بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ Ilmu Nahwu - BAITUSSALAM

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ Ilmu Nahwu

Basmalah-Menurut-Ilmu-Nahwu

Sangat penting untuk anda memiliki pengetahuan tentang بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ menurut ilmu nahwu, sebelum anda mulai terjun mempelajari ilmu nahwu. Hal ini sangat sering ditegaskan oleh para ulama pada muqaddimah kitab-kitab mereka.

Nah, aspek apa yang dibahas oleh ilmu nahwu jika objek pembahasannya basmalah? Secara asal tujuan ilmu nahwu adalah untuk mengetahui i'rab (perubahan akhir kalimat), apakah nantinya diakhiri dengan i'rab rofa, nashab, khofadh atau jazm. Namun untuk itu perlu dipastikan terlebih dahulu susunan masing-masing kalimatnya. Oleh karena itu, pembahasannya juga menyangkut status kalimat.

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ jika kalimatnya dipisah-pisah, terdiri dari 5 kalimat :

  1. Kalimat بِ
  2. Kalimat اِسْمِ
  3. Kalimat اللّٰهِ
  4. Kalimat الرَّحْمٰنِ
  5. Kalimat الرَّحِيْمِ

Bisa disebut kalimat bisa juga disebut lafadz. Tapi para ulama pada pembahasannya dalam kitab-kitab ilmu nahwu lebih sering menggunakan kata "lafadz" daripada "kalimat".

1.Lafadz بِ dan اسم

بِ bisa disebut lafadz bisa juga disebut kalimat, yaitu termasuk kalimat حرف. Oleh karena termasuk kalimat حرف, maka sebagaimana kalimat حرف pada umumnya secara asal tidaklah memiliki makna kecuali jika dirangkai dengan kalimat lain. 

Dalam susunan kalimat ini ب sudah dirangkai dengan اسم menjadi بِسْمِ :

  • ب berkedudukan sebagai حرف الجار atau حرف الخفض
  • sedangkan اسم berkedudukan sebagai مجرور atau مخفوض 

Selanjutnya terdapat 2 pembahasan mengenai ini : 

  1. Mengi'tibarkan ب sebagai حرف جار زائدة
  2. Mengi'tibarkan ب sebagai حرف جار أصلية

حرف جار زائدة itu apa? 

هو الذي لا يفيد معنى في الكلام ولا يحتاج الى متعلق يتعلق به
Haraf Jar Zaidah adalah haraf jar yang keberadaannya tidak memberikan faedah makna dalam kalam dan tidak membutuhkan muta'allaq untuk dijadikan tempatnya menautkan diri.

حرف جار أصلية itu apa?

هو الذي يفيد معنى في الكلام ويحتاج الى متعلق يتعلق به

Haraf Jar Ashliyah adalah haraf jar yang keberadaannya memberikan faedah makna dalam kalam dan membutuhkan muta'allaq untuk dijadikan tempatnya menautkan diri.

ب Sebagai Haraf Jar Zaidah

Dalam statusnya sebagai haraf jar zaidah, ب tidak memiliki makna sekalipun faktanya dirangkai dengan kalimat lain yang secara tulisan kalimat lain tersebut berharkat kasrah. Dalam kondisi ini, اسم bukan مجرور melainkan menjadi مبتدأ 

  • اسم jadi مبتدأ dengan membuang خبر جملة taqdirnya adalah اسْمُ اللّٰهِ بِجَلَائِلِ النِّعَمِ الْمُنْعِمِ بِدَقَائِقِهَا يُبْدَءُ بِهِ بَدَاءَةً قَوِيَّةً بِحُسْنِ نِيَةٍ وَإِخْلَاصٍ
  • اسم jadi مبتدأ dengan membuang خبر مفرد taqdirnya adalah اسْمُ اللّٰهِ بِجَلَائِلِ النِّعَمِ الْمُنْعِمِ بِدَقَائِقِهَا مَبْدؤٌ بِهِ بَدَاءَةً قَوِيَّةً بِحُسْنِ نِيَةٍ وَإِخْلَاصٍ

ب Sebagai Haraf Jar Ashliyah

Dalam statusnya sebagai haraf jar ashliyah, ب yang dirangkai dengan kalimat lain tersebut menjadi memiliki makna dan membutuhkan muta'allaq.

Muta'allaq bisa berupa kalimat bermakna عام (umum) bisa juga خاص (khusus), baik عام maupun خاص bisa berupa kalimat فعل (kata kerja) bisa juga kalimat اسم (kata benda), baik dari kalimat فعل maupun اسم, bisa مقدم (didahulukan penempatannya) bisa juga penempatannya مؤخر (diakhirkan). Secara terperinci, inilah muta'allaq بسم :

  1. Muta'allaq khusus berupa kalimat isim yang didahulukan penempatannya :   تَأْلِفِيْ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
  2. Muta'allaq khusus berupa kalimat isim yang diakhirkan penempatannya : بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ تَأْلِفِيْ
  3. Muta'allaq khusus berupa kalimat fi'il yang didahulukan penempatannya : أُؤَلِّفُ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
  4. Muta'allaq khusus berupa kalimat fi'il yang diakhirkan penempatannya : بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ أُؤَلِّفُ
  5. Muta'allaq umum berupa kalimat isim yang didahulukan penempatannya : اِبْتِدَائِيْ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
  6. Muta'allaq umum berupa kalimat isim yang diakhirkan penempatannya : بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اِبْتِدَائِيْ
  7. Muta'allaq umum berupa kalimat fi'il yang didahulukan penempatannya : أَبْتَدِأُ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
  8. Muta'allaq umum berupa kalimat fi'il yang diakhirkan penempatannya : بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ أَبْتَدِأُ

2.Lafadz اسم dan الله

Jika sebelumnya yang dibahas rangkaian kalimat ب dan اسم menjadi بسم, kali ini yang dibahas adalah rangkaian kalimat اسم dan الله

Selain menjadi مجرور dari ب pada kalimat بسم, اسم juga memiliki status lain dalam susunan kalimat, yaitu menjadi مضاف dan kalimat الله menjadi مضاف اليه

مضاف itu apa? Mudhaf adalah kalimat yang disandarkan.
مضاف اليه itu apa? Mudhaf ilaih adalah kalimat yang disandarkan kepadanya kalimat mudhaf.

Peristiwa ini dalam ilmu nahwu dikenal dengan istilah إضافة (Idhofat/persandaran). Akibat dari peristiwa ini, kalimat yang menjadi مضاف اليه wajib dikhofadhkan/diJarkan. Oleh karena itu kalimat الله i'rabnya khafadh, dengan tanda khafadh kasrah dzohiroh.

Peristiwa idhafatnya kalimat اسم terhadap kalimat الله bisa disebut Idhafat بيانية bisa juga disebut Idhafat حقيقية لامية ini tergantung motivasi orang yang membacanya :
  • Jika pembaca dengan mengucapkan بسم الله bermaksud pada مدلول lafadz الله tidak memfokuskan pada اسم الذات المسمى بالله maka mungkin dia sedang mengitibarkan idhafat حقيقية لامية yang mengandung makna للإستغراق لكل اسم من اسمائه تعالى (makna yang menghabiskan semua cakupan terhadap setiap/semua  اسماء الله) atau للجنس اسمائه تعالى (mencakup jenis اسماء الله) atau للعهد (mencakup makna tertentu yang dikhususkan)
  • Jika pembaca dengan mengucapkan بسم الله bermaksud pada lafadz الله yaitu اسم الذات المسمى بالله maka dia sedang mengitibarkan idhafat bayaniyah, dimana idhafat bayaniyah jadi menghasilkan proses مضاف اليه memperjelas مضاف bahwa اسم yang dimaksud adalah اسم الذات المسمى بالله
Pembahasan ini cukup panjang, anda bisa menemukan penjelasan yang lengkap tentang ini di Hasyiyah al-Hudhari ala Ibn ‛Aqil ala Alfiyah al-Imam Ibn Malik Hal 5.

Namun biasanya pembaca basmalah cenderung meng'itibarkan idhofat bayaniyah dimana pikiran pembaca terfokus pada اسم الذات المسمى بالله

Selanjutnya mengenai ال yang terdapat pada lafadz الله maka itu termasuk ال للمعرفة (Alif lam yang menunjukan atau menjadi tanda ma'rifat pada kalimat isim yang dimodifikasinya) 
Dalan Kasyifah al-Saja Hal 5, Syaikh Nawawi al-Bantani mengutip apa yang disampaikan oleh Syaikh Ahmad al-Tunisi dalam Nasyr al-Ala :
قَالَ الْمُقَدَّسِي رَحِمَهُ اللّٰهُ الأَلِفُ وَاللَّامُ فِيْ أَسْمَائِهِ تَعَالَى لِلْكَمَالِ لا لِلْعُمُوْمِ وَلَا لِلْعَهْدِ قَالَ سِبَوَيْه تَكُونُ لَامُ التَّعْرِيْفِ لِلْكَمَالِ تَقُوْلُ زَيْدٌ الرَّجُلُ أي الكَمَالُ فِي الرَّجُوْلِيَةِ وَكَذلِكَ هِيَ مِنْ أَسْمائِه تَعَالَى
"Syaikh al-Muqaddasi Rahimahullah berpendapat : ال yang terdapat pada Asma Allah Ta'ala adalah mengandung makna لِلْكَمَالِ bukan لِلْعُمُوْمِ dan bukan لِلْعَهْدِ dan Imam Sibawaih berpendapat : keberadaan لام تعريف adalah للكمال (menunjukan makna kesempurnaan), sebagai contohnya adalah perkataan anda : زَيْدٌ الرَّجُلُ maksudnya adalah yang sempurna kelelakiannya, seperti itu pula لام تعريف yang ada pada asma الله yaitu menunjukan makna kesempurnaan".
Pendapat Imam Sibawaih ini sangat erat kaitannya dengan pendapatnya mengenai bahwa yang jadi ادات التعريف adalah ل yang terdapat pada ال bukan ال nya".

Berarti secara ilmu nahwu, Lafadz اَللّٰهِ adalah isim yang sudah ma'rifat. Para ulama sepakat bahwa lafadz اَللّٰهِ merupakan lafadz paling ma'rifat di antara semua isim ma'rifat. 

3.Lafadz الله dan الرحمن الرحيم

Salah satu keunikan kalam arab adalah bahwa hampir semua unsur kalimat dalam kalam arab memiliki peran ganda, 1 peran menguatkan peran kalimat sebelumnya 1 peran lagi berkaitan dengan kalimat setelahnya. Begitu pula dengan Lafadz Allah pada susunan kalimat بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Ketika dirangkaikan dengan kalimat sebelumnya lafadz الله berkedudukan sebagai mudhaf ilaih, ketika dirangkai dengan kalimat setelahnya lafadz الله berkedudukan sebagai موصوف atau منعوت (yang disifati) oleh kalimat setelahnya yaitu الرحمن dan الرحيم
Karakteristik sifat secara umum adalah تابع للمنعوت (mengikuti perilaku yang disifati) Ketika maushuf/man'ut i'rabnya rofa maka sifat juga akan rofa, ketika maushuf/man'ut nashab maka sifat juga akan nashab, ketika maushuf/man'ut khofadh maka sifatpun akan khofad. Oleh karena itu ketika lafadz الله beri'rab khafad maka lafadz الرحمن dan الرحيم beri'rab khafad. 
Tapi rumus i'rob ini adalah berdasarkan karakteristik sifat secara umum. Bisa saja berubah, karena :
  • pada kondisi منعوت tidak butuh dijelaskan oleh نعت maka i'rob نعت boleh اتباع boleh juga قطع boleh qatha karena tidak dibutuhkan (Lihat : Syarh ibn Aqil Ala Alfiyah ibn Malik hal 129). Sedangkan kita sudah tau bahwa lafadz الله sekalipun tanpa disifati, status kema'rifatan secara lafdziyahnya dan status qiyamuhu binafsihi secara dzatiyahnya adalah sudah jelas.
  • Lafadz الرحمن dan lafadz الرحيم mengandung makna مدح (pujian) sehingga bisa mentaqdirkan 'amil tersembunyi yaitu fi'il dan fa'il lafadz اَمْدَحُ yang melahirkan kedudukan yang berbeda pada lafadz الرحمن dan الرحيم menjadi sebagai مفعول به dari اَمْدَحُ yang menurut kaidah ilmu nahwu maf'ul bih haruslah beri'rab nashab. 
  • Lafadz الرحمن dan lafadz الرحيم juga bisa berkedudukan sebagai khabar dari mubtada mahdzuf yaitu lafadz هو yang menurut kaidah ilmu nahwu khabar harus beri'rob rofa.
  • Pentaqdiran keberadaan امدح dan هو juga bisa dikombinasikan sehingga kedua 'amil tersembunyi ini bisa diperankan secara bersamaan pada sifat yang jumlahnya lebih dari 1
Sehingga jika diuraikan maka pada lafadz الرحمن dan الرحيم terdapat 9 pola i'rob, yaitu :
  1. بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
  2. بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنَ الرَّحِيْمَ
  3. بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنُ الرَّحِيْمُ
  4. بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنَ الرَّحِيْمُ
  5. بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنُ الرَّحِيْمَ
  6. بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمُ
  7. بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمَ
  8. بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنَ الرَّحِيْمِ
  9. بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنُ الرَّحِيْمِ
Dalam hal penggunaannya, 9 pola ini terbagi menjadi 3 kategori :
  1. Boleh digunakan pada kitabah (praktek penulisan) redaksi basmalah, serta dita'yin (ditentukan sebagai satu-satunya pola / one and only) untuk digunakan pada qiro'at (bacaan Al-Qur'an, baik di luar shalat maupun di dalam shalat). Yang termasuk kategori ini adalah pola nomor 1 yaitu susunan kalimat بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ Alasannya adalah : karena pola ini sesuai dengan kaidah ilmu nahwu, serta sesuai dengan yang termaktub dalam Al-Qur'an.
  2. Boleh digunakan pada kitabah (praktek penulisan) redaksi basmalah, namun tidak diperbolehkan untuk digunakan pada qiro'at (bacaan Al-Qur'an, baik di luar shalat maupun di dalam shalat). Sehingga jika anda menggunakannya ketika tadarrus atau ketika shalat misalnya, maka bacaan anda tidak sah. Yang termasuk kategori ini adalah : pola nomor 2 yaitu susunan kalimat بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنَ الرَّحِيْمَ nomor 3 yaitu susunan kalimat بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنُ الرَّحِيْمُ nomor 4 yaitu susunan kalimat بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنَ الرَّحِيْمُ nomor 5 yaitu susunan kalimat بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنُ الرَّحِيْمَ nomor 6 yaitu susunan kalimat بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمُ nomor 7 yaitu susunan kalimat بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمَ Alasannya adalah : karena 6 pola ini sesuai dengan kaidah ilmu nahwu, namun tidak sesuai dengan yang termaktub dalam Al-Qur'an.
  3. Tidak boleh digunakan pada kitabah (praktek penulisan) redaksi basmalah, tidak boleh untuk digunakan pada qiro'at (bacaan Al-Qur'an, baik di luar shalat maupun di dalam shalat). Sehingga jika anda menggunakannya ketika menulis pada kitab, buku, board, surat, spanduk yang dimaksudkan bukan dalam konteks kajian, tadarrus Al-Qur'an atau ketika shalat misalnya, maka tulisan dan bacaan anda divonis salah serta tidak sah. Yang termasuk kategori ini adalah : pola nomor 8 yaitu susunan kalimat بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنَ الرَّحِيْمِ nomor 9 yaitu susunan kalimat بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنُ الرَّحِيْمِ Alasannya adalah : karena 2 pola ini menurut mayoritas ulama tidak sesuai dengan kaidah ilmu nahwu (terdapat pelanggaran : اتباع بعد القطع / رجوع الى شيء بعد الإنصراف keikutsertaan setelah pemutusan hubungan keikutsertaan / comeback again terhadap sesuatu setelah aksi pembelotan), serta tidak sesuai dengan yang termaktub dalam Al-Qur'an.
Itulah pembahasan بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ menurut ilmu nahwu secara singkat, untuk lebih jelasnya anda perlu mengkaji kitab-kitab ilmu nahwu secara langsung. 

Daftar Pustaka

al-Shinhaji, Syaikh Ibn Ajurum. Matn al-Ajurumiyyah.

al-Imriti, Syaikh Syarifuddin Yahya. Nadzm al-Ajurumiyah fī  ilmi al-Arabiyyah.

Ibnu Malik, Imam Abu Abdullah Muhammad Jamaluddin. al-Khulashah Alfiyah Ibn Malik.

Jamal, Syaikh Muhammad. al-Tsamrah al-Janiyah fī al-As’ilah al-Nahwiyyah.

Al-Mufti, Syaikh Sayid Ahmad Zaini Dahlan. Syarah Mukhtashar Jiddan alā Matn al-Ajurumiyyah.

al-Asymawi, Syaikh Abdullah. Hasyiyah al-Asymawi alā Matn al-Ajurumiyyah fī Qawa’idi al-‘Arabiyah.

al-Kafrawi, Syaikh Hasan. Syarh al-Kafrawi alā Matn al-Ajurumiyyah.

al-Hamidi, Syaikh Ismail. Hasyiyah al-Hamidi ala Syarh al-Kafrawi.

al-Baejuri, Syaikh Ibrahim. Fathu Robbi al-Bariyyah alā al-Durrah al-Bahiyyah Nadzm al-Ajurumiyyah.

al-Hamdani, Syaikh Bahauddin Abdullah al-Mishri al-Hamdani. Syarh Ibn ‘Aqil alā al-Alfiyah Ibn Malik.

as-Suyuthi, Syaikh Jalāluddin. al-Bahjah al-Mardhiyah fī Syarh al-Alfiyah Ibn Malik.

al-Khudhari, Syaikh Muhammad. Hasyiyah al-Khudhari alā Syarh al-Muhaqqiq al-Alamah Ibn ‘Aqil alā Alfiyah al-Imam Ibn Malik.

al-Bantani, Syaikh Muhammad Nawawi. Kasyifah al-Sajā.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah ikut berpartisifasi
Komentar anda akan segera kami balas