Sunatkah Melisankan Niat Sebelum Takbirotul Ihrom? - 4 Madzhab : Syafi'i, Hanbali, Maliki, Hanafi. - BAITUSSALAM

Sunatkah Melisankan Niat Sebelum Takbirotul Ihrom? - 4 Madzhab : Syafi'i, Hanbali, Maliki, Hanafi.

Fiqih 4 Madzhab : Sunatkah Melisankan Niat Sebelum Takbirotul Ihrom? Ya, Sunat Menurut Madzhab Syafi’i. Bagaimana menurut Madzhab Hanafi, Maliki & Hanbali?

Madzhab Syafi’I & Hanbali

Tidak ada ikhtilaf di kalangan Ulama Syafi’iyah, semuanya mengatakan bahwa pengucapan niat sebelum takbirotul ihrom hukumnya sunat. Berikut ini penjelasan 4 Muharrir Madzhab Syafi'i :
  1. “Sesungguhnya niat yang diperhitungkan berhubungan dengan hati, dan adapun mengucapkannya dengan lisan sebelum takbirotul Ihrom hukumnya adalah mahbub.” [Imam Rafi’I, Al-Muharror Hal 31]
  2. “Niat itu dengan hati. Mengucapkan sebelum takbirotul ihrom, yundabu/mandub.” [Imam Nawawi, Minhaj Ath-Thalibin Hal 96]
  3. “Hati adalah tempatnya, maka tidak wajib mengucapkannya.” [Imam Ramli, Nihayah Al-Muhtaj Juz 1 Hal 450]
  4. “Niat itu dengan hati berdasarkan ijma pada bab shalat dan pada bab lain yang niat disyari’atkan di dalamnya. Karena niat adalah qasdhu/maksud, dan maksud itu tidak ada kecuali dengan hati, maka tidak cukup pengucapan dengan lisan disertai ghaflah/tidakhadirhati dan tidak jadi madharat jika yang diucapkan oleh lisan mukhalafah dengan maksud yang ada di dalam hati. Dan yundabu/mandub mengucapkan terhadap perkara yang diniatkan sebelum takbirotul ihrom, supaya lisan menopang hati dan dalam rangka khuruj min khilaf terhadap pendapat ulama yang mewajibkannya sekalipun pendapat mewajibkan pengucapan niat adalah Syadz.” [Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfah Al-Muhtaj Juz 2 Hal 12]
Hanabilah ittifaq dengan Syafi'iyah perihal hukum melisankan niat sebelum takbirotul ihrom, yaitu sunat. Sekalipun perbedaan tetap ada pada aspek lainnya, yaitu pada momentum meniatkannya di dalam hati, dimana Hanabilah tidak mewajibkan membersamakan peniatannya dengan takbirotul ihrom. Berikut ini penjelasan yang kami nuqil dari kitab perbandingan madzhab :
يسن أن يتلفظ بلسانه بالنية، كأن يقول بلسانه أصلي فرض الظهر مثلاً، لأن في ذلك تنبيهاً للقلب، فلو نوى بقلبه صلاة الظهر، ولكن سبق لسانه فقال: نويت أصلي العصر فإنه لا يضر، لأنك قد عرفت أن المعتبر في النية إنما هو القلب، النطق باللسان ليس بنية، وإنما هو مساعد على تنبيه القلب، فخطأ اللسان لا يضر ما دامت نية القلب صحيحة، وهذا الحكم متفق عليه عند الشافعية والحنابلة
"Disunatkan mushalli mentalafudzkan dengan lisannya terhadap niat, seperti dia mengucapkan dengan lisannya أُصَلِّيْ فَرْضَ الظُّهْرِ misalnya. Karena sesungguhnya pada itu terdapat tanbih/pengingat bagi hati. Jika dia berniat dengan hatinya terhadap shalat dzuhur, tetapi lisannya keceplosan kemudian dia mengucapkan نَوَيْتُ أُصَلِّي فَرْضَ الْعَصْرِ maka sesungguhnya itu tidak menjadi madharat, karena sesungguhnya anda sudah tahu dari penjelasan sebelumnya bahwasanya yang dijadikan perhitungan pada niat hanyalah hati. Mengucapkan dengan lisan bukanlah niat, hanya saja pengucapan tersebut menjadi pembantu untuk mengingatkan hati. Sehingga kesalahan lisan tidaklah memadharatkan selagi niat di hatinya benar. Hukum ini statusnya muttafaq alaih di kalangan ulama Syafi'iyah dan Hanabilah." [Syaikh Abdurrohman Jabir Al-Jaza'iri, Al-Fiqh Ala Madzahib Al-Arba'ah Jilid 1 Halaman 195]

Kesimpulan Syafi'iyah & Hanabilah : Mentalafudzkan / Melisankan niat hukumnya sunat, ittifaq dengan Madzhab Syafi’i. karena itu bisa menjadi tanbihan lil qalbi/pengingat bagi hati.

Loh katanya ittifaq, tidak ada ikhtilaf, tapi kok sebagian mengatakan mahbub, sebagian mengatakan mandub, sebagian mengatakan masnun, sebagian mengatakan tidak wajib. Ini yang benar yang mana sih? Itu semuanya benar, karena dalam Madzhab Syafi’I dan Madzhab Hanbali : sunatmandub dan mustahab merupakan lafadz-lafadz yang berbeda akan tetapi memiliki makna yang sama yaitu "sunat (sebagaimana yang sudah kami bahas sebelumnya)

Madzhab Maliki & Hanafi

المالكية، والحنفية قالوا: إن التلفظ بالنية ليس مشروعاً في الصلاة، الا إذا كان المصلي موسوساً، على أن المالكية قالوا: إن التلفظ بالنية خلاف الأولى لغير الموسوس، ويندب للموسوس. الحنفية قالوا: إن التلفظ بالنية بدعة، ويستحسن لدفع الوسوسة
"Malikiyah dan Hanafiyah berkata : sesungguhnya talaffudz terhadap niat bukanlah yang disyari'atkan pada shalat, kecuali jika keadaan mushalli adalah orang yang was-was. Berdasarkan bahwasanya Malikiyah berkata : sesungguhnya talaffudz terhadap niat adalah khilaful aula bagi selain orang yang was-was, dan dimandubkan bagi orang yang was-was. Hanafiyah berkata : sesungguhnya talaffudz terhadap niat adalah bid'ah dan yustahsan karena dapat menolak was-was." [Syaikh Abdurrohman Jabir Al-Jaza'iri, Al-Fiqh Ala Madzahib Al-Arba'ah Jilid 1 Halaman 195]

Kesimpulan Malikiyah : Mentalafudzkan / Melisankan niat tidak disyari’atkan pada shalat, hukum asalnya khilaful aula. Kecuali jika kondisi mushalli adalah orang yang was-was. Jika mushalli orang yang berpenyakit was-was maka hukumnya mandub.

Kesimpulan Hanafiyah : Mentalafudzkan / Melisankan niat tidak disyari’atkan pada shalat, hukum asalnya bid’ah. Kecuali jika kondisi mushalli adalah orang yang was-was. Jika mushalli orang was-was maka hukumnya yustahsan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah ikut berpartisifasi
Komentar anda akan segera kami balas