Memandikan Jenazah : Tim Teknis, Peralatan, Persiapan, Tata Cara, Setelah Dimandikan - BAITUSSALAM

Memandikan Jenazah : Tim Teknis, Peralatan, Persiapan, Tata Cara, Setelah Dimandikan

Memandikan Jenazah : Tim Teknis, Peralatan, Persiapan, Tata Cara, Setelah Dimandikan, Pertanyaan.

Tim Teknis Memandikan Jenazah

Memandikan jenazah hukumnya fardhu kifayah, sehingga tidak apa-apa ditunaikan secara teknis pelaksanaannya oleh beberapa orang. Idealnya dibentuk tim teknis. Sebaiknya SDM juga diperhatikan, agar tidak salah pada proses pelaksanaannya. 
  • 1 Orang pelaku utama : Sebaiknya direkrut dari keluarga jenazah yang paling dekat dan paling menyayangi jenazah semasa hidupnya. Tujuannya agar memandikannya menggunakan perasaan sehingga meminimalisir terjadinya gegabah atau asal-asalan dalam menggosok atau memindahkan badan jenazah. Jenis kelaminnya juga penting disesuaikan. Tujuannya adalah untuk menjaga privasi aurat jenazah dan agar menjamin proses memandikannya tidak menggunakan syahwat, karena sekalipun sudah mati auratnya tetap haram dilihat.
  • 1 atau 2 Orang pembantu pelaku utama terutama dalam hal mempersiapkan logistik pada proses memandikan : mendekatkan air, membantu mengubah posisi jenazah, menahan tubuh jenazah, dsb. Secara latar belakang, orang ini sebaiknya juga dipilih dari antara keluarga terdekat dan yang berjenis kelamin sama. Kriterianya sama dengan pelaku utama.
  • 1 Orang pembimbing yang secara SDM memahami dan mampu memastikan bahwa cara memandikan sesuai dengan tuntunan agama islam. Biasanya ustadz/ustadzah/toko. Sebaiknya jenis kelamin juga disesuaikan untuk pembimbing : Jika jenazah laki-laki, sebaiknya ustadz yang dipilih. Jika jenazah perempuan, ya ustadzah yang mengatur.
Kriteria Tim Teknis
Orang yang berhak menjadi tim teknis memandikan jenazah menurut madzhab syafii : 
قَالَ أَصْحَابُنَا الْأَصْلُ فِي غُسْلِ الْمَيِّتِ أَنْ يُغَسِّلَ الرِّجَالُ الرِّجَالَ وَالنِّسَاءُ النِّسَاءَ
Menurut ashhab kami : "secara asal pada permasalahan memandikan jenazah adalah laki-laki memandikan jenazah laki-laki dan perempuan memandikan jenazah perempuan" (Lihat : Majmu Syarah Al-Muhaddab Jilid 5 Hal 113)

Istri boleh memandikan jenazah suami dengan syarat tidak melajur syahwat (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 151) begitu juga sebaliknya, dan sebagai langkah antisifatif penting ditunjang dengan peralatan yang memadai, penggunaan sarung tangan contohnya (Lihat : Fathul Muin Hal 45) tapi sekalipun tidak menggunakan sarung tanganpun hukum memandikannya tetap sah sekalipun wudhu orang yang memandikannya menjadi bathal versi pendapat Imam Qadhi Husain (Lihat : Majmu Syarah Muhaddab Jilid 5 Hal 117)

@Jenazah Laki-Laki

 فَإِنْ كَانَ الْمَيِّتُ رَجُلًا فَأَوْلَى النَّاسِ بِهِ أَوْلَاهُمْ بِالصَّلَاةِ عَلَيْهِ وَزَوْجَتُهُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ زَوْجَةٌ فَأَوْلَاهُمْ الْأَبُ ثُمَّ الْجَدُّ ثُمَّ الِابْنُ ثُمَّ ابْنُ الِابْنِ ثُمَّ الْأَخُ ثُمَّ ابْنُ الْأَخِ ثُمَّ الْعَمُّ ثُمَّ ابْنُ الْعَمِّ ثُمَّ عَمُّ الْأَبِ ثُمَّ ابْنُهُ ثُمَّ عَمُّ الْجَدِّ ثم ابنه ثم عم ابي الْجَدِّ ثُمَّ ابْنُهُ وَعَلَى هَذَا التَّرْتِيبِ وَإِنْ كَانَ لَهُ زَوْجَةٌ جَازَ لَهَا غُسْلُهُ بِلَا خِلَافٍ عِنْدَنَا وَبِهِ قَالَتْ الْأَئِمَّةُ كُلُّهَا إلَّا رِوَايَةً عَنْ أَحْمَدَ وَهَلْ تُقَدَّمُ عَلَى رِجَالِ الْعَصَبَاتِ فِيهِ الْوَجْهَانِ اللَّذَانِ ذَكَرَهُمَا الْمُصَنِّفُ وَهُمَا مَشْهُورَانِ (اصحهما) عند الاكثرين لا يقدم بَلْ يُقَدَّمُ رِجَالُ الْعَصَبَاتِ ثُمَّ الرِّجَالُ الْأَقَارِبُ ثُمَّ الْأَجَانِبُ ثُمَّ الزَّوْجَةُ ثُمَّ النِّسَاءُ الْمَحَارِمُ وَبِهَذَا قَطَعَ الْمُصَنِّفُ فِي التَّنْبِيهِ وَالْجُرْجَانِيُّ فِي التحرير (والثاني) تُقَدَّمُ الزَّوْجَةُ عَلَيْهِمْ وَصَحَّحَهُ الْبَنْدَنِيجِيُّ

Kemudian jika jenazah laki-laki, maka manusia yang lebih utama memandikannya adalah mereka yang lebih utama menshalatkannya di shaf depan dan istrinya. 
  • Jika jenazah tidak beristri maka yang lebih utama diantara mereka adalah : bapak >> kakek >> anak laki-laki >> cucu laki-laki dari anak laki-laki >> saudara laki-laki >> anak laki-laki dari saudara laki-laki >> paman >> anak laki-laki dari paman >> pamannya bapak >> anak laki-laki dari pamannya bapak >> pamannya kakek >> anak laki-laki dari pamannya kakek >> pamannya kakek buyut >> anak laki-laki dari pamannya kakek buyut. Dan mengikuti tertib antrian ini, 
  • jika jenazah laki-laki tersebut memiliki istri maka boleh istri tersebut memandikannya dengan tidak ada ikhtilaf di kalangan madzhab syafii. Dan demikian boleh para imam mujtahid semuanya berpendapat, kecuali satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal. 
Dan apakah secara tertib antrian keutamaan istri didahulukan terhadap rijalul ashabah? Pada masalah ini ada 2 wajah yang keduanya telah disebut oleh mushannif/Syaikh Asy-Syairazi dan keduanya masyhur : 
  1. wajah yang lebih shahih diantara keduanya di kalangan mayoritas ulama adalah tidak didahulukan, melainkan rijalul ashabah didahulukan >> rijalul aqarib >> rijalul ajanib >> istri >> perempuan-perempuan mahrom. Dan terhadap tertib antrian keutamaan tersebut mushannif juga telah memastikan penjelasannya dalam kitab At-Tanbih dan Imam Al-Jurjani dalam kitab At-Tahrir. 
  2. Wajah kedua adalah istri didahulukan secara antrian terhadap rijalul ashabah. Imam Al-Bandaniji telah menshahihkan wajah kedua ini. 
(Lihat : Majmu Syarah Al-Muhaddab Jilid 5 Hal 113)

@Jenazah Perempuan

إذَا مَاتَتْ امْرَأَةٌ لَيْسَ لَهَا زَوْجٌ غَسَّلَهَا النِّسَاءُ ذَوَاتُ الْأَرْحَامِ الْمَحَارِمِ كَالْأُمِّ وَالْبِنْتِ وَبِنْتِ الِابْنِ وَبِنْتِ الْبِنْتِ وَالْأُخْتِ وَالْعَمَّةِ وَالْخَالَةِ وَأَشْبَاهِهِنَّ ثُمَّ ذَوَاتُ الْأَرْحَامِ غَيْرِ الْمَحَارِمِ كَبِنْتِ الْعَمِّ وَبِنْتِ الْعَمَّةِ وَبِنْتِ الْخَالِ وَبِنْتِ الْخَالَةِ يُقَدَّمُ أَقْرَبُهُنَّ فَأَقْرَبُهُنَّ قَالَ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ وَغَيْرُهُ وَبَعْدَ هَؤُلَاءِ يُقَدَّمُ ذَوَاتُ الولاء
Jika mati seorang perempuan yang tidak memiliki suami, maka memandikannya dzawatul arham almaharim seperti : ibu >> anak perempuan >> cucu perempuan dari anak laki-laki >> cucu perempuan dari anak perempuan >> saudara perempuan >> bibi dari bapak >> bibi dari ibu >> dsb. Kemudian dzawatul arham ghairil maharim seperti : anak perempuan paman dari bapak >> anak perempuan bibi dari bapak >> anak perempuan paman dari ibu >> anak perempuan bibi dari ibu. Didahulukan yang paling dekat secara nasab dari antara mereka kemudian yang paling dekatnya lagi dst. Berkata Syaikh Abu Hamid dan lainnya : dan setelah mereka semua didahulukanlah dzawatul wila >> perempuan ajnabiyah
قَالَ الْبَغَوِيّ وَغَيْرُهُ فَإِنْ اجْتَمَعَ امْرَأَتَانِ كُلُّ وَاحِدَةٍ ذَاتُ رَحِمٍ مَحْرَمٍ فَأَوْلَاهُمَا مَنْ هِيَ فِي مَحَلِّ الْعُصُوبَةِ لَوْ كَانَتْ ذَكَرًا فَتُقَدَّمُ الْعَمَّةُ عَلَى الْخَالَة
Imam Al-Baghawi dan lainnya telah berkata : kemudian jika berkumpul 2 perempuan yang masing-masingnya masuk kategori dzatu rahmin mahrom, maka yang paling utama diantara keduanya adalah dia yang masuk level perempuan penerima ashabah jika dia diciptakan sebagai laki-laki, maka dengan demikian didahulukanlah bibi dari bapak terhadap bibi dari ibu.

@Jika Tidak Ada Calon Tim Teknis, Kecuali Ajnabi/Ajnabiyah
إذَا مَاتَ رَجُلٌ وَلَيْسَ هُنَاكَ إلَّا امْرَأَةٌ أَجْنَبِيَّةٌ أَوْ امْرَأَةٌ وَلَيْسَ هُنَاكَ إلَّا رَجُلٌ أَجْنَبِيٌّ فَفِيهِ ثَلَاثَةُ أَوْجُهٍ (أَصَحُّهَا) عِنْدَ الْجُمْهُورِ يُيَمَّمُ وَلَا يُغَسَّلُ وبهذا قطع المصلح فِي التَّنْبِيهِ وَالْمَحَامِلِيُّ فِي الْمُقْنِعِ وَالْبَغَوِيُّ فِي شرح السنة وغيرهم وصححه الرواياتي والرفعي وَآخَرُونَ وَنَقَلَهُ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ وَالْمَحَامِلِيُّ وَالْبَنْدَنِيجِيّ وَصَاحِبُ الْعُدَّةِ وَآخَرُونَ عَنْ أَكْثَرِ أَصْحَابِنَا أَصْحَابِ الْوُجُوهِ وَنَقَلَهُ الدَّارِمِيُّ عَنْ نَصِّ الشَّافِعِيِّ وَاخْتَارَهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ لِأَنَّهُ تَعَذَّرَ غُسْلُهُ شَرْعًا بِسَبَبِ اللمس والنظر فييمم كما لو تعذرحسا (وَالثَّانِي) يَجِبُ غُسْلُهُ مِنْ فَوْقِ ثَوْبٍ وَيَلُفُّ الْغَاسِلُ عَلَى يَدِهِ خِرْقَةً وَيَغُضُّ طَرْفَهُ مَا امكنه فان اضطر الي النظر نظر قَدْرَ الضَّرُورَةِ صَرَّحَ بِهِ الْبَغَوِيّ وَالرَّافِعِيُّ وَغَيْرُهُمَا كَمَا يَجُوزُ النَّظَرُ إلَى عَوْرَتِهَا لِلْمُدَاوَاةِ وَبِهَذَا قَالَ الْقَفَّالُ وَنَقَلَهُ السَّرَخْسِيُّ عَنْ أَبِي طَاهِرٍ الزِّيَادِيِّ مِنْ أَصْحَابِنَا وَنَقَلَهُ صَاحِبُ الْحَاوِي عَنْ نَصِّ الشَّافِعِيِّ وَصَحَّحَهُ صَاحِبُ الْحَاوِي وَالدَّارِمِيُّ وَإِمَامُ الحرمين وَالْغَزَالِيُّ لِأَنَّ الْغُسْلَ وَاجِبٌ وَهُوَ مُمْكِنٌ بِمَا ذَكَرْنَاهُ فَلَا يُتْرَكُ (وَالثَّالِثُ) لَا يُغَسَّلُ وَلَا يُيَمَّمُ بَلْ يُدْفَنُ بِحَالِهِ حَكَاهُ صَاحِبُ الْبَيَانِ وَغَيْرُهُ وَهُوَ ضَعِيفٌ جِدًّا بَلْ بَاطِلٌ
Jika mati seorang laki-laki dan tidak ada disana kecuali perempuan ajnabiyah, atau jika mati seorang perempuan dan tidak ada disana kecuali laki-laki ajnabiy, maka dalam masalah ini ada 3 wajah : 
  1. wajah yang lebih shahih di kalangan jumhur ulama adalah ditayamumkan dan tidak dimandikan. Dan terhadap wajah ini telah memutuskan hukum : Imam Al-Mushlih dalam kitab At-Tanbih, Imam Al-Mahamili dalam kitab Al-Muqni, Imam Al-Baghawi dalam kitab Syarah As-Sunnah dsb. Telah menshahihkannya :  Imam Ar-Rauyani, Imam Ar-Rifa'i, dan banyak yang lainnya. Dan Syaikh Abu Hamid, Imam Al-Mahamili, Imam Al-Bandaniji, Shahibul Uddah dan banyak yang lainnya telah menuqil wajah ini dari mayoritas Ashhab Imam Syafii yang termasuk kategori ashhabul wujuh. Dan Imam Ad-Darimi telah menuqilnya dari nash Imam Syafii. Dan Ibnu Mundzir telah memilihnya, karena sesungguhnya sulit memandikan jenazah secara syara oleh sebab sentuhan dan penglihatan, maka ditayamumkan sepertihalnya jika ada kesulitan secara hissi.
  2. Wajib memandikannya dari atas kain penutup dan tim teknis memintalkan kain penyeka pada tangannya serta memejamkan pandangan sebisa mungkin. Maka jika darurat untuk melihat, boleh melihat seukuran darurat. Imam Al-Baghawi dan Imam Ar-Rafii dan selain mereka berdua menjelaskannya begitu, sepertihalnya dia boleh melihat aurat perempuan untuk keperluan pengobatan. Dan terhadap wajah ini telah berkata Imam Qafal. Imam As-Sarakhsi juga telah menuqil wajah ini dari Imam Abi Thahir Az-Zayadi dari antara Ashhab Imam Syafii. Pemilik kitab Al-Hawi juga telah menuqilnya dari nash Imam Syafii. Dan telah mentashhihnya pemilik kitab Al-Hawi, Imam Ad-Darimi, Imam Al-Haramain dan Imam Al-Ghazali. Hal ini karena sesungguhnya memandikan jenazah hukumnya wajib serta mungkin dapat dilakukan dengan cara yang sudah disebutkan, maka tidak boleh ditinggalkan.
  3. Tidak dimandikan dan tidak ditayamumkan, melainkan dikubur apa adanya pada kondisi tersebut. Pemilik kitab Al-Bayan dan yang lainnya telah menghikayatkan wajah ini. Wajah ini sangat dhaif dan bahkan bathil.
(Lihat : Al-Majmu Syarah Muhaddab Jilid 5 Hal 118-119)

Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar dalam Tuhfah Al-Muhtaj dan Imam Qalyubi dalam Hasyiyah Al-Qalyubi :

 فَإِنْ لَمْ يَحْضُرْ إلَّا أَجْنَبِيٌّ كَبِيرٌ وَاضِحٌ وَالْمَيِّتُ امْرَأَةٌ أَوْ أَجْنَبِيَّةٌ كَذَلِكَ وَالْمَيِّتُ رَجُلٌ يُمِّمَ الْمَيِّتُ فِي الْأَصَحِّ لِتَعَذُّرِ الْغُسْلِ شَرْعًا لِتَوَقُّفِهِ عَلَى النَّظَرِ وَالْمَسِّ الْمُحَرَّمِ

maka apabila tidak hadir kecuali laki-laki ajnabiy wadhih dan jenazahnya perempuan, atau ajnabiyah wadhihah dan jenazahnya laki-laki, maka jenazah ditayamumkan menurut qoul ashah, karena sulitnya proses memandikan secara syar'i karena tawaqqufnya proses tersebut pada sentuhan dan penglihatan yang diharamkan (Lihat : Tuhfah Al-Muhtaj Juz 3 Hal 109) 

فرع

لو أمكن من الأجنبي الغسل بلا مس ولا نظر وجب بناء على القول الأصح

Jika secara teknis pelaksanaan tim teknis yang semuanya terdiri dari ajnabiy tersebut dapat melakukan suatu proses pemandian tanpa sentuhan dan penglihatan, maka proses memandikan tanpa sentuhan dan penglihatan tersebut menjadi wajib dilakukan berdasarkan qaul yang ashah (Lihat : Hasyiyah Al-Qalyubi Ala Syarh Al-Mahalli Ala Al-Minhaj Juz 1 Hal 326)


فَإِنْ لَمْ يَكُنْ نِسَاءٌ أَصْلًا غَسَّلَهَا الْأَقْرَبُ فَالْأَقْرَبُ مِنْ رِجَالِ الْمَحَارِمِ عَلَى مَا سَبَقَ فِيمَا إذَا مَاتَ رَجُلٌ فَيُقَدَّمُ الْأَبُ ثُمَّ الْجَدُّ ثُمَّ الِابْنُ عَلَى التَّرْتِيبِ السَّابِقِ
Kemudian jika sama sekali tidak ada perempuan maka memandikannya laki-laki yang paling dekat secara nasab kemudian yang lebih dekatnya lagi dari antara para lelaki yang berstatus mahrom mengikutin urutan antrian yang lalu pada permasalahan jika mati seorang laki-laki, maka bapak >> kakek >> anak laki-laki dst mengikuti urutan tertib antrian yang telah lalu.

Kriteria-kriteria tersebut diatas dikenal dengan istilah "muqaddam bi ad-darjat". Jika ternyata mereka yang hadir dari para calon tim teknis tersebut sederajat, dan mereka berebut pamau-pamau, maka untuk seleksi selanjutnya menggunakan "muqaddam bi ash-shifat" yaitu 
  1. Al-Afqah : Orang yang paling memahami tatacara pelaksanaan memandikan jenazah menurut ilmu fiqih
  2. Al-Asann : Orang yang paling tua.
Alasan kriteria afqah lebih diprioritaskan dari pada asann adalah :
لِأَنَّ الْقَصْدَ هُنَا إحْسَانُ الْغُسْلِ وَالْأَفْقَهُ وَالْفَقِيهُ أَوْلَى بِهِ
Karena tujuannya pada bab memandikan ini adalah bagusnya memandikan. Dan untuk mencapai tujuan itu afqah dan faqih lebih diutamakan karena memahami tata caranya secara fiqih jenazah. (Lihat : Tuhfah Al-Muhtaj Juz 3 Hal 110)

Disyaratkan juga orangnya pada semua kriteria muqaddam di atas :
  • Islam. Jika jenazahnya beragama islam (Lihat : Majmu Syarah Muhaddab Jilid 5 Hal 117, Fathul Wahab Juz 1 Hal 92, Tuhfah Al Muhtaj Juz 3 Hal 112)
  • Bukan orang yang telah menghilangkan nyawa jenazah, sekalipun dengan haq (Lihat : Majmu Syarah Muhaddab Jilid 5 Hal 117,  Fathul Wahab Juz 1 Hal 92, Tuhfah Al Muhtaj Juz 3 Hal 112)
  • Merdeka (Tuhfah Al Muhtaj Juz 3 Hal 111)
  • Berakal (Tuhfah Al Muhtaj Juz 3 Hal 111)
Jika tidak ada orang yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut, maka jenazah tidak boleh dimandikan, yang jadi wajib adalah menjadi mentayamumkannya (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 151)

Illat menjadi ditayamumkan menurut Imam Al-Bujairimi :
إلْحَاقًا لِفَقْدِ الْغَاسِلِ بِفَقْدِ الْمَاءِ
diilhaqkan masalah ketiadaan ghasil pada masalah ketiadaan air (Lihat : Hasyiyah Al-Bujairimi ala Syarh Al-Minhaj Juz 1 Hal 459)

Peralatan

Berikut ini adalah peralatan untuk memandikan jenazah :
  1. Sarung tangan untuk nantinya dipergunakan oleh tim teknis menyentuh badan jenazah. Karena sebagian ulama melarang menyentuh secara langsung tanpa kain lap (Lihat : Fathul Wahab Juz 1 Hal 91)  Tentu sarung tangan lebih cocok dipergunakan.
  2. Masker untuk tim teknis. Ini sangat penting sekalipun bukan pada masa pandemi corona. Karena fungsinya bukan hanya untuk mencegah penularan penyakit jenazah, melainkan juga menjaga perubahan mimik wajah orang yang memandikan pada situasi dimana dia menemukan sesuatu yang tidak enak dilihat atau dicium pada proses memandikan jenazah.
  3. Celemek untuk dipergunakan tim teknis, agar cipratan air tidak menjiprat secara langsung ke pakaian atau badan tim teknis.
  4. Tempat tertutup (bukan sunyi sepi) sehingga nantinya hanya tim teknis yang berada di ruangan. Ini untuk menjaga privasi jenazah. Bahkan yang lebih utama di tempat yang ada langit-langitnya (Lihat : Fathul Wahab Juz 1 Hal 90) 
  5. Kain carang untuk tutup badan jenazah, sekira tidak menghalangi sampainya air ke badan jenazah. Untuk hal ini baju qomis/gamis sangat disarankan oleh para ulama agar lebih mampu menutupi badan jenazah. qomis yang bukan baru lebih direkomendasikan, karena qomis baru dibeli biasanya menahan laju air, tidak menyerap. Point pentingnya dalam hal ini adalah kain penutup tidak menahan laju air, jadi sebenarnya kain baru juga tidak masalah jika tidak menyebabkan masalah pada laju air. Karena fungsi utama kain penutup adalah untuk menutup aurat, sementara air harus tetap lancar sampai ke badan jenazah (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150)
  6. Tempat pemandian yang tinggi seperti ranjang khusus agar jenazah mudah dimandikan dan tidak terkena cipratan (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150, Fathul Wahab Juz 1 Hal 90) dianjurkan tempat untuk kepala jenazah lebih tinggi (Lihat : Fathul Wahab Juz 1 Hal 90) 
  7. Tong sampah untuk nantinya dipergunakan oleh tim teknis untuk membuang kotoran atau kain kotor bekas membersihkan kotoran dari badan jenazah.
  8. 5 wadah air dingin : 1) tanpa campuran untuk menghilangkan najis dan kotoran dari badan jenazah, 2) tanpa campuran untuk mewudhukan jenazah, 3) dicampur sabun/sidr/bidara untuk memandikan jenazah, 4) tanpa campuran apapun untuk membersihkan air sebelumnya yang dicampur sabun, 5) dicampur kafur/kamper/wewangian untuk penutup mandi. Fungsi kafur/kamper salah satunya adalah bahwa aromanya bisa mengusir binatang melata, bahkan tidak menggunakannya dalam hal ini dihukumi makruh, tapi jangan terlalu banyak agar dzat pencampur kadarnya tidak mengubah status kemutlaqan air mutlaq tersebut sehingga mencabut status thahuriyahnya (Lihat : Fathul Wahab Juz 1 Hal 90, Kifayah Al-Akhyar Juz 1 Hal 166) Kenapa air dingin? karena air dingin lebih mengawetkan badan jenazah. Tapi air hangat juga boleh. Umumnya penggunaan air hangat dimaksudkan untuk menjaga suhu badan baik suhu badan orang yang memandikan maupun jenazah yang dimandikan, misalnya karena memandikannya di tengah malam yang sangat dingin. Tapi pada kasus yang berbeda penggunaan air hangat juga dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran pada badan jenazah yang sulit dihilangkan jika tidak menggunakan air hangat (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150) Penempatannya jangan terlalu dekat dari badan jenazah, agar nantinya tidak terkena cipratan bekas air yang diguyurkan ke badan jenazah (Lihat : Fathul Wahab Juz 1 Hal 90) Karena cipratan tersebut akan mempengaruhi status air terciprat menjadi air musta'mal bahkan bisa jadi mutanajis, sehingga air dalam 1 wadah jadi mubadzir karena tidak bisa dipergunakan untuk memandikan jenazah.

Persiapan

Berikut ini adalah hal-hal penting dalam rangka persiapan sebelum memandikan yang sebagian bahkan sering dilupakan.
  • Pastikan jenazah sudah mati
  • Pastikan tim teknis sudah siap
  • Pastikan peralatan sudah siap
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan :
  • Tim teknis diharamkan melihat aurat jenazah (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150, Fathul Wahab Juz 1 Hal 91)
  • Tim teknis disunatkan tidak melihat badan yang tidak termasuk aurat jika tidak diperlukan (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150, Fathul Wahab Juz 1 Hal 91)
  • Wajah jenazah disunatkan ditutup sejak mulai ditempatkan di atas ranjang pemandian sampai akhir. (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150, Fathul Wahab Juz 1 Hal 91)
  • Tim teknis harus amanah : Jika melihat tanda-tanda baik, sunat diceritakan. Jika melihat tanda-tanda tidak baik, haram diceritakan. (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150)

Tata Cara Memandikan Jenazah

@ Tahapan Menghilangkan Kotoran & Mensucikan Najis Sebelum Dimandikan :
  1. Baringkan jenazah di ranjang khusus
  2. Tim teknis berada di sebelah kiri jenazah.
  3. Tim teknis mengubah posisi badan jenazah di atas pembaringan menjadi setengah duduk dengan sedikit dimiringkan ke arah belakang jenazah : Punggung jenazah ditunjang lutut kanan orang yang memandikan, sementara tangan kanannya diposisi antara dua "walikat" dan jempolnya menahan lekuk "kuduk" jenazah agar kepala jenazah tidak "ngulahek" ke belakang. (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150, Fathul Wahab Juz 1 Hal 90)
  4. Tangan kiri tim teknis mengurut perut mayit dengan laju dari atas ke bawah. Tujuannya untuk mengeluarkan kotoran yang ada di dalam perut jenazah. (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150) Sebaiknya pada momentum ini Tim teknis lain membantu tim teknis utama mengguyur air pada qubul-dubur jenazah agar tidak dzahir aroma yang dihasilkan proses ini (Lihat : Fathul Wahab Juz 1 Hal 90) 
  5. Memiringkan posisi badan jenazah ke sebelah kanan jenazah untuk dibersihkan kotoran qubul-duburnya oleh tim teknis dari sisi kiri badan jenazah (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150)
  6. Tim teknis mengambil kain khusus kemudian dipintalkan ke jari tangan kiri yang akan digunakan untuk mengorek/menyerbet kotoran yang ada di qubul-dubur jenazah. kemudian membuangnya ke tong sampah. (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150, Fathul Wahab Juz 1 Hal 90) Ulangi cara ini sejumlah yang dibutuhkan, bisa sampai 3-5 kali. Sambil diguyur air.
  7. Tim teknis membersihkan kotoran dari lubang hidung jenazah menggunakan jari kelingking. Sambil diguyur air
  8. Tim teknis membersihkan gigi jenazah menggunakan jari telunjuk. Sambil diguyur air. Pada saat ini dilakukan, sebaiknya mulut mayit tidak menganga, agar air tidak masuk ke dalam mulut --> perut mayit, karena air tersebut dapat berakibat mempercepat pembusukan badan jenazah. Jika pada giginya ada najis, kemudian tidak ada solusi untuk membersihkannya selain dengan membuatnya menganga, maka ngangakan saja sekalipun diketahui air berpotensi masuk ke dalam perutnya. Adapun pada kasus tidak ada cara lain dalam membersihkan najis pada giginya selain dengan menghancurkan giginya, maka solusi yang tepat adalah dibersihkan sebisanya tanpa menghancurkan giginya. (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150)
  9. Tim teknis membersihkan kotoran "tahi kuku" dari bawah kuku jenazah dengan menggunakan kayu/pentul korek/lidi bersih/tusuk gigi tanpa memotong kukunya. Ini sebenarnya bisa dilakukan pada saat mewudhukan (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150) tapi jika ini dilakukan sebelum mewudhukannya tentu lebih baik karena bisa jadi ada najis pada bagian tubuh tersebut.
@ Tahapan Mewudhukan Jenazah Sebelum Dimandikan :
  1. Tim teknis mengkumur mulut jenazah sambil memiringkan wajahnya agar air tidak masuk ke dalam perut jenazah melalui mulutnya saat dikumur.(Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150)
  2. Tim teknis menghisapkan air ke hidung jenazah dengan posisi wajah sedikit ditekuk ke bawah atau dimiringkan ke samping seperti saat mengkumurkan. Tujuannya sama, yaitu agar air tidak masuk ke perut jenazah melalui hidungnya saat diistinsaqkan.(Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150)
  3. Niat wudhu untuk mayit نويت الوضوء المسنون لهذا الميت Niat wudhu pada proses ini sekalipun hukum mewudhukannya sunat, niatnya tetap wajib dilakukan agar wudhu sunat ini sah. (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150) Karena pada prakteknya, baik wudhu sunat maupun wudhu wajib fardhu wudhunya sama ada 6 : salah satunya adalah niat yang pelaksanaannya di dalam hati ketika mulai mendatangkan air ke anggota wudhu pertama.
  4. Tim teknis membasuh wajah jenazah (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150) sambil melafalkan niat wudhu di dalam hati. Sunat 3 x basuhan sebagaimana wudhu biasa. Sunat juga membaca bacaan yang disunatkan sewaktu membasuh wajah pada wudhu biasa.
  5. Tim teknis membasuh tangan kanan jenazah. Sunat 3 x basuhan sebagaimana wudhu biasa. Sunat juga membaca bacaan yang disunatkan sewaktu membasuh tangan kanan pada wudhu biasa. kemudian membasuh tangan kiri jenazah 3 x beserta doa basuhannya.
  6. Tim teknis mengusapkan air pada rambut jenazah. Sunat 3 kali disertai doa basuhan.
  7. Tim teknis mengusapkan air ke telinga kanan jenazah 3 x disertai doa sebagaimana pada wudhu biasa. begitu juga telinga kirinya.
  8. Tim teknis membasuh kaki jenazah yang kanan dan kiri masing-masing 3 kali dengan doa basuhannya seperti biasa.
@ Tahapan Memandikan Jenazah :
Sunat melakukan tutorial 2 - 8 sebanyak 3 kali
  1. Niat memandikan jenazah. Lafadz niatnya adalah نويت الغسل لهذا الميت لله تعالى atau لهذه الميت.  terserah anda mau menggunakan lafadz الميت atau الميتة untuk jenazah perempuan, maknanya sama pada momentum ini. Sekalipun ada yang meyakini maknanya beda, pada momentum ini isim isyarah lafadz هذا atau هذه lebih menentukan ma'rifatnya objek daripada ribet mempermasalahkan penggunaan ت ciri mu'annats pada lafadz الميتة .Sebenarnya niat memandikan ini juga tidak wajib, hukumnya sunat, karena maksud memandikan jenazah adalah نظافة / membersihkan sehingga tidak tawaquf kepada niat. (Lihat : Fathul Wahab Juz 1 Hal 90) Niat wajib dibersamakan dengan mulai sampainya guyuran air mandi yang dicampur sabun/sidr/bidara ke badan jenazah. 
  2. Disertai niat memandikan, tim teknis mengguyurkan air yang dicampur sabun/sidr/daun bidara ke kepala jenazah dimulai dari kepala atas sampai dagu termasuk jenggotnya jika berjenggot. Sunat menyisir rambut jenazah dengan sisir yang carang jika rambutnya gimbal, jika rambutnya ada yang tercabut maka wajib menguburkannya bersama jenazah. Dalam hal menyertakannya, sunat rambut tersebut disertakan di dalam kain kafan bersama jenazah (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150) tidak digolerkan di dalam kubur. 
  3. Tim teknis mengguyurkan air yang dicampur sabun/sidr/daun bidara ke badan depan jenazah yang sebelah kanan dari mulai leher sampai ujung kaki.(Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150)
  4. Tim teknis mengguyurkan air yang dicampur sabun/sidr/daun bidara ke badan depan jenazah yang sebelah kiri dari mulai leher sampai ujung kaki.(Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150)
  5. Tim teknis mengubah badan jenazah  menjadi menyamping ke sebelah kiri, kemudian mengguyurkan air yang dicampur sabun/sidr/daun bidara ke sisi kanan badan mayit dari mulai leher sampai ujung kaki. Dengan guyuran ini, badan belakang jenazah sebelah kanan jadi ikut terguyur air mandi.
  6. Tim teknis mengubah badan jenazah  menjadi menyamping ke sebelah kanan. kemudian mengguyurkan air yang dicampur sabun/sidr/daun bidara ke sisi kiri badan mayit dari mulai leher sampai ujung kaki. Dengan guyuran ini, badan belakang jenazah sebelah kiri jadi ikut terguyur air mandi. Haram mengguyur badan belakang jenazah dalam keadaan tengkurap, karena itu perlakuan yang merendahkan martabat jenazah. (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150)
  7. Tim teknis mengguyurkan air yang bersih tanpa campuran sabun/sidr/bidara maupun kafur/kamper/wewangian ke seluruh badan jenazah dimulai dari kepala sampai ujung kaki. Guyuran ini disebut مزيل / guyuran air yang menghilangkan.
  8. Tim teknis mengguyurkan air yang bersih yang dicampur sedikit kafur/kamper/wewangian ke seluruh badan jenazah dimulai dari kepala sampai ujung kaki. 

Setelah Jenazah Dimandikan

  1. Sunat dilunakan sendi-sendinya seperti sewaktu baru saja mati sesaat sebelum dimandikan.  (Lihat : Fathul Wahab Juz 1 Hal 91)
  2. Sunat dilap/dikeringkan agar kain kafan nantinya tidak mudah rusak sehingga memperlambat pembusukan. (Lihat : Fathul Wahab Juz 1 Hal 91)
  3. Jika setelah dimandikan keluar najis dari qubul-dubur jenazah, maka wajib dibersihkan lagi (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 150, Fathul Wahab juz 1 Hal 91) tanpa mengulang proses memandikannya, karena keluarnya lagi najis tidak membatalkannya dan tidak mewajibkannya untuk dimandikan kembali.

Pertanyaan : Bagaimana Jika Jenazah Tidak Bisa Dimandikan?

Pada kondisi jenazah tidak bisa dimandikan  seperti : 
  • kemarau, 
  • mati terbakar, sekira jika dimandikan badannya akan melepuh berjatuhan/hancur (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 151)
  • Jika pada badannya ada najis yang tidak bisa dihilangkan seperti jenazah yang semasa hidupnya belum dikhitan, yang ditayamumkan hanya kulufnya, adapun anggota tubuh lainnya tetap dimandikan. Ini berdasarkan pendapat mu'tamad Imam Ibnu Hajar (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 151) 
  • Tidak ditemukan mahrom dan sesama jenis kelamin untuk dijadikan tim teknis(Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 151)
maka jenazah wajib ditayamumkan :
  • Ditayamumkan sebagaimana tayamum orang hidup
  • Menghilangkan najis pada dzohir badan jenazah sebelum ditayamumkan, hukumnya wajib dan termasuk syarat sah tayamum (Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 151) sebagaimana ketentuan pada tayamum orang hidup.
  • Niat tayamum hukumnya sunat bagi orang yang mentayamumkan jenazah, sebagaimana dalam hal memandikannya.(Lihat : Nihayah Az-Zain Hal 151)
Wallahu A'lam
cara-memandikan-jenazah-madzhab-syafii

Daftar Pustaka

An-Nawawi, Imam Muhyiddin Abi Zakariya Yahya. Al-Majmu Syarah Al-Muhaddab. Maktabah Al-Irsyad.
Al-Haitami, Imam Ibnu Hajar. Tuhfah Al-Muhtaj. Matba'ah Mustafa Muhammad.
Al-Bujairimi. Imam Sulaiman. Maktabah Asy-Syamilah.
Al-Malibari, Syekh Zainudin. Fathul Muin. Syirkah An-Nur Asia.
Ad-Dimsaqi, Imam Taqiyuddin Abi Bakar. Kifayatul Akhyar (Jilid 1). Syirkah An-Nur Asia.
Ba'alawi, Syaikh Sayid Abdurrahman. Bughiyah Al-Mustarsyidin. Dar Ihya Al-Kutub Al-Arabiyah.
Al-Qalyubi, Syaikh Syihabuddin Ahmad dan Umairoh, Syaikh Syihabuddin Ahmad. Hasyiyah Al-Qalyubi Wa Umairoh Ala Syarh Al-Mahalli Ala Al-Minhaj (Jilid 1). Dar Al-Fikr.
Al-Anshari, Syaikh Abi Yahya Zakariya. Fath Al-Wahab (Jilid 1). Dar Ihya Al-Kutub Al-Arabiyah.
Al-Bakri, Syaikh Sayid Abu Bakar Ad-Dimyati. Ianah Ath-Thalibin (Jilid 2). Syirkah An-Nur Asia.
Al-Ghazzi, Syaikh Ibnu Qasim. Fath Al-Qarib Al-Mujib. Syirkah An-Nur Asia.
Al-Baijuri, Syaikh Ibrahim. Hasyiyah Al-Bajuri (Jilid 1). Toha Putra.
Al-Bantani, Syaikh Muhammad Nawawi. Nihayah Az-Zain dan Kasyifah As-Saja. Toha Putra.
Asy-Sya'rani, Syaikh Abdul Wahab. Mukhtashar Tadzkirah Al-Qurtuby. Toha Putra.
Syaikh Muhammad bin Salim. Is'ad Ar-Rafiiq (Jilid 1) Syirkah An-Nur Asia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah ikut berpartisifasi
Komentar anda akan segera kami balas