudah dia lalui lam yuhsab/tidak dihitung semuanya.
c).Jika makmum
Tidak berhasil menyelesaikan bacaan surat Al-fatihah sebelum imam talabbus / on the track pada rukun keempat, yaitu : berdiri, dan bahkan selesainya tepat pada saat imam bermaksud ruku rakaat kedua, maka yang wajib pada kondisi tersebut adalah ruku bersama imam. Dan dihitung untuk makmum rakaat sambungan : berdirinya rakaat ke-1 --> fatihahnya rakaat ke-1 --> rukunya rakaat ke-2 --> I’tidalnya rakaat ke-2 --> sujud kesatunya rakaat ke-2 --> duduk antara dua sujudnya rakaat ke-2 --> sujud keduanya rakaat ke-2, tapi jumlahnya = 1 rakaat.
d).Jika makmum
Juga tidak berhasil menyelesaikan bacaan fatihahnya pada saat imam bermaksud akan ruku, maka wajib baginya niat mufaroqoh/ memisahkan diri. Jika dia takhalluf pada kondisi ini tanpa berniat mufarroqoh secara sengaja dan dalam keadaan memiliki pengetahuan tentang ini, maka batal shalatnya.

Semua ini jika takhalluf terjadi pada rakaat ke-1 atau ke-3 dari shalat 4 rakaat. 

Jika takhallufnya terjadi pada rakaat ke-2 dari shalat 3 rakaat atau shalat 4 rakaat atau rakaat ke-3 dari shalat 3 rakaat dan imam sudah pada posisi duduk tasyahhud awal atau tasyahhud akhir sedangkan makmum masih pada posisi berdiri membaca surat al-fatihah, maka wajib kepada makmum tersebut untuk meng-cut rukun berdiri dan men-stop bacaan fatihah serta langsung move on tasyahhud bersama imam. Kemudian, nanti setelah berdiri dari tasyahhud makmum wajib isti’naf/memperbaharui lagi bacaan surat Al-fatihah serta tidak boleh melanjutkan bacaan fatihah yang tadi yang belum tamat. Selanjutnya ikuti imam jika rokaat berjamaah bersama imam masih ada.

Kasus ke-2

Makmum memiliki keraguan “apakah saya sudah membaca fatihah atau belum?” 
a).Makmum ragu sebelum ruku dan di lain pihak imam sudah di posisi ruku. Maka pada kondisi ini, makmum wajib : takhalluf dari imam dengan membaca surat al-fatihah sekalipun dengan itu makmum jadi tertinggal sebanyak 3 rukun perbuatan dari imam. Ini baru hanya sebatas ragu, bagaimana jika memang tau? Misalnya ada yang memberitahu bahwa dia belum membaca surat al-Fatihah, maka konsekuensinya sama saja. 
a).Makmum ragu ketika sedang ruku bersama imam. Nah, pada kondisi ini makmum wajib : tetap bersama imam tidak boleh kembali ke posisi berdiri. Ikuti imam sampai akhir shalat imam, kemudian makmum berdiri menambah satu rakaat karena rakaat yang diragukan fatihahnya tadi termasuk rokaat lam yuhsab/tidak dihitung/tidak masuk rokaat kumulatif.

Kasus ke-3

Makmum lupa bahwasanya dia sedang shalat dan menyebabkan dia tidak membaca surat Al-fatihah karena kelupaannya tersebut, dan tersadarkan sebelum turun ke posisi ruku serta imam sudah di posisi ruku. Nah, pada kasus ini makmum wajib : takhalluf untuk membaca dan menuntaskan bacaan surat Al-fatihah sekalipun dengan itu dia menjadi tertinggal sebanyak 3 rukun perbuatan dari imam sepertihalnya pada nomor sebelumnya.

Kasus ke-4

Makmum kacau pikirannya ketika sedang membaca surat Al-fatihah. kemudian pikirannya jreng alias sadar.
a)sadar sewaktu imam belum ruku. Nah, pada kasus ini makmum wajib : membaca fatihah dan menyelesaikannya sekalipun mengakibatkan tertinggal dari imam sebanyak 3 rukun perbuatan. Ini jika dia sadar sebelum imam ruku.
b)sadar setelah dia ruku bersama imam. Nah, pada kasus ini makmum wajib : mengikuti rangkaian shalat imam sampai imam mengakhiri shalatnya dengan assalamu alaikum. Setelah itu dia wajib berdiri menambah 1 rakaat karena rokaat bermasalah tadi menjadi rokaat lam yuhsab/tidak dihitung/tidak masuk hitungan rokaat kumulatif.

Kasus ke-5

Makmum memiliki kemampuan untuk membaca surat Al-Fatihah secara normal. Kemudian sebelum membaca fatihah dia membaca bacaan sunat, seperti : doa iftitah dan ta'awwudz.
a).Dengan bermodal prasangka
"Akan berhasil menyelesaikan fatihah sebelum imam ruku". Sayangnya ternyata prasangkanya salah. Ketika dia belum menyelesaikan bacaan surat Al-fatihah, imam ternyata turun untuk ruku. Nah, pada kasus ini makmum wajib : menyelesaikan bacaan surat Al-Fatihah sekalipun dengan menyelesaikannya menjadi tertinggal dari imam sebanyak 3 rukun perbuatan. 
b).Dengan bermodal keyakinan
"Tidak akan berhasil menyelesaikan fatihah sebelum imam ruku". Kemudian dia tetap keukeuh peuteukeuh memaksakan diri untuk membaca doa iftitah dan ta'awwudz, Sayangnya ternyata keyakinannya terbukti benar terjadi. Ketika dia belum menyelesaikan bacaan surat Al-fatihah, imam ternyata turun untuk ruku. Nah, pada kasus ini makmum wajib : menyelesaikan bacaan fatihah, tapi tidak ada udzur/kompensasi syara baginya tertinggal 3 rukun dari imam. Pada penyelesaian masalah ini jika makmum tertinggal dari imam sebanyak 2 rukun perbuatan secara tam/sempurna, maka batal shalatnya. Jika dia tidak mau batal, sebelum tertinggal 2 rukun dari imam bersegeralah melakukan salah satu dari 2 opsi alternatif ini : 
  1. Langsung menyesuaikan dengan imam di posisi ruku saat itu (karena secara hitungan 2 rukun tam/sempurna, maka batas akhirnya adalah otewe bangkitnya imam dari ruku ke i'tidal) Nah, kemudian nanti setelah imam mengakhiri shalatnya dengan Assalamu Alaikum makmum pikasebeleun ini wajib : berdiri menambah 1 rokaat karena rokaat yang tadi yang tidak sempat menyelesaikan bacaan fatihah menjadi rakaat lam yuhsab/tidak diakui.
  2. Mufaroqoh/memisahkan diri dari imam. Nah, untuk opsi alternatif ini makmum wajib : Berniat mufaroqoh di dalam hati sebelum melanjutkan shalat secara munfarid. Tidak perlu diucapkan, cukup di dalam hati saja. kemudian shalatlah secara munfarid dengan melanjutkan hanca. Jika makmum mufaroqoh dari imam tanpa meniatkan mufaroqoh maka shalatnya batal, karena menempuh rangkaian shalat sendiri sementara hubungan kewajiban mengikuti imam masih melekat pada shalatnya.

Kasus ke-6

Makmum menunggu imam menyelesaikan bacaan surat Al-fatihah dengan maksud dia akan membaca surat Al-fatihah tersebut setelah imam menyelesaikan bacaannya. Ternyata setelah menyelesaikan bacaan surat Al-Fatihah, imam malah langsung ruku tidak membaca surat lain. Sehingga makmum tidak ada kesempatan sama sekali untuk membaca surat Al-FatihahNah, pada kasus ini : walaupun akar masalahnya bukan kesalahan makmum, makmum tetap wajib menyelesaikan bacaan surat al-fatihah sekalipun berakibat tertinggal dari imam sebanyak 3 rukun perbuatan.

Kasus ke-7

Makmum kalah cepat bacaan dari imam saat bertasyahhud awal. Dalam keadaan kalah cepat tersebut, makmum tetap berinisiatif untuk menyelesaikan bacaan tasyahhud awal. Sehingga setelah berdiri pada rakaat ke-3 dia tidak memiliki waktu yang cukup untuk menyelesaikan bacaan surat al-fatihah bersamaan dengan imamNah, pada rakaat ke-3 ini makmum wajib : menyelesaikan bacaan surat al-fatihah sekalipun berakibat pada tertinggalnya dia dari imam sebanyak 3 rukun perbuatan.

Kasus ke-8

Makmum ketiduran ketika sedang bertasyahhud awal dengan posisi pantat tidak goyah / tidak goyang / tidak eundeuk-eundeukan tetap menempel pada bumi. Ketika dia sadar, kemudian berdiri untuk menyesuaikan dengan posisi imam yang sudah berdiri rakaat ke-3, tapi sayangnya dia tidak bisa mengejar bacaan surat Al-Fatihah ImamNah, pada rakaat ke-3 ini makmum wajib : menyelesaikan bacaan surat Al-fatihah rakaat ke-3 sekalipun berakibat pada tertinggalnya dia dari imam sebanyak 3 rukun perbuatan.

Kasus ke-9

Makmum ketika sedang pada posisi sujud kedua rokaat ke-2 mendengar imam bertakbir, kemudian makmum bangkit dari sujud dan bertasyahhud awal karena dia kira imam bertasyahhud awal, padahal imam berdiri untuk rokaat ke-3 tanpa tasyahud awal. Beberapa waktu kemudian makmum tau, ternyata imam sudah berdiri pada rakaat ke-3 tanpa tasyahhud awal. Kemudian makmumpun berdiri, dan tentu saja Missed Comunication tadi menyebabkan dia terlambat start membaca surat Al-fatihah. Nah, pada rakaat ke-3 ini makmum wajib :  menyelesaikan bacaan surat Al-Fatihah sampai tuntas, sekalipun pada rakaat ke-3 ini makmum jadi tertinggal dari imam sebanyak 3 rukun perbuatan.

Kasus ke-10

Makmum sedang pada pertengahan membaca surat Al-Fatihah, kemudian dia mendengar takbir. Dia tertipu, dikiranya itu takbir intiqal imam dari berdiri ke ruku. Kemudian dia ruku dan meninggalkan setengah bacaan Surat Al-Fatihah. Setelah dalam posisi ruku, kemudian dia sadar bahwa dia sudah tertipu dan Imam masih berdiriNah, pada kasus ini makmum wajib :  kembali kepada posisi berdiri dan wajib melanjutkan setengah bacaan surat Al-Fatihah yang tadi belum dibaca sampai tuntas. jika pada saat menyelesaikan setengah bacaan surat Al-Fatihah ini sang imam ruku, makmum wajib tetap berdiri menuntaskan bacaan surat Al-Fatihah sekalipun mengakibatkan tertinggal dari imam sebanyak 3 rukun perbuatan.

Kasus ke-11

Makmum yang dalam keadaan di posisi sujud kedua kemudian dia lupa bahwa dia itu sedang bermakmum. Dia tetap anteng dalam kelupaannya sampai kemudian imam sudah berpindah ke posisi ruku rokaat selanjutnya. Misalnya : Karena dia lupa, saat sujud tersebut dia santai saja membaca bacaan tasbih sebanyak 11 kali. Kemudian makmum tersebut ingat, kemudian berdiri. Sayangnya ketika dia berdiri, imam sudah ruku. Nah, pada kasus ini makmum wajib : menuntaskan Surat Al-Fatihah rakaat selanjutnya tersebut, sekalipun pada rokaat selanjutnya tersebut makmum menjadi tertinggal dari imam sebanyak 3 rukun perbuatan.

Kasus ke-12

Makmum yang ragu tentang durasi waktu yang dapat dia idrok bersama imam setelah takbirotul ihrom, “apakah durasi tersebut cukup untuk membaca surat Al-Fatihah atau tidak?” Nah, pada kasus ini makmum wajib : mengatasi keraguan tersebut dengan menuntaskan bacaan surat Al-Fatihah. Baca sampai tuntas, sekalipun dengan membacanya dapat mengakibatkan tertinggalnya makmum tersebut dari imam sebanyak 3 rukun perbuatan.

Kasus ke-13

Makmum yang bernadzar sebelum shalat untuk membaca surat tertentu pada shalat setelah surat Al-fatihah. Kemudian Imam turun melakukan ruku’ sebelum makmum menyelesaikan bacaan surat tertentu yang dinadzarkan tersebutNah, pada kasus ini makmum wajib : melanjutkan bacaan surat tertentu yang dinadzarkan tersebut. Sekalipun dengan menuntaskannya menyebabkan tertinggal dari imam sebanyak 3 rukun, shalatnya tidak batal karena udzur ini.

Kasus ke-14

Makmum yang ragu-ragu sebelum rukunya, sedangkan imam baru saja ruku. Dia ragu tentang huruf-huruf surat Al-Fatihah, “apakah dia mendatangkan semuanya atau ada salah satunya yang terlewat?” Nah, pada kasus ini makmum wajib : membaca 1 ayat yang hurufnya diragukan tersebut. Sekalipun dengan membaca ayat ini akibatnya makmum menjadi tertinggal 3 rukun perbuatan dari imam.

وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala senantiasa melimpahkan rahmat dan ridhaNya kepada Asy-Syaikh Al-Imam Al-'Alim Al-'Alamah Al-Fadhil Abu Abd Al-Mu'thi Muhammad Nawawi Ibn Umar Al-Jawi dan semoga semua ilmunya senantiasa bermanfaat bagi kita semua, aamiin. Penjelasan beliau sangat sering dijadikan referensi kami, baik untuk penulisan artikel baitussalam.web.id terlebih untuk amaliyah sehari-hari.

Daftar Pustaka

Al-Bantani, Syaikh Nawawi. Nihayah Az-Zain dan Kasyifah As-Saja. Maktabah Toha Putra.

Pengajian Dalam Rangka Memperingati Maulid Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam

Kamis, 28 Oktober 2021 - Baitussalam selenggarakan pengajian dalam rangka memperingati maulid Nabi Muhammad Shallallaahu Alaihi Wasallam bertempat di Majelis Ta'lim Baitussalam.

Pengajian rutin tahunan ini menghadirkan Ustadz Ade Kamil sebagai muballigh. 

Ust-Ade-Kamil-Acara-Peringatan-Maulid-Nabi-Muhammad-SAW-Baitussalam

Majelis-Taklim-Baitussalam-Peringati-Maulid-Nabi-Muhammad-SAW
Acara pengajian ini sekaligus acara penutup dari serangkaian kegiatan pengajian pada momentum peringatan maulid Nabi tahun ini, setelah sebelumnya pengajian serupa juga diselenggarakan di masjid Abu Baker Ash-Shiddieq dengan muballigh Ust Aded Aziz Nurzaman dan masjid Ar-Rauhana Perum Vania Regency dengan muballigh Ust Enjang dari Ciawi.

Semoga rangkaian acara pengajian dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW ini penuh berkah dan kita semua bisa mengambil hikmahnya sehingga menjadi sangat bermanfaat bagi kita semua.

Ziarah ke Makam Waliyullah Syekh Abdul Gharib

Dengan ziarah ke Makam Waliyullah Syekh Abdul Gharib Rahimahullah, Baitussalam perkenalkan situs islam bersejarah kepada santri cilik TPQ & MDT.
Syaikh Abdul Gharib adalah salah satu penyebar agama islam di indonesia, lebih tepatnya di wilayah tatar sunda. Menurut catatan sejarah, perjuangan beliau masih semasa dengan Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan. Bahkan termasuk sahabatnya.

Syaikh Abdul Gharib terlahir di kudus (1655 M/1076 H) pada masa kerajaan mataram. Pada usia 53 tahun (1708 M/1129H) beliau mendirikan pusat penyebaran agama islam, yaitu sebuah pondok pesantren yang kemudian masyarakat pada waktu itu menyebut kawasan tersebut sebagai "kampung pesantren" dan sekarang dikenal dengan kampung cibeas. Setelah 37 tahun menyebarkan agama islam di tempat tersebut kemudian beliau wafat pada usia 90 tahun (1745 M/1165 H). 

Tempat inipun sekarang menjadi tempat karomah yang banyak diziarahi kaum muslimin dari berbagai pelosok negeri. Umumnya peziarah dari tempat ini melanjutkan safar berziarah ke makam Syekh Abdul Muhyi Pamijahan, atau sebaliknya.

Semoga wisata religi kali ini penuh berkah.. aamiin

Rumus Past Future Perfect Continuous Tense : S + Would + Have + Been + Verb1-ing

Rumus Past Future Perfect Continuous Tense : S + Would + Have + Been + Verb1-ing. Past Future Perfect Continuous Tense adalah rumus ke-16 dari 16 rumus tenses tata bahasa inggris modern dan merupakan rumus ke-4 dari 4 rumus Past Future Tense.

  1. Simple Past Future Tense
  2. Past Future Continuous Tense
  3. Past Future Perfect Tense
  4. Past Future Continuous Tense

Trending topic Past Future Perfect Continuous Tense ada di waktu “past”. Imajinasinya di waktu past berpetualang jauh ke waktu future dan proccesing di waktu future, tapi future yang dimaksud adalah future dari perspektif waktu past, bukan future dari perspektif waktu present. Sedangkan orang yang berbicaranya saat menggunakan rumus kalimat ini sudah berada pada waktu “present”.

Jadi Past Future Perfect Tense ini adalah Future Perfect Tense Versi Past (Lawas). Oleh karena itu untuk memahami tenses jenis ini, kita perlu memahami Future Perfect Continuous Tense terlebih dahulu. 

Berikut ini adalah perbedaan antara Future Perfect Continuous Tense vs Past Future Perfect Continuous Tense :

  • Waktu. Future Perfect Continuous Tense diimajinasikan di waktu present untuk processing dan menyelesaikan prosesnya aksinya atau runtutan kejadiannya di waktu future, tapi penggunaan rumus kalimatnya dinyatakan di waktu present. Sedangkan Past Future Perfect Continuous Tense diimajinasikan di waktu past untuk bisa diselesaikan proses aksinya atau finish step by step kejadiannya di waktu future versi lawas, tapi rumus kalimat ini diucapkannya di waktu present.
  • Topik. Topik pembahasan Future Perfect Continuous Tense masih bersifat imajinatif karena orang yang membahasnya belum sampai ke waktu finishing verb atau peristiwa yang diharapkannya. Sedangkan topik pembahasan Past Future Perfect Continuous Tense sudah tidak lagi bersifat imajinatif karena step by step aksi atau runtutan peristiwanya sudah bisa dicurhatkan kepada pak lurah.
  • Rumus. Rumus Future Perfect Continuous Tense menggunakan modal auxiliary verb "Will/Shall", sedangkan Past Future Perfect Comtinuous Tense menggunakan "Would/Should"

Rumus Past Future Perfect Continuous Tense : S + Would + Have + Been + Verb1-ing

  • (+) Subject + Should/Would + Have + Been + Verb1-ing
  • (-) Subject + Should/Would + Not + Have + Been + Verb1-ing
  • (?) Should/Would + Subject + Have + Been + Verb1-ing
Have" secara asal adalah verb (kata kerja) bentuk present yang termasuk primary auxiliary verb. Secara kosa kata, "have" ini memiliki arti "mempunyai". Tapi itu jika have diposisikan dalam kalimat sebagai main verb. Jika posisinya menjadi auxiliary verb seperti diposisikan pada rumus kali ini, "have" tidak memiliki arti sendiri. Makna yang ada adalah makna yang lahir dari hasil perkawinannya dengan "Been".

"Been" adalah to be pengganti "Be" dalam wujud perfect. Jika tidak dirangkai dengan Have "Have+Been" to be ini tidak memiliki makna, tapi sekalipun sendirian dilalahnya tetap ada yaitu yadullu alal perfect. Membantu menunjukan "ke-perfect-an" verb atau peristiwa yang  terjadi. 

Verb yang dipergunakan adalah "verb1"(bentuk present) sebagaimana rumus future pada umumnya, kecuali perfect tensenya. Tapi juga dengan tambahan "-ing" sebagaimana rumus continuous pada umumnya yang mengandung makna "processing".

"Would" dan "Should" adalah bentuk past dari "Will" dan "Shall" yang keduanya biasa dipergunakan dan diformulasikan pada formasi semua rumus Future Tense (Simple Future Tense, Future Continuous Tense, Future Perfect Tense dan Future Perfect Continuous Tense). Itu karena memang semua rumus Past Future Tense adalah merupakan versi lawas dari Future Tense.

Keberadaan "Would" dan "Should" pada rumus ini mengindikasikan bahwa keinginan tersebut diinginkan di masa lalu. Berbeda dengan ketika yang digunakan adalah "Will" dan "Shall" yang mengindikasikan bahwa keinginan diinginkan di waktu present.

Pilih "Would" atau "Should"? Lebih baik menggunakan rumus S + Would + Have + Be en + Verb1-ing atau rumus S + Should + Have + Been + Verb1-ing?

Baik "Would" maupun "Should" sebenarnya memiliki arti yang sama, yaitu : "akan". Perbedaannya adalah :
  • Konteksnya. dimana "Would" lebih fleksibel, cocok untuk segala situasi dan kondisi. Sedangkan "Should" biasanya dipergunakan untuk tulisan atau percakapan yang lebih formal, misalnya : untuk penulisan karya ilmiah, untuk menyatakan janji suci di depan Kitab Suci, janji di surat perjanjian hibah bantuan dana pemerintah kepada, janji kepada Pak Ustadz, laporan kepada komandan upacara, percakapan dengan orang yang dihormati, dan lain sebagainya yang lebih formal dan lebih serius.
  • Subjectnya. Dimana "Would" bisa dipergunakan untuk semua subject, yaitu : I, We, You, He, She, They dan It. Sedangkan "Should" hanya boleh dipergunakan untuk subject : I dan We. 
Oleh karena itu Rumus Past Future Perfect Continuous Tense dengan formasi : S + Would + Have + Been + Verb1-ing lebih fleksibel secara konteks dan fungsinya. Sehingga rumus ini lebih disukai bagi semua pengguna di seluruh dunia daripada rumus S + Should + Have + Been +Verb1-ing

Contoh Kalimat : 
(+) Subject + Should/Would + Have + Been + Verb1-ing
  • I Would have been studying here for two years by last July if I was not busy  (saya akan sudah belajar di sini selama dua tahun menjelang bulan juli lalu, seandainya saya tidak sibuk)
  • She Would have been studying here for two years by last July  if she was not sick (dia akan sudah belajar di sini selama dua tahun menjelang bulan juli lalu, seandainya dia tidak sakit) 
(-) Subject + Should/Would + Not + Have + Been + Verb1-ing
  • I Would not have been studying here for two years by last July if i was not bussy (saya tidak akan sudah belajar di sini selama dua tahun menjelang bulan juli lalu, seandainya saya tidak sibuk) 
  • She Would not have been studying here for two years by last July if she was not sick (dia tidak akan sudah belajar di sini selama dua tahun menjelang bulan juli lalu seandainya dia tidak sakit) 
(?) Should/Would + Subject + Have + Been + Verb1-ing
  • Would You have been studying here for two years by last July if i was not bussy ? (apakah anda akan sudah belajar di sini selama dua tahun menjelang bulan juli lalu  seandainya saya tidak sibuk?) 
  • Would She have been studying here for two years by last July if she was not sick? (apakah dia akan sudah belajar di sini selama dua tahun menjelang bulan juli lalu seandainya dia tidak sakit?) 

Rumus Past Future Perfect Tense : S + Should/Would + Have + Been/Verb3

Rumus Past Future Perfect Tense : S + Should/Would + Have + Been/Verb3. Past Future Perfect Tense adalah rumus ke-15 dari 16 rumus tenses tata bahasa inggris modern dan merupakan rumus ke-3 dari 4 rumus Past Future Tense. 

  1. Simple Past Future Tense
  2. Past Future Continuous Tense
  3. Past Future Perfect Tense
  4. Past Future Continuous Tense

Trending topic Past Future Perfect Tense ada di waktu “past”. Imajinasinya di waktu past melambung jauh ke momentum titik akhir aksi atau peristiwa di waktu future, tapi future yang dimaksud adalah future dari perspektif waktu past, bukan future dari perspektif waktu present. Sedangkan orang yang berbicaranya saat menggunakan rumus ini sudah berada pada waktu “present”.

Jadi Past Future Perfect Tense ini adalah Future Perfect Tense Versi Past (Lawas). Oleh karena itu untuk memahami tenses jenis ini, kita perlu memahami Future Perfect Tense terlebih dahulu. 

Berikut ini adalah perbedaan antara Future Perfect Tense vs Past Future Perfect Tense :

  • Waktu. Future Perfect Tense diimajinasikan di waktu present untuk bisa diselesaikan aksinya atau finish peristiwanya di waktu future, tapi penggunaan rumus kalimatnya dinyatakan di waktu present. Sedangkan Past Future Perfect Tense diimajinasikan di waktu past untuk bisa diselesaikan aksinya atau finish peristiwa terjadinya di waktu future versi lawas, tapi rumus kalimat ini pernyataannya di waktu present.
  • Topik. Topik pembahasan Future Perfect Tense masih bersifat imajinatif karena orang yang membahasnya belum sampai ke waktu penyelesaian yang diharapkannya. Sedangkan topik pembahasan Past Future Perfect Tense sudah tidak lagi bersifat imajinatif karena hasil aksi atau akhir peristiwanya sudah bisa dicurhatkan kepada teman-teman. 
  • Rumus. Rumus Future Perfect Tense menggunakan modal auxiliary verb "Will/Shall", sedangkan Past Future Perfect Tense menggunakan "Would/Should"

Rumus Past Future Perfect Tense : S + Should/Would + Have + Been/Verb3

  • Nominal : S + Should/Would + Have + Been
  • Verbal : S + Should/Would + Have + Verb3
Kedua rumus ini menggunakan "Would/Should + Have". Perbedaan formasinya hanya pada :
  • Nominal menggunakan "Been"
  • Verbal menggunakan "Verb3"
Yang akan dibahas lebih awal adalah kombinasi "Would/Should + Have". Sedangkan mengenai "Been" dan "Verb3" akan dibahas pada masing-masing pembahasan kalimatnya.

"Would" dan "Should" adalah bentuk past dari "Will" dan "Shall" yang keduanya biasa dipergunakan dan diformulasikan pada formasi semua rumus Future Tense (Simple Future Tense, Future Continuous Tense, Future Perfect Tense dan Future Perfect Continuous Tense). Itu karena memang semua rumus Past Future Tense adalah merupakan versi lawas dari Future Tense.

Keberadaan "Would" dan "Should" pada rumus ini mengandung makna bahwa rencana tersebut direncanakan di masa lalu. Berbeda dengan ketika yang digunakan adalah "Will" dan "Shall" yang mengandung makna bahwa rencana direncanakan di waktu present.

"Have" secara asal adalah verb (kata kerja) bentuk present yang termasuk primary auxiliary verb. Secara kosa kata, "have" ini memiliki arti "mempunyai". Tapi itu jika have diposisikan dalam kalimat sebagai main verb. Jika posisinya menjadi auxiliary verb seperti diposisikan pada rumus kali ini, "have" tidak memiliki arti sendiri. Makna yang ada adalah makna yang lahir dari perkawinannya dengan "Been" atau "Verb3" Have + Been/Verb 3 : harus sudah hasil/selesai peristiwa/pekerjaannya".

1).Nominal : S + Would/Should + Have + Been
  • (+) Subject + Should/Would + Have + Been
  • (-) Subject + Should/Would + Not + Have + Been
  • (?) Should/Would + Subject + Have + Been
“Been” adalah to be atau “be” dalam bentuk past participle (verb3). Dalam pembahasan tenses “been” ini menunjukkan perfect. Lihat : Fungsi 6 Jenis To Be (am, is, are, was, were dan been)

Contoh Kalimat
(+) Subject + Should/Would + Have + Been
  • I would have been in my home before you came yesterday (saya akan sudah di rumah saya sebelum anda datang kemarin)
(-) Subject + Should/Would + Not + Have + Been
  • I would have been in my home before you came yesterday (saya akan sudah di rumah saya sebelum anda datang kemarin)
(?) Should/Would + Subject + Have + Been
  • I would have been in my home before you came yesterday (saya akan sudah di rumah saya sebelum anda datang kemarin)

2).Verbal : S + Would/Should + Have + Verb3
  • (+) Subject + Should/Would + Have + Verb3
  • (-) Subject + Should/Would + Not + Have + Verb3
  • (?) Should/Would + Subject + Have + Verb3
"Verb3" adalah kata kerja bentuk perfect. Jadi ketika kita menggunakan bentuk verb ini, yang kita bahas dalam kalimat adalah aksi yang selesai.

Contoh Kalimat
(+) Subject + Should/Would + Have + Verb3
  • I would have came to your home if you had invited him (dia akan sudah datang ke rumahmu jika kamu sudah mengundangnya kemarin)
(-) Subject + Should/Would + Not + Have + Verb3
  • I would have not came to your home if you had invited him (dia akan sudah datang ke rumahmu jika kamu sudah mengundangnya kemarin)
(?) Should/Would + Subject + Have + Verb3
  • I would have came to your home if you had invited him (dia akan sudah datang ke rumahmu jika kamu sudah mengundangnya kemarin)

Penggunaan

Untuk menyatakan suatu aksi yang pernah direncanakan atau suatu kondisi yang pernah diharapkan di waktu past dan sudah ada hasilnya sebelum rumus kalimat ini diucapkan.
  • I would have been in my home before you came yesterday (saya akan sudah di rumah saya sebelum anda datang kemarin)
  • I would have gone before You came yesterday (saya akan sudah pergi sebelum anda datang kemarin)
Untuk menyatakan suatu pengandaian diwaktu past yang diandaikan tercapai sebelum rumus kalimat ini keluar dari mulutnya (conditional sentence).
  • I would have been at your home if you had invited me yesterday (aku akan sudah di rumahmu jika kamu sudah mengundangku kemarin)
  • I would have came to your home if you had invited him (dia akan sudah datang ke rumahmu jika kamu sudah mengundangnya kemarin)
Pilih "Would" atau "Should"? Lebih baik menggunakan rumus S + Would + Have + Be en/Verb3 atau rumus S + Should + Have + Been/Verb3?

Baik "Would" maupun "Should" sebenarnya memiliki arti yang sama, yaitu : "akan". Letak perbedaannya adalah :
  • Konteksnya. dimana "Would" lebih fleksibel, cocok untuk segala situasi dan kondisi. Sedangkan "Should" biasanya dipergunakan untuk tulisan atau percakapan yang lebih formal, misalnya : untuk penulisan karya ilmiah, untuk menyatakan janji di surat perjanjian hibah bantuan dana pemerintah, laporan kepada komandan upacara, percakapan dengan orang yang dihormati, dan lain sebagainya yang lebih formal dan lebih serius.
  • Subjectnya. Dimana "Would" bisa dipergunakan untuk semua subject, yaitu : I, We, You, He, She, They dan It. Sedangkan "Should" hanya boleh dipergunakan untuk subject : I dan We. 
Oleh karena itu Rumus Past Future Perfect Tense dengan formasi : S + Would + Have + Been/Verb3 lebih fleksibel dilihat dari aspek konteks dan fungsinya. Sehingga rumus ini lebih user friendly bagi semua pengguna di seluruh dunia daripada rumus S + Should + Have + Been/Verb3

Rumus Past Future Continuous Tense : S + Should/Would + Be + Verb1-ing

Rumus Past Future Continuous Tense : S + Should/Would + Be + Verb1-ing. Past Future Continuous Tense merupakan rumus ke-14 dari 16 rumus tenses tata bahasa inggris modern dan rumus ke-2 dari 4 rumus Past Future Tense. 

  1. Simple Past Future Tense
  2. Past Future Continuous Tense
  3. Past Future Perfect Tense
  4. Past Future Continuous Tense

Trending topic Past Future Continuous Tense ada di waktu “past”. Imajinasinya di waktu past melesat ke waktu future dan processing di waktu future, tapi future yang dimaksud adalah future dari perspektif waktu past, bukan future dari perspektif waktu present. Sedangkan orang yang berbicaranya tetap berada pada waktu “present”.

Jadi Past Future Continuous Tense ini adalah Future Continuous Tense Versi Past (Lawas). Oleh karena itu untuk memahami tenses jenis ini, kita perlu memahami Future Continuous Tense terlebih dahulu. 

Berikut ini adalah perbedaan antara Future Continuous Tense vs Past Future Continuous Tense :

  • Waktu. Future Continuous Tense diimajinasikan di waktu present untuk dilakukan processing aksinya atau proses terjadi peristiwanya di waktu future, tapi pernyataannya dinyatakan di waktu present. Sedangkan Past Future Continuous Tense diimajinasikan di waktu past untuk dilakukan processing aksinya atau proses terjadi peristiwanya di waktu future versi lawas, tapi dinyatakan pernyataannya di waktu present.
  • Topik. Topik pembahasan Future Continuous Tense masih bersifat imajinatif karena orang yang membahasnya belum sampai ke waktu proses pelaksanaan. Sedangkan topik pembahasan Past Future Continuous Tense sudah tidak lagi bersifat imajinatif karena sudah bisa ceritakan kronologi aksi atau runtutan peristiwa step by stepnya.
  • Rumus. Rumus Future Continuous Tense menggunakan modal auxiliary verb "Will/Shall", sedangkan Past Future Continuous Tense menggunakan "Would/Should"

Rumus Past Future Continuous Tense : S + Should/Would + Be + Verb1-ing

  • (+) Subject + Should/Would + Be + Verb1-ing
  • (-) Subject + Should/Would + Not + Be + Verb1-ing
  • (?) Should/Would + Subject + Be + Verb1-ing
Kehadiran "Verb" dan "Be" pada formasi rumus ini adalah sebagai pertanda bahwa ini adalah kalimat verbal.

Kali ini "Be" hadir lagi dengan wujud aslinya bukan jelmaannya (am, is, are, was, were, dan been). Wujud aslinya ini sebenarnya adalah Verb 1 Infinitive To. Lihat : Fungsi 6 Jenis To Be (am, is, are, was, were dan been)

Tentunya kehadiran "Be" dengan wujud aslinya ini membawa misi khusus, idealnya begitu. Atau setidaknya sangat dibutuhkan kehadiran wujud aslinya.
Ini ibarat kepala sekolah turun tangan sendiri memberikan pengajaran terhadap peserta didik, padahal tenaga pengajar tidak kurang. Bisa jadi itu karena kepala sekolah ada misi khusus, atau karena semua tenaga pengajar yang ada di bawah kepemimpinannya kurang bisa berperan sesuai tugas pokok dan fungsinya sebagai pengajar.
Apa fungsinya? hal ini karena am is are was were been tidak memiliki makna yang dibutuhkan rumus ini. "Be" dengan wujud aslinya yang verb1 (bentuk present) ini memiliki arti "menjadi", dan ini dibutuhkan sebagai penegasan perubahan hasil di waktu present dari aksi yang direncanakan atau diharapkan terjadi di waktu past. Bukankah "Be" memiliki "Been"? Tidak mungkin menggunakan been karena been itu verb3 (bentuk perfect). Maka pada rumus ini yang diformulasikan harus "Be" (to be verb bentuk present penyumbang makna "menjadi") bukan been, bukan to be present (am is are) dan bukan to be lainnya dalam bentuk past (was dan were)

Verb yang dipergunakan adalah "verb1"(bentuk present) sebagaimana rumus future pada umumnya, kecuali perfect tensenya. Tapi juga dengan tambahan "-ing" sebagaimana rumus continuous pada umumnya yang mengandung makna "processing".

"Would" dan "Should" adalah bentuk past dari "Will" dan "Shall" yang keduanya biasa dipergunakan dan diformulasikan pada formasi semua rumus Future Tense (Simple Future Tense, Future Continuous Tense, Future Perfect Tense dan Future Perfect Continuous Tense). Itu karena memang semua rumus Past Future Tense adalah merupakan versi lawas dari Future Tense.

Keberadaan "Would" dan "Should" pada rumus ini mengindikasikan bahwa keinginan tersebut diinginkan di masa lalu. Berbeda dengan ketika yang digunakan adalah "Will" dan "Shall" yang mengindikasikan bahwa keinginan diinginkan di waktu present.

Pilih "Would" atau "Should"? Lebih baik menggunakan rumus S + Would + Be + Verb1-ing atau rumus S + Should + Be + Verb1-ing?

Baik "Would" maupun "Should" memiliki arti yang sama, yaitu : "akan". Perbedaannya adalah :
  • Konteksnya. dimana "Would" lebih fleksibel, cocok untuk segala situasi dan kondisi. Sedangkan "Should" biasanya dipergunakan untuk tulisan atau percakapan yang lebih formal, misalnya : untuk penulisan karya ilmiah, untuk menyatakan janji di surat perjanjian hibah bantuan dana pemerintah, laporan kepada komandan upacara, percakapan dengan orang yang dihormati, dan lain sebagainya yang lebih formal dan lebih serius.
  • Subjectnya. Dimana "Would" bisa dipergunakan untuk semua subject, yaitu : I, We, You, He, She, They dan It. Sedangkan "Should" hanya boleh dipergunakan untuk subject : I dan We. 
Oleh karena itu Rumus Past Future Continuous Tense dengan formasi : S + Would + Be + Verb1-ing lebih fleksibel secara kontekstual dan fungsinya. Sehingga rumus ini lebih user friendly bagi semua pengguna di seluruh dunia daripada rumus S + Should + Be +Verb1-ing

Contoh Kalimat :
(+) Subject + Should/Would + Be + Verb1-ing
  • I should be writing….
  • She would be writing…..
(-) Subject + Should/Would + Not + Be + Verb1-ing
  • I should not be writing….
  • She would not be writing…..
(?) Should/Would + Subject + Be + Verb1-ing
  • should I be writing….. ?
  • would She be writing….. ?

Penggunaan

Suatu perbuatan atau peristiwa yang akan berlangsung selama jangka waktu tertentu pada waktu future versi past. 
  • I would be writing an article at this time last night (saya akan sedang menulis sebuah atrikel pada saat ini malam tadi)
Suatu perbuatan atau peristiwa yang akan sedang berlangsung pada waktu lampau, yang biasa dipergunakan di dalam indirect speech. Biasanya diawali dengan “said” atau "told".
  • My Father said My Mother would be going to Tasikmalaya on Friday last week (Bapak saya berkata Ibu saya akan sedang pergi ke Tasikmalaya pada hari jum’at pekan lalu)