April 2022 - BAITUSSALAM

Zakat Fithrah Dengan Qimah (Uang Seharga Wajib Zakat) 4 Madzhab

Berikut ini penjelasan para ulama dalam kitab-kitab perbandingan madzhab 4 tentang zakat fithrah dengan qimah (uang seharga wajib zakat) :

دفع القيمة عندهم: لا يجزئ عند الجمهور إخراج القيمة عن هذه الأصناف، فمن أعطى القيمة لم تجزئه، لقول ابن عمر: «فرض رسول الله صلّى الله عليه وسلم صدقة الفطر صاعاً من تمر، وصاعاً من شعير» فإذا عدل عن ذلك فقد ترك المفروض
___________
وعند غير الحنفية: يتعين أداء المنصوص عليه، وقد بحث الموضوع في إخراج القيمة في الزكاة
Membayar zakat dengan qimah (uang seharga ukuran wajib zakat) menurut para Ulama : di kalangan jumhur, pengeluarkan qimah anil ashnaf ini tidak lah mencukupkan. Sehingga barangsiapa memberikan qimah, maka qimah tersebut tidak mencukupkan baginya, berdasarkan perkataan Ibnu Umar : "Rasulullah SAW telah memfardhukan shadaqoh fithri 1 sha dari kurma dan 1 sha dari sya'ir". Maka barangsiapa mengeluarkan pengganti darinya, maka dia telah meninggalkan perkara yang difardhukan.
______________________
Dan di kalangan madzhab selain Hanafiyah, ditentukan membayarkan perkara yang telah di-nash terhadapnya. Dan telah dibahas tempat pembahasan yang diperuntukan perihal mengeluarkan qimah pada zakat. [Syaikh Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh Jilid 3 Hal 1956-1957]

أَدَاءُ الْقِيمَةِ: ذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إِلَى أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ دَفْعُ الْقِيمَةِ، لأَِنَّهُ لَمْ يَرِدْ نَصٌّ بِذَلِكَ، وَلأَِنَّ الْقِيمَةَ فِي حُقُوقِ النَّاسِ لاَ تَجُوزُ إِلاَّ عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمْ، وَلَيْسَ لِصَدَقَةِ الْفِطْرِ مَالِكٌ مُعَيَّنٌ حَتَّى يَجُوزَ رِضَاهُ أَوْ إبْرَاؤُهُ.
وَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ يَجُوزُ دَفْعُ الْقِيمَةِ فِي صَدَقَةِ الْفِطْرِ، بَل هُوَ أَوْلَى لِيَتَيَسَّرَ لِلْفَقِيرِ أَنْ يَشْتَرِيَ أَيَّ شَيْءٍ يُرِيدُهُ فِي يَوْمِ الْعِيدِ؛ لأَِنَّهُ قَدْ لاَ يَكُونُ مُحْتَاجًا إِلَى الْحُبُوبِ بَل هُوَ مُحْتَاجٌ إِلَى مَلاَبِسَ، أَوْ لَحْمٍ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ، فَإِعْطَاؤُهُ الْحُبُوبَ، يَضْطَرُّهُ إِلَى أَنْ يَطُوفَ بِالشَّوَارِعِ لِيَجِدَ مَنْ يَشْتَرِي مِنْهُ الْحُبُوبَ، وَقَدْ يَبِيعُهَا بِثَمَنٍ بَخْسٍ أَقَل مِنْ قِيمَتِهَا الْحَقِيقِيَّةِ، هَذَا كُلُّهُ فِي حَالَةِ الْيُسْرِ، وَوُجُودِ الْحُبُوبِ بِكَثْرَةٍ فِي الأَْسْوَاقِ، أَمَّا فِي حَالَةِ الشِّدَّةِ وَقِلَّةِ الْحُبُوبِ فِي الأَْسْوَاقِ، فَدَفْعُ الْعَيْنِ أَوْلَى مِنَ الْقِيمَةِ مُرَاعَاةً لِمَصْلَحَةِ الْفَقِيرِ، وَيُنْظَرُ التَّفْصِيل فِي الزَّكَاةِ
Membayarkan qimah (uang seharga ukuran wajib zakat) :
  • Berangkat Malikiyah, Syafi'iyah dan Hanabilah terhadap bahwasanya tidak boleh memberikan qimah Karena sesungguhnya tidak datang nash dengan qimah. Dan karena sesungguhnya qimah pada hak-hak manusia tidak boleh kecuali dari saling ridha antar mereka. Dan tidak ada untuk shadaqah fithri pemilik yang meluluskan ridhanya dan melepaskan kepemilikannya.
  • Berangkat Hanafiyah terhadap bahwasanya boleh memberikan qimah pada shadaqoh fithri. Bahkan itu yang lebih utama. Untuk mempermudah bagi orang faqir membeli perkara apapun yang dia inginkan di hari idul fithri. Karena sesungguhnya orang faqir terkadang tidak membutuhkan terhadap biji-bijian, tapi membutuhkan terhadap pakaian atau daging atau selain itu. Maka memberikannya biji-bijian memadharatkannya untuk berkeliling di jalan-jalan untuk menemukan orang yang membeli biji-bijian darinya. Dan terkadang mereka menjualnya dengan harga murah di bawah harga yang sebenarnya. Semua ini pada situasi serba mudah, dan banyaknya ketersedian biji-bijian di pasar-pasar. Adapun pada situasi paceklik, dan sedikitnya ketersediaan biji-bijian di pasar, maka memberikan dzat lebih utama daripada qimah, dalam rangka memelihara terhadap kemashlahatan bagi orang faqir. Dan perlu ditinjau detailnya pada zakat.
[Majmu'ah Min Al-Mu'allifin, Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah Jilid 23 Hal 344]

الحنفية قالوا : ويجوز له أن يخرج قيمة الزكاة الواجبة من النقود، بل هذا أفضل؛ لأنه أكثر نفعاً للفقراء الخ
Hanafiyah berkata : ............. dan boleh baginya mengeluarkan qimah zakat yang wajib dari uang, bahkan ini lebih utama, karena sesungguhnya itu lebih banyak manfaatnya bagi fuqoro .........dst........ [Syaikh Abdurrahman Jabir Al-Jazairi, Al-Fiqh Ala Madzahib Al-Arba'ah Jilid 1 Hal 567]

Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di 3 kitab perbandingan madzhab yang paling populer tersebut, hanya Madzhab Hanafi yang menyatakan kebolehan zakat fitrah dengan qimah (uang seharga wajib zakat). Sedangkan 3 madzhab lainnya, yaitu : 
  • Madzhab Maliki
  • Madzhab Syafi'i
  • Madzhab Hanbali
menyatakan tidak boleh, wajib tetap menggunakan hub min quut al-balad.

Zakat Fitrah Dengan Uang - Madzhab Syafi'i

Dewasa ini membayar zakat fitrah dengan uang dianggap sebagai alternatif yang paling efektif, bahkan MUI-pun memfatwakan kebolehannya. Tapi apakah itu diperbolehkan dalam madzhab Syafi'i? Mari kita telusuri hukum zakat fitrah dengan uang - perspektif Madzhab Syafi'i. ❤️ Fokus ke Madzhab Syafi'i ❤️
Sebegitu pentingkah mengetahui status hukum zakat fitrah dengan uang? Tentu saja, karena mempraktekan suatu ibadah yang status hukumnya diikhtilafkan itu harus jelas sandaran hukumnya agar kita tidak harus mengulangi penunaiannya, atau setidaknya kita berpegang pada qaul ulama yang jelas kredibilitasnya.

Sebenarnya menurut kaidah transliterasi, yang benar adalah "fithrah" bukan "fitrah". Namun dikarenakan penggunaannya sudah lumrah, maka penulis menulisnya "fitrah" saja ✌️😎

Berikut ini kutipan-kutipan penjelasan para ulama ahli fiqih madzhab Imam Asy-Syafi'i tentang Zakat Fitrah Dengan Uang (Qimah) :

Imam Muhammad Asy-Syafi'i

ﻭﻻ ﻳﺆﺩﻱ ﻣﻦ اﻟﺤﺐ ﻏﻴﺮ اﻟﺤﺐ ﻧﻔﺴﻪ ﻭﻻ ﻳﺆﺩﻱ ﺩﻗﻴﻘﺎ ﻭﻻ ﺳﻮﻳﻘﺎ ﻭﻻ ﻗﻴﻤﺘﻪ
dan dia tidak boleh membayarkan dari biji-bijian selain nafs-nya : dia tidak boleh membayarkan dalam wujud biji-bijian دقيقyangbubuk, tidak dalam wujud سويقtepung dan tidak dalam wujud uang seharga al-hubb.[1]

Imam Abdul Karim Ar-Rofi'i

ﻻ ﻳﺠﺰﺉ اﻟﺪﻗﻴﻖ ﻭﻻ اﻟﺴﻮﻳﻖ ﻭﻻ اﻟﺨﺒﺰ ﻻﻥ اﻟﻨﺺ ﻭﺭﺩ ﺑﺎﻟﺤﺐ ﻭاﻧﻪ ﻳﺼﻠﺢ ﻟﻤﺎ ﻻ ﺗﺼﻠﺢ ﻟﻪ ﻫﺬﻩ اﻻﺷﻴﺎء ﻓﻮﺟﺐ اﺗﺒﺎﻉ ﻣﻮﺭﺩ اﻟﻨﺺ ﻭﻟﻬﺬا ﻣﻨﻌﻨﺎ ﺇﺧﺮاﺝ اﻟﻘﻴﻤﺔ
tidak mencukupkan biji-bijian دقيقyangbubuk, tidak mencukupkan biji-bijian dalam wujud سويقtepung dan tidak mencukupkan dalam wujud roti, karena nash telah datang dengan biji-bijian, dan sesungguhnya biji-bijian sesuai tatkala tidak sesuai perkara-perkara ini terhadap nash. Maka wajib mengikuti yang mendatangkan nash. Dan karena ini, kami telah mencegah pengeluaran uang seharganya.[2]

Imam Abu Ishaq Asy-Syairozi & Imam Abi Zakaria Yahya An-Nawawi

قال الشافعي والأصحاب لا يجزئ إخراج القيمة وبه قال الجمهور وجوزها أبو حنيفة وسبقت دلائل المسألة في آخر باب صدقة الغنم
Telah berkata Imam Syafi'I dan Ashab : tidak mencukupkan pengeluaran uang seharganya (qimah) dan dengannya telah berkata Jumhur. Dan Imam Abu Hanifah telah memperbolehkannya. Dan telah berlalu dalil-dalil masalah pada akhir bab shadaqoh al-ghanam.[3]

ﻗﺎﻝ اﻟﻤﺼﻨﻒ ﺭﺣﻤﻪ اﻟﻠﻪ : ﻭﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﺧﺬ اﻟﻘﻴﻤﺔ ﻓﻲ ﺷﺊ ﻣﻦ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻷﻥ اﻟﺤﻖ ﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻭﻗﺪ ﻋﻠﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻧﺺ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ ﻧﻘﻞ ﺫﻟﻚ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮﻩ الخ
اﻟﺸﺮﺡ : اﺗﻔﻘﺖ ﻧﺼﻮﺹ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺇﺧﺮاﺝ اﻟﻘﻴﻤﺔ ﻓﻲ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻭﺑﻪ ﻛﺬا ﻓﻲ اﻻﺻﻞ ﻭاﻟﺼﻮاﺏ ﻋﻠﻴﻬﻦ ﻗﻄﻊ اﻟﻤﺼﻨﻒ ﻭﺟﻤﺎﻫﻴﺮ اﻻﺻﺤﺎﺏ ﻭﻓﻴﻪ ﻭﺟﻪ ﺃﻥ اﻟﻘﻴﻤﺔ ﺗﺠﺰﺉ ﺣﻜﺎﻩ ﻭﻫﻮ ﺷﺎﺫ ﺑﺎﻃﻞ ﻭﺩﻟﻴﻞ اﻟﻤﺬﻫﺐ ﻣﺎ ﺫﻛﺮﻩ اﻟﻤﺼﻨﻒ
Telah berkata Mushannif Al-Muhaddab (Imam Abu Ishaq Asy-Syairozi) Rahimahullah : Dan tidak boleh mengambil al-qimah pada sesuatupun dari zakat. Karena sesungguhnya Al-haqq adalah milik Allah Ta'ala, dan Allah telah menta'liqnya terhadap perkara yang Allah telah me-nash terhadapnya. Maka tidak boleh memindahkan itu terhadap selainnya dst.. Al-Majmu Syarah Al-Muhaddab : Ittifaq nash-nash Imam Asy-Syafi'i Rodhiyallahu Anhu bahwasanya tidak boleh mengeluarkan al-qimah pada zakat dan dengannya seperti itu pada kitab asal. Dan yang benar atas semua itu adalah telah memastikan Mushanif dan Jamahirul Ashhab. Dan padanya terdapat sebuah wajh bahwasanya al-qimah mencukupkan, dia menghikayatkan terhadap itu, dan itu adalah wajh syadz bathil. Dan dalil madzhab Imam Syafi'i adalah dalil yang Mushanif telah menuturkannya.[4]

Imam Syamsuddin Ar-Romli & Syaikh Ali Asy-Syibromilsi

قَوْلُهُ: فَلَا تُجْزِئُ الْقِيمَةُ بِالِاتِّفَاقِ أَيْ مِنْ مَذْهَبِنَا
Redaksi Mushannif Nihayah Al-Muhtaj (Imam Syamsuddin Ar-Ramli) :  maka al-qimah tidak mencukupkan berdasarkan kesepakatan para ulama, maksudnya adalah para ulama dari madzhab kita.[5]

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, Syaikh Ali Asy-Syibromilsi & Syaikh Asy-Syirwani

ﻗﻮﻟﻪ ﻓﻼ ﺗﺠﺰﺉ ﻗﻴﻤﺔ ﺃﻱ اﺗﻔﺎﻗﺎ ﻧﻬﺎﻳﺔ ﻭﻣﻐﻨﻲ ﺃﻱ ﻣﻦ ﻣﺬﻫﺒﻨﺎ ﻋ ﺷ
Redaksi Mushannif At-Tuhfah Al-Muhtaj (Imam Ibnu Hajar Al-Haitami) : Maka tidak mencukupkan qimah
Ittifaq تحفة المحتاج Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dengan نهاية المحتاج Imam Ramli dan مغني المحتاج Imam Khatib Syarbaini dari madzhab kita, telah berkata Syaikh Ali Asy-Syibromilsi.[6]

Imam Khatib Asy-Syarbaini

فلا تجزئ القيمة اتفاقا
Maka tidak mencukupkan al-qimah secara sepakat.[7]

Imam Taqiyuddin Al-Hishni

وشرط المخرج أن يكون حبا فلا تجزىء القيمة بلا خلاف
Dan syarat yang dikeluarkan adalah keadaannya hubb/biji-bijian. Maka tidak mencukupkan al-qimah dengan tanpa ada khilaf di dalam madzhab Syafi'i.[8]

Syaikh Zainuddin Al-Malibari & Sayid Abu Bakar Ad-Dimyathi

قوله لا تجزئ قيمة أى لصاع الفطرة بالإتفاق عندنا فيتعين اخراج الصاع من الحب أو غيره من القوت الغالب
Redaksi Mushannif Fath Al-Mu'in (Syaikh Zainudin Al-Malibari) : Tidak mencukupkan qimah
Maksudnya qimah untuk 1 sha zakat fitrah berdasarkan ittifaq pendapat madzhab kita. Maka menjadi tentu mengeluarkan 1 sha dari hub/biji-bijian atau selainnya dari quut al-balad.[9]

Syaikhah Daryah Al-Aithah

ﻭﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﻮﺳﺮ ﺑﺼﺎﻉ ﺑﻞ ﺑﺒﻌﻀﻪ ﻟﺰﻣﻪ ﺫﻟﻚ اﻟﺒﻌﺾ ﻣﺤﺎﻓﻈﺔ ﻋﻠﻰ اﻟﻮاﺟﺐ، ﻟﻤﺎ ﺭﻭاﻩ ﺃﺑﻮ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ: (ﻭﺇﺫا ﺃﻣﺮﺗﻜﻢ ﺑﺄﻣﺮ ﻓﺄﺗﻮا ﻣﻨﻪ ﻣﺎ اﺳﺘﻄﻌﺘﻢ) (3) ، ﻭﻟﻤﺘﺎ ﻫﻮ ﻣﻌﺮﻭﻑ ﻓﻲ ﻗﻮاﻋﺪ اﻟﻔﻘﻪ ﻣﻦ ﺃﻥ: "اﻟﻤﻴﺴﻮﺭ ﻻ ﻳﺴﻘﻂ ﺑﺎﻟﻤﻌﺴﻮﺭ" ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﻳﺴﺘﻄﻊ ﺇﻻ ﻧﺼﻒ ﺻﺎﻉ ﺃﻭ ﺭﺑﻌﻪ ﺃﺧﺮﺟﻪ (4) 
__________________
(3) البخاري ج ٦ كتاب اعتصام بالكتاب والسنة باب ٣ / ٦٨٥٨
(4) ٤.ﻭﻳﺠﻮﺯ ﻋﻨﺪ اﻟﺴﺎﺩﺓ اﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﺇﺧﺮاﺝ ﻗﻴﻤﺔ اﻟﺼﺎﻉ ﻧﻘﺪا، ﻭﻫﺬا ﺃﻧﻔﻊ ﻟﻠﻔﻘﻴﺮ، ﻟﺬا ﺑﺈﻣﻜﺎﻧﻨﺎ ﺗﻘﻠﻴﺪﻩ

Dan barangsiapa tidak mampu memiliki 1 sha melainkan hanya mampu sebagiannya, maka wajib kepadanya yang sebagian tersebut, karena muhafadzoh terhadap penunaian kewajiban. Karena ada Hadits yang telah meriwayatkannya Abu Hurairah RA dari Nabi SAW : 
ﻭﺇﺫا ﺃﻣﺮﺗﻜﻢ ﺑﺄﻣﺮ ﻓﺄﺗﻮا ﻣﻨﻪ ﻣﺎ اﺳﺘﻄﻌﺘﻢ
"Dan jika aku telah memerintahkan kepada kalian mengenai suatu perkara, maka kalian harus mendatangkan darinya seukuran perkara yang kalian istitha'ah terhadapnya" (HR.Imam Bukhari, kitab اعتصام بالكتاب والسنة bab 3 nomor 6858)
Dan tatkala itu dikenal di dalam qawaid al-fiqh dari bahwasanya :
الميسر لا يسقط بالمعسور
Maka jika anda tidak istitha'ah kecuali dengan ½ sha atau ¼nya maka dia wajib mengeluarkannya.
_________________________
3). Al-Bukhari Kitab Al-I'tisham bi Al-Kitab wa As-Sunnah Bab 3 Nomor 6858
4). Dan boleh menurut para pembesar Hanafiyah mengeluarkan qimah 1 sha berupa نقداuang, ini lebih bermanfaat bagi orang faqir. Berdasarkan ini, menjadi sebab yang memungkinkan bagi kita untuk mentaqlidinya.[10]

Kumpulan Mu'allif Kuwait

ومذهب الإمام الشافعي أنه لا تجزئ القيمة، بل لا بدّ من إخراجها قوتاً من غالب أقوات ذلك البلد. إلا أنه لا بأس باتباع مذهب الإمام أبي حنيفة رحمه الله تعالى في هذه المسألة في هذا العصر، وهو جواز دفع القيمة، ذلك لأن القيمة أنفع للفقير اليوم من الفقير نفسه، واقرب إلى تحقيق الغاية المرجوة
Madzhab Imam Asy-Syafi'i adalah sesungguhnya qimah tidaklah mencukupkan, melainkan tidak boleh tidak harus mengeluarkan zakat dalam keadaan quut dari keghaliban quut-quut sebuah negeri. Hanya saja, sesungguhnya tidak apa-apa mengikuti madzhab Imam Abi Hanifah Rahimahullahu Ta'ala pada masalah ini di zaman ini, yaitu kebolehan memberikan qimah. Yang demikian itu, karena sesungguhnya qimah lebih manfaat bagi orang faqir dewasa ini daripada orang faqir pada zamannya dan lebih mendekati terhadap tercapainya penghabisan yang diharapkan.[11]

Imam Syafi'i tegas menyatakan tidak cukup alias tidak mencapai level sah mengeluarkan zakat fitrah berbentuk uang seharganya dalam Al-Umm yang merupakan kitab induk rujukan Syafi'iyah. Imam Rofi'i menguatkan hujjah Imam Syafi'i dengan menegaskan status kesesuaian hub sebagaimana yang di-nash dalam Al-Hadits, bahkan beliau juga menegaskan sikap save to hubb & say no to qimah dengan redaksi منعنا bagi kita muqallid madzhab Syafi'i.

Terkait adanya jalur periwayatan lain dalam madzhab Syafi'i yang menyatakan kebolehan menunaikan zakat fitrah dengan uang, maka itu juga sudah dibahas oleh Imam Nawawi dalam Al-Majmu sebagai salah satu wajh objek yang ditinjau dalam upaya tashhih dan tarjihnya. Imam Nawawi tidak menyebutkan shahibulwajh-nya secara jelas (sepertinya yang dimaksud Imam Ar-Rauyani), namun beliau tegas menyatakan bahwa itu wajh syadzun bathilun. Imam Nawawi yang dianggap fuqoha Syafi'iyah sebagai Ulama yang paling kompeten dalam hal mentashhih dan mentarjih pendapat-pendapat Imam Syafi'i yang diriwayatkan Ashhabul Wujuh, menyimpulkan bahwa nash-nash Imam Syafi'i yang diriwayatkan Ashhab ittifaq  menyatakan tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah dengan qimah. Pernyataannya juga menjadi pegangan para ulama ahli tarjih Syafi'iyah generasi berikutnya seperti Imam Ramli dalam Nihayah Al-Muhtaj dan Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfah Al-Muhtaj. Al-Muhtajnya Imam Khatib Asy-Syarbaini yang biasanya dijadikan Al-Muhtaj alternatif juga ittifaq sebagaimana dijelaskan Syaikh Ali Asy-Syibromilsi dan Syaikh Asy-Syirwani.

Jika imla kitab Induk Al-Umm Imam Syafi'i, Imam Rofi'i, Imam Nawawi, Imam Romli dan Imam Ibnu Hajar pernyataannya tidak berbeda, maka biasanya semua fuqoha Syafi'iyah periode muta'akhkhirin menyatakan bahwa itulah pendapat resmi madzhab Syafi'i. Tidak heran jika Imam Taqiyuddin Al-Hishni menyatakan tidak ada ikhtilaf. Sayid Abu Bakar bahkan menyatakan فيتعين saking tidak ada opsi lain dalam lingkungan madzhab Syafi'i selain hubb alias biji-bijian atau katakanlah beras jika di indonesia.

Seandainya ada wajh yang bisa dijadikan alternatif dalam lingkungan madzhab Syafi'i, tentu banyak fuqaha Syafi'iyah yang mengulas dan merekomendasikannya sebagai alternatif, serta kecil kemungkinan mereka mengiklankan pendapat luar madzhab Syafi'i seperti Hanafiyah sebagaimana direkomendasikan dalam kitab Syaikhah Daryah Al-Aithah. Qaul atau wajh dha'if-pun sangat lumayan jika ada, karena masih bisa dijadikan alternatif selama kedhaifannya tidak terlalu, sebagaimana metode yang dijelaskan Imam Ibnu Hajar dan Imam Al-Kurdi sehingga kita tidak perlu taqlid ke madzhab lain. Namun sayangnya wajh tersebut sudah dicap شاذ باطل oleh Al-Muharrir Madzhab Syafi'i periode awal yaitu Imam Abi Zakaria Yahya An-Nawawi. Sehingga alternatifnya jika kita bermaksud untuk menunaikan zakat fitrah dengan uang seharganya, ada 2 cara yang bisa ditempuh :
  1. Taqlid ke Madzhab lain (Madzhab Hanafi satu-satunya dari Madzahib Al-Arba'ah yang tegas menyatakan kebolehan zakat fitrah dengan uang) secara langsung dengan memenuhi ketentuan taqlid ke madzhab di luar yang sudah dita'yin dan diiltizami. Sayangnya ini tidak mudah dipenuhi, terutama oleh umat awam seperti kita.
  2. Merujuk kepada fatwa MUI atau BAZNAS tentang kebolehan zakat fitrah dengan uang. Ini yang lebih baik, karena dengan merujuk ke fatwa MUI atau BAZNAS umat awam seperti kita tidak dituntut untuk mengetahui secara mendalam tentang kaifiyat taqlid lintas madzhab. Hanya saja kaum penuntut ilmu tetap penting menelusuri asal usul fatwa tersebut, dan metode apa yang mereka gunakan sehingga mereka lebih memilih fatwa ulama kontemporer Syaikh Yusuf Al-Qardhawi sebagai rujukan [12] bukan merujuk kepada Wajh yang di-SyadzBathil-kan Imam Nawawi beberapa ratus tahun silam dan bukan juga taqlid secara langsung ke madzhab Hanafi. Ada keunikan dalam hal tersebut yang sangat mempesona untuk dijadikan bahan studi para pecinta ilmu. 
Semoga bermanfaat, selamat menunaikan ibadah puasa, selamat menunaikan ibadah zakat fitrah, selamat hari raya idul fithri, selamat mengkaji lebih dalam dan terima kasih.

Sumber :
[1] Al-Umm Jilid 2 Hal 72
[2] Fath Al-Aziz bi Syarh Al-Wajiz - Syarh Al-Kabir Jilid 6 Hal 266
[3] Al-Majmu Syarah Al-Muhaddab Jilid 6 Hal 132
[4] Al-Majmu Syarah Al-Muhaddab Jilid 5 Hal 428-429
[5] Hasyiyah Abi Adh-Dhiya Nuruddin Ali Asy-Syibromilsi Ala Nihayah Al-Muhtaj Jilid 3 Hal 123
[6] Hawasyi Asy-Syirwani wa Al-Ubbadi Ala Tuhfah Al-Muhtaj Jilid 3 Hal 324
[7] Mughni Al-Muhtaj Ila Ma'rifati Ma'ani Alfadz Al-Minhaj Jilid 2 Hal 119
[8] Kifayah Al-Akhyar Ala Hilli Ghayah Al-Ikhtishar Jilid 1 Hal 195
[9] I'anah Ath-Thalibin Ala Hilli Alfadz Fath Al-Mu'in Jilid 2 Hal 174
[10] Fiqh Al-Ibadah Ala Madzhab Asy-Syafi'i Jilid 2 Hal 140
[11] Al-Fiqh Al-Manhaji Ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafi'i Jilid 1 Hal 230
[12] https://baznas.go.id/zakatfitrah 

Mustahiq Zakat - Amilin

8 Mustahiq Zakat - Amilin| Faqir | Miskin | Gharim | Riqab ('Abid Mukatab) | Mu'allaf | Ibnu Sabil | Sabilillah

Mustahiq Zakat - Syafi'iyah

الأم للإمام محمد الشافعي ج ٢ ص ٧٧
ﻗﺎﻝ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ  ﻗﺎﻝ اﻟﻠﻪ ﺗﺒﺎﺭﻙ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ : ﺇﻧﻤﺎ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮاء ﻭاﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﻭاﻟﻌﺎﻣﻠﻴﻦ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭاﻟﻤﺆﻟﻔﺔ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ ﻭﻓﻲ اﻟﺮﻗﺎﺏ ﻭاﻟﻐﺎﺭﻣﻴﻦ ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻭاﺑﻦ اﻟﺴﺒﻴﻞ - اﻟﺘﻮﺑﺔ ٦٠ - ﻓﺄﺣﻜﻢ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻓﺮﺽ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺛﻢ ﺃﻛﺪﻫﺎ ﻓﻘﺎﻝ : ﻓﺮﻳﻀﺔ ﻣﻦ اﻟﻠﻪ - اﻟﺘﻮﺑﺔ: ٦٠ - ﻗﺎﻝ ﻭﻟﻴﺲ ﻷﺣﺪ ﺃﻥ ﻳﻘﺴﻤﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮ ﻣﺎ ﻗﺴﻤﻬﺎ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﻛﺎﻧﺖ اﻷﺻﻨﺎﻑ ﻣﻮﺟﻮﺩﺓ
Telah berkata Imam Syafi'i telah berfirman Allah Tabaroka Wa Ta'ala : "Sesungguhnya shadaqoh zakat adalah hanya untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, amilin terhadap zakat, mu'allafah hatinya, fi ar-riqob ('abid mukatab), orang-orang gharim, fi sabilillah, ibnu sabil." - At-Taubah Ayat 60 - Maka Allah telah menghukumi kefardhuan shadaqoh di dalam KitabNya, kemudian Allah menguatkannya. Kemudian berfirman : "suatu kefardhuan dari Allah". - At-Taubah Ayat 60 - Telah berkata Imam Syafi'i : "dan tidaklah bagi seseorang membagikannya kepada selain perkara yang Allah Azza wa Jalla telah membagikannya terhadapnya. Itu semua selagi keberadaan ashnaf tersebut adalah maujudah.[1]

فتح القريب المجيب للإمام ابن قاسم الغازي
ﻭﺗﺪﻓﻊ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﺇﻟﻰ اﻷﺻﻨﺎﻑ اﻟﺜﻤﺎﻧﻴﺔ اﻟﺬﻳﻦ ﺫﻛﺮﻫﻢ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: ﺇﻧﻤﺎ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮاء ﻭاﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﻭاﻟﻌﺎﻣﻠﻴﻦ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭاﻟﻤﺆﻟﻔﺔ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ ﻭﻓﻲ اﻟﺮﻗﺎﺏ ﻭاﻟﻐﺎﺭﻣﻴﻦ ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻭاﺑﻦ اﻟﺴﺒﻴل - اﻟﺘﻮﺑﺔ ٦٠ - ﻫﻮ ﻇﺎﻫﺮ ﻏﻨﻲ ﻋﻦ اﻟﺸﺮﺡ ﺇﻻ ﻣﻌﺮﻓﺔ اﻷﺻﻨﺎﻑ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭﺓ
Zakat diberikan kepada ashnaf yang 8 yaitu orang-orang yang Allah telah menuturkannya di dalam Kitabihi Al-Aziz pada Firmannya : "Sesungguhnya shadaqoh zakat adalah hanya untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, amilin terhadap zakat, mu'allafah hatinya, fi ar-riqob ('abid mukatab), orang-orang gharim, fi sabilillah, ibnu sabil. - At-Taubah Ayat 60 - Itu adalah dzohir yang tidak butuh penjelasan, kecuali penjelasan pengenalan ashnaf  yang telah dituturkan.[2]

Amilin - Syafi'iyah

فتح المعين للشيخ زين الدين المليباري ص ٥٣
ﻭاﻟﻌﺎﻣﻞ ﻛﺴﺎﻉ: ﻭﻫﻮ ﻣﻦ ﻳﺒﻌﺜﻪ اﻹﻣﺎﻡ ﻷﺧﺬ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻭﻗﺎﺳﻢ ﻭﺣﺎﺷﺮ ﻻ ﻗﺎﺽ
Dan Amil adalah seperti :
  • Sa'in : Orang yang imam mengutusnya untuk mengambil zakat.
  • Qasim
  • Hasyir
Tidak termasuk Qadhi.[3]

إعانة الطالبين للسيد أبي بكر الدمياطي ج ٢ ص ١٩٠
ﻗﻮﻟﻪ ﻭاﻟﻌﺎﻣﻞ ﺃﻱ ﻭﻟﻮ ﻏﻨﻴﺎ. ﻭﻭﻣﺤﻞ اﺳﺘﺤﻘﺎﻗﻪ ﻣﻦ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﺇﺫا ﺃﺧﺮﺟﻬﺎ اﻹﻣﺎﻡ ﻭﻟﻢ ﻳﺠﻌﻞ ﻟﻪ ﺟﻌﻼ ﻣﻦ ﺑﻴﺖ اﻟﻤﺎﻝ، ﻓﺈﻥ ﻓﺮﻗﻬﺎ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺃﻭ ﺟﻌﻞ اﻹﻣﺎﻡ ﻟﻪ ﺫﻟﻚ ﺳﻘﻂ ﺳﻬﻤﻪ. ﻭﻋﺒﺎﺭﺓ اﻟﻜﺮﺩﻱ: اﻟﻌﺎﻣﻞ ﻣﻦ ﻧﺼﺒﻪ اﻹﻣﺎﻡ ﻓﻲ ﺃﺧﺬ اﻟﻌﻤﺎﻟﺔ ﻣﻦ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ، ﻓﻠﻮ اﺳﺘﺄﺟﺮﻩ ﻣﻦ ﺑﻴﺖ اﻟﻤﺎﻝ ﺃﻭ ﺟﻌﻞ ﻟﻪ ﺟﻌﻼ ﻟﻢ ﻳﺄﺧﺬ ﻣﻦ اﻟﺰﻛﺎﺓ. اﻩ. ﻗﻮﻟﻪ ﻛﺴﺎﻉ ﺗﻤﺜﻴﻞ ﻟﻠﻌﺎﻣﻞ، ﻭﻛﺎﻥ اﻟﻤﻼﺋﻢ ﻟﻤﺎ ﻗﺒﻠﻪ ﻭاﻷﺧﺼﺮ ﺃﻥ ﻳﺆﺧﺮ ﻫﺬا ﻋﻦ اﻟﺘﻌﺮﻳﻒ، ﻛﺄﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﻭاﻟﻌﺎﻣﻞ ﻫﻮ ﻣﻦ ﻳﺒﻌﺜﻪ اﻟﺦ. ﺛﻢ ﻳﻘﻮﻝ ﻛﺴﺎﻉ، ﻭﻗﺎﺳﻢ، ﻭﺣﺎﺷﺮ، ﻭﺃﺷﺎﺭ ﺑﺎﻟﻜﺎﻑ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ اﻟﻌﺎﻣﻞ ﻻ ﻳﻨﺤﺼﺮ ﻓﻴﻤﺎ ﺫﻛﺮﻩ، ﺇﺫ ﻣﻨﻪ اﻟﻜﺎﺗﺐ، ﻭاﻟﺤﺎﺳﺐ، ﻭاﻟﺤﺎﻓﻆ، ﻭاﻟﺠﻨﺪﻱ ﺇﻥ اﺣﺘﻴﺞ ﺇﻟﻴﻪ. ﻗﻮﻟﻪ ﻭﻫﻮ ﻣﻦ ﻳﺒﻌﺜﻪ اﻹﻣﺎﻡ ﺇﻟﺦ ﻫﺬا اﻟﺒﻌﺚ ﻭاﺟﺐ. ﻭﻳﺸﺘﺮﻁ ﻓﻲ ﻫﺬا ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻘﻴﻬﺎ ﺑﻤﺎ ﻓﻮﺽ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻨﻬﺎ، ﻭﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺴﻠﻤﺎ، ﻣﻜﻠﻔﺎ، ﺣﺮا، ﻋﺪﻻ، ﺳﻤﻴﻌﺎ، ﺑﺼﻴﺮا، ﺫﻛﺮا، ﻷﻧﻪ ﻧﻮﻉ ﻭﻻﻳﺔ. ﻗﻮﻟﻪ ﻭﻗﺎﺳﻢ ﻣﻌﻄﻮﻑ ﻋﻠﻰ ﺳﺎﻉ، ﻭﻫﻮ اﻟﺬﻱ ﻳﻘﺴﻤﻬﺎ ﻋلى اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ. ﻭﻗﻮﻟﻪ ﻭﺣﺎﺷﺮ ﻣﻌﻄﻮﻑ ﻋﻠﻰ ﺳﺎﻉ، ﻭﻫﻮ اﻟﺬﻱ ﻳﺠﻤﻊ ﺫﻭﻱ اﻷﻣﻮاﻝ ﺃﻭ ﻭاﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ. ﻗﻮﻟﻪ ﻻ ﻗﺎﺽ ﻣﻌﻄﻮﻑ ﻋﻠﻰ ﺳﺎﻉ ﺃﻳﻀﺎ، ﺃﻱ ﻻ ﻛﻘﺎﺽ - ﺃﻱ ﻭﻭاﻝ - ﻓﻼ ﻳﻌﻄﻴﺎﻥ ﻣﻦ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻷﻧﻬﻤﺎ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻧﺎ ﻣﻦ اﻟﻌﻤﺎﻝ ﻟﻜﻦ ﻋﻤﻠﻬﻤﺎ ﻋﺎﻡ، ﺑﻞ ﻳﻌﻄﻴﺎﻥ ﻣﻦ ﺧﻤﺲ اﻟﺨﻤﺲ اﻟﻤﺮﺻﺪ ﻟﻠﻤﺼﺎﻟﺢ اﻟﻌﺎﻣﺔ، ﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺘﻄﻮﻋﺎ ﺑﺎﻟﻌﻤﻞ
Redaksinya والعامل 
Sekalipun keadaannya kaya. Tempat istihqaq amil dari zakat adalah jika imam mengeluarkan zakat dan dia tidak menjadikan bagi amil tempat dari baitul mal. Jika pemilik zakat telah memisahkannya atau imam telah menjadikan bagi amil tempat dari baitul mal maka jatuhlah saham zakatnya. Redaksi Al-Kurdi : Amil adalah orang yang telah mengangkatnya seorang imam pada pengambilan pekerjaan dari shadaqoh-shadaqoh. Jika imam memberinya upah dari baitul mal atau menjadikan baginya tempat dari baitul mal maka tidak boleh mengambil dari zakat.
Redaksinya كساع
Adalah tamtsil bagi عامل. Dan yang tepat bagi kalimat yang ada sebelumnya dan lebih ringkas adalah mengakhirkan كساع ini dari ta'rif. Seumpama mushannif berkata : 
والعامل هو من يبعثه الخ
kemudian dia berkata :
كساع وقاسم وحاشر 
Mushannif berisyarah dengan ك terhadap bahwasanya عامل tidak bisa diringkas hanya pada perkara yang mushannif sebutkan, karena darinya : 
  • الكاتب penulis
  • الحاسب penghitung
  • الحافظ penghapal
  • الجندي tentara jika dibutuhkan
Redaksinya وهو من يبعثه الإمام الخ
Pengutusan ini wajib, dan disyaratkan pada orang yang diutus :
  • فقيها بما فوض اليه منها mengerti mengenai saham yang dia membagikan terhadapnya dari zakat
  • أن يكون مسلما keadaan dia beragama islam
  • مكلفا mukallaf / baligh dan berakal sehat
  • حرا merdeka 
  • عدلا adil
  • سميعا salim pendengaran
  • بصيرا salim penglihatan
  • ذكرا laki-laki
Karena itu merupakan sejenis ولاية perwalian.
Redaksinya كقاسم
قاسم diعطفkan kepada ساع yaitu orang yang membagikan zakat kepada mustahiq-mustahiq zakat.
Redaksinya وحاشر
حاشر diعطفkan kepada ساع yaitu orang yang mengumpulkan pemilik harta atau mustahiq-mustahiq zakat.
Redaksinya لا قاض
لا قاض juga diعطفkan kepada ساع maksudnya ولا كقاض maksudnya والي maka keduanya tidak boleh diberi dari zakat, karena sesungguhnya keduanya sekalipun keadaan keduanya bekerja akan tetapi pekerjaannya bersifat umum, melainkan keduanya diberi dari ⅕/⅕ yang memantau kemashlahatan umat. Jika tidak sebagai relawan dengan kerjanya.[4]

حاشية الباجوري للشيخ الإسلام إبراهيم البيجوري ج ١ ص ٢٨٣
قوله والعامل من استعمله الإمام الخ
أى كساع يجبيها وكاتب يكتب ما أعطاه أرباب الأموال وقاسم يقسمها على المستحقين وحاشر يجمعهم لا قاض ووال فلا حق لهما في الزكاة بل حقهما في خمس الخمس والمرصد للمصالح
Redaksinya والعامل من استعمله الإمام الخ
Maksudnya adalah seperti :
  • ساع Orang yang berjalan menarik zakat dari orang yang wajib zakat
  • كاتب Orang yang menuliskan perkara yang memberikannya para pemilik harta 
  • قاسم Orang yang membagikan zakat kepada mustahiq-mustahiq zakat
  • حاشر Orang yang mengumpulkan mereka
Tidak termasuk Qadhi dan Wali. Maka tidak ada hak bagi keduanya pada harta zakat, melainkan hak keduanya ada di dalam ⅕ dari ⅕ dan pemantauan untuk kemashlahatan umat.[5]

Amilin - Perbandingan Madzhab : Syafi'iyah, Hanafiyah, Hanabilah, Malikiyah.
 
الموسوعة الفقهية الكويتيةللمجموعة من المؤلفين
الْعَامِلُونَ عَلَى الزَّكَاةِ: يَجُوزُ إِعْطَاءُ الْعَامِلِينَ عَلَى الزَّكَاةِ مِنْهَا. وَيُشْتَرَطُ فِي الْعَامِل الَّذِي يُعْطَى مِنَ الزَّكَاةِ شُرُوطٌ تَقَدَّمَ بَيَانُهَا. وَلاَ يُشْتَرَطُ فِيمَنْ يَأْخُذُ مِنَ الْعَامِلِينَ مِنَ الزَّكَاةِ الْفَقْرُ؛ لأَِنَّهُ يَأْخُذُ بِعَمَلِهِ لاَ لِفَقْرِهِ. وَقَدْ قَال النَّبِيُّ: لاَ تَحِل الصَّدَقَةُ لِغَنِيٍّ إِلاَّ
لِخَمْسَةٍ. . فَذَكَرَ مِنْهُمُ الْعَامِل عَلَيْهَا. قَال الْحَنَفِيَّةُ: يَدْفَعُ إِلَى الْعَامِل بِقَدْرِ عَمَلِهِ فَيُعْطِيهِ مَا يَسَعُهُ وَيَسَعُ أَعْوَانَهُ غَيْرَ مُقَدَّرٍ بِالثَّمَنِ، وَلاَ يُزَادُ عَلَى نِصْفِ الزَّكَاةِ الَّتِي يَجْمَعُهَا وَإِنْ كَانَ عَمَلُهُ أَكْثَرَ. وَقَال الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ: لِلإِْمَامِ أَنْ يَسْتَأْجِرَ الْعَامِل إجَارَةً صَحِيحَةً بِأَجْرٍ مَعْلُومٍ، إِمَّا عَلَى مُدَّةٍ مَعْلُومَةٍ، أَوْ عَمَلٍ مَعْلُومٍ. ثُمَّ قَال الشَّافِعِيَّةُ: لاَ يُعْطَى الْعَامِل مِنَ الزَّكَاةِ أَكْثَرَ مِنْ ثَمَنِ الزَّكَاةِ، فَإِنْ زَادَ أَجْرُهُ عَلَى الثَّمَنِ أَتَمَّ لَهُ مِنْ بَيْتِ الْمَال. وَقِيل مِنْ بَاقِي السِّهَامِ. وَيَجُوزُ لِلإِْمَامِ أَنْ يُعْطِيَهُ أَجْرَهُ مِنْ بَيْتِ الْمَال. وَلَهُ أَنْ يَبْعَثَهُ بِغَيْرِ إجَارَةٍ ثُمَّ يُعْطِيَهُ أَجْرَ الْمِثْل. وَإِنْ تَوَلَّى الإِْمَامُ، أَوْ وَالِي الإِْقْلِيمِ أَوِ الْقَاضِي مِنْ قِبَل الإِْمَامِ أَوْ نَحْوِهِمْ أَخْذَ الزَّكَاةِ وَقِسْمَتَهَا لَمْ يَجُزْ أَنْ يَأْخُذَ مِنَ الزَّكَاةِ شَيْئًا؛ لأَِنَّهُ يَأْخُذُ رِزْقَهُ مِنْ بَيْتِ الْمَال وَعَمَلُهُ عَامٌّ
Amilin Zakat : Boleh memberi amilin zakat dari zakat. Dan disyaratkan pada amil yang diberi dari zakat syarat-syarat yang telah lalu penjelasannya. Dan tidak disyaratkan faqir pada orang yang termasuk amilin yang mengambil dari zakat, karena dia mengambil melalui slot amalnya bukan karena kefaqirannya
Dan telah bersabda Nabi SAW : "tidak halal shadaqoh zakat bagi orang kaya kecuali karena 5 perkara........" kemudian beliau menyebutkan dari sebagian yang 5 tersebut terhadap عامل عليها
Telah berkata Syafi'iyah dan Hanabilah : kepada Imam, hendaknya memberi upah terhadap amil dengan upah yang shahih menggunakan standar upah yang maklum. Apakah berdasarkan waktu yang maklum /kontrak atau kinerja yang maklum / borongan.
Kemudian berkata Syafi'iyah : tidak boleh diberi seorang amil dari zakat melebihi harga zakat. Jika upahnya melebihi di atas harga maka imam menyempurnakan baginya dari baitul mal. Menurut qaul qiil : dari saham-saham yang tersisa.
Boleh bagi imam memberi amil upahnya dari baitul mal. Dan baginya boleh mengutus amil tanpa upah, kemudian dia memberinya upah setimpal. Jika seorang imam mengurusi atau gubernur wilayah atau hakim mewakili pihak imam atau yang seperti mereka untuk mengambil zakat dan membagikannya, maka tidak boleh mengambil saham dari zakat sedikitpun karena sesungguhnya imam mengambil rizqinya dari baitul mal dan pekerjaannya umum.[6]

Sumber :
[1] Imam Muhammad Asy-Syafi'i. Al-Umm Jilid 2 Hal 77
[2] Imam Ibnu Qasim Al-Ghazi. Fath Al-Qarib Al-Mujib ala At-Taqrib Hal 25
[3] Syaikh Zainuddin Al-Malibari. Fath Al-Muin bi Syarh Qurroh Al-Ain Hal 53
[4] Sayid Abu Bakar Ad-Dimyathi. I'anah Ath-Thalibin Ala Hilli Alfadz Fath Al-Mu'in Jilid 2 Hal 190
[5] Syaikhul Islam Ibrohim Al-Bajuri. Hasyiyah Al-Bajuri Ala Ibni Qasim Al-Ghazi Jilid 1 Hal 283
[6] Majmu'ah Min Al-Mu'allifin. Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah Jilid 23 Hal 328 - 329

Mustahiq Zakat - Sabilillah

8 Mustahiq Zakat - Sabilillah | Amil Zakat | Faqir | Miskin | Gharim | Riqab ('Abid Mukatab) | Mu'allaf | Ibnu Sabil

Mustahiq Zakat - Syafi'iyah

الأم للإمام محمد الشافعي ج ٢ ص ٧٧
ﻗﺎﻝ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ  ﻗﺎﻝ اﻟﻠﻪ ﺗﺒﺎﺭﻙ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ : ﺇﻧﻤﺎ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮاء ﻭاﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﻭاﻟﻌﺎﻣﻠﻴﻦ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭاﻟﻤﺆﻟﻔﺔ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ ﻭﻓﻲ اﻟﺮﻗﺎﺏ ﻭاﻟﻐﺎﺭﻣﻴﻦ ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻭاﺑﻦ اﻟﺴﺒﻴﻞ - اﻟﺘﻮﺑﺔ ٦٠ - ﻓﺄﺣﻜﻢ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻓﺮﺽ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺛﻢ ﺃﻛﺪﻫﺎ ﻓﻘﺎﻝ : ﻓﺮﻳﻀﺔ ﻣﻦ اﻟﻠﻪ - اﻟﺘﻮﺑﺔ: ٦٠ - ﻗﺎﻝ ﻭﻟﻴﺲ ﻷﺣﺪ ﺃﻥ ﻳﻘﺴﻤﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮ ﻣﺎ ﻗﺴﻤﻬﺎ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﻛﺎﻧﺖ اﻷﺻﻨﺎﻑ ﻣﻮﺟﻮﺩﺓ
Telah berkata Imam Syafi'i telah berfirman Allah Tabaroka Wa Ta'ala : "Sesungguhnya shadaqoh zakat adalah hanya untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, amilin terhadap zakat, mu'allafah hatinya, fi ar-riqob ('abid mukatab), orang-orang gharim, fi sabilillah, ibnu sabil." - At-Taubah Ayat 60 - Maka Allah telah menghukumi kefardhuan shadaqoh di dalam KitabNya, kemudian Allah menguatkannya. Kemudian berfirman : "suatu kefardhuan dari Allah". - At-Taubah Ayat 60 - Telah berkata Imam Syafi'i : "dan tidaklah bagi seseorang membagikannya kepada selain perkara yang Allah Azza wa Jalla telah membagikannya terhadapnya. Itu semua selagi keberadaan ashnaf tersebut itu ada.[1]

فتح القريب المجيب للإمام ابن قاسم الغازي
ﻭﺗﺪﻓﻊ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﺇﻟﻰ اﻷﺻﻨﺎﻑ اﻟﺜﻤﺎﻧﻴﺔ اﻟﺬﻳﻦ ﺫﻛﺮﻫﻢ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: ﺇﻧﻤﺎ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮاء ﻭاﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﻭاﻟﻌﺎﻣﻠﻴﻦ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭاﻟﻤﺆﻟﻔﺔ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ ﻭﻓﻲ اﻟﺮﻗﺎﺏ ﻭاﻟﻐﺎﺭﻣﻴﻦ ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻭاﺑﻦ اﻟﺴﺒﻴل - اﻟﺘﻮﺑﺔ ٦٠ - ﻫﻮ ﻇﺎﻫﺮ ﻏﻨﻲ ﻋﻦ اﻟﺸﺮﺡ ﺇﻻ ﻣﻌﺮﻓﺔ اﻷﺻﻨﺎﻑ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭﺓ
Zakat diberikan kepada ashnaf yang 8 yaitu orang-orang yang Allah telah menuturkannya di dalam Kitabihi Al-Aziz pada Firmannya : "Sesungguhnya shadaqoh zakat adalah hanya untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, amilin terhadap zakat, mu'allafah hatinya, fi ar-riqob ('abid mukatab), orang-orang gharim, fi sabilillah, ibnu sabil. - At-Taubah Ayat 60 - Itu dzohir tidak butuh penjelasan, kecuali penjelasan pengenalan ashnaf  yang telah dituturkan.[2]

Sabilillah - Syafi'iyah

فتح المعين للشيخ زين الدين المليباري ص ٥٣
وسبيل الله وهو القائم بالجهاد متطوعا ولو غنيا ويعطى المجاهد النفقة والكسوة له ولعياله ذهابا وإيابا وثمن آلة الحرب
Sabilillah adalah orang yang berdiri dengan berjihad secara karena Allah, sekalipun dia kaya. Dan boleh amilin memberi terhadap mujahid nafkahnya, dan pakaiannya, baginya dan bagi keluarganya, untuk bekal selama berangkat dan pulangnya, dan dana untuk pembelian alat jihad.[3]

كاشفة السجا للشيخ محمد نووي الجاوي ص ٧
والسابع سبيل الله وهم الغزاة المتطوعون بالجهاد أي الذين لا رزق لهم في الفيء فيعطون ولو أغنياء إعانة لهم على الغزو
Ketujuh adalah Sabilillah. Mereka adalah balatentara yang karena Allah dengan jihadnya, maksudnya adalah orang-orang yang tidak terdapat rizqi bagi mereka pada dana fai'. Maka mereka boleh diberi sekalipun kaya sebagai bantuan bagi mereka atas perangnya.[4]

Sabilillah - Perbandingan Madzhab : Syafi'iyah, Hanafiyah, Hanabilah, Malikiyah.

الموسوعة الفقهية الكويتيةللمجموعة من المؤلفين
جِهَاتُ الْخَيْرِ مِنْ غَيْرِ الأَْصْنَافِ الثَّمَانِيَةِ: ذَهَبَ الْفُقَهَاءُ إِلَى أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ صَرْفُ الزَّكَاةِ فِي جِهَاتِ الْخَيْرِ غَيْرِ مَا تَقَدَّمَ بَيَانُهُ، فَلاَ تُنْشَأُ بِهَا طَرِيقٌ، وَلاَ يُبْنَى بِهَا مَسْجِدٌ وَلاَ قَنْطَرَةٌ، وَلاَ تُشَقُّ بِهَا تُرْعَةٌ، وَلاَ يُعْمَل بِهَا سِقَايَةٌ، وَلاَ يُوَسَّعُ بِهَا عَلَى الأَْصْنَافِ، وَلَمْ يَصِحَّ فِيهِ نَقْل خِلاَفٍ عَنْ مُعَيَّنٍ يُعْتَدُّ بِهِ، وَظَاهِرُ كَلاَمِ الرَّمْلِيِّ أَنَّهُ إِجْمَاعٌ، وَاحْتَجُّوا لِذَلِكَ بِأَمْرَيْنِ: الأَْوَّل: أَنَّهُ لاَ تَمْلِيكَ فِيهَا؛ لأَِنَّ الْمَسْجِدَ وَنَحْوَهُ لاَ يُمْلَكُ، وَهَذَا عِنْدَ مَنْ يَشْتَرِطُ فِي الزَّكَاةِ التَّمْلِيكَ. وَالثَّانِي: الْحَصْرُ الَّذِي فِي الآْيَةِ، فَإِنَّ الْمَسَاجِدَ وَنَحْوَهَا لَيْسَتْ مِنَ الأَْصْنَافِ الثَّمَانِيَةِ، وَفِي الْحَدِيثِ الْمُتَقَدِّمِ الَّذِي فِيهِ: إِنَّ اللَّهَ جَعَل الزَّكَاةَ ثَمَانِيَةَ أَجْزَاء وَلاَ يَثْبُتُ مِمَّا نُقِل عَنْ أَنَسٍ وَابْنِ سِيرِينَ خِلاَفُ ذَلِك
Jihat kebaikan selain ashnaf yang 8 :
Berangkat fuqoha terhadap bahwasanya tidak boleh menyalurkan zakat ke arah kebaikan selain perkara yang telah lalu penjelasannya. Maka :
  • Tidak boleh dibangun jalan baru dengan zakat
  • Tidak boleh dibangun dengannya masjid
  • Tidak boleh dibangun dengannya jembatan
  • Tidak boleh dibuat dengannya saluran air
  • Tidak boleh dikerjakan dengannya irigasi
Tidak boleh diperluas ashnaf dengan semua itu. Tidak boleh menuqil perbedaan dari yang sudah ditentukan dan diadatkan dengannya. 
Dzahir perkataan Imam Ramli adalah bahwasanya itu Ijma' dan para ulama berhujjah untuk semua itu dengan 2 perkara :
  1. Bahwasanya tidak ada unsur pelimpahan kepemilikan di dalamnya. Karena masjid dan yang sepertinya tidaklah dimiliki. Dan ini berdasarkan pendapat yang mensyaratkan adanya "tamlik" pada zakat.
  2. Mencukupkan yang terdapat di dalam Ayat. Karena sesungguhnya masjid-masjid dan sebagainya bukanlah termasuk ashnaf yang delapan. Dan pada Hadits yang telah lalu yang terdapat di dalamnya : sesungguhnya Allah menjadikan zakat 8 bagian. Dan tidak menjadi ketetapan dari yang diriwayatkan Anas dan Ibnu Sirin menyelisihi itu. [5]

تفسير الخازين للشيخ علاء الدين علي الخازن الشافعي ج ٢ ص ٣٧٥
ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻳﻌﻨﻲ ﻭﻓﻲ اﻟﻨﻔﻘﺔ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻭﺃﺭاﺩ ﺑﻪ اﻟﻐﺰاﺓ ﻓﻠﻬﻢ ﺳﻬﻢ ﻣﻦ ﻣﺎﻝ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻓﻴﻌﻄﻮﻥ ﺇﺫا ﺃﺭاﺩﻭا اﻟﺨﺮﻭﺝ ﺇﻟﻰ اﻟﻐﺰﻭ ﻣﺎ ﻳﺴﺘﻌﻴﻨﻮﻥ ﺑﻪ ﻋﻠﻰ ﺃﻣﺮ اﻟﺠﻬﺎﺩ ﻣﻦ اﻟﻨﻔﻘﺔ ﻭاﻟﻜﺴﻮﺓ ﻭاﻟﺴﻼﺡ ﻭاﻟﺤﻤﻮﻟﺔ ﻓﻴﻌﻄﻮﻥ ﺫﻟﻚ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻧﻮا ﺃﻏﻨﻴﺎء ﻟﻤﺎ ﺗﻘﺪﻡ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﻋﻄﺎء ﻭﺃﺑﻲ ﺳﻌﻴﺪ اﻟﺨﺪﺭﻱ ﻭﻻ ﻳﻌﻄﻰ ﻣﻦ ﺳﻬﻢ اﻟﻠﻪ ﻟﻤﻦ ﺃﺭاﺩ اﻟﺤﺞ ﻋﻨﺪ ﺃﻛﺜﺮ ﺃﻫﻞ اﻟﻌﻠﻢ ﻭﻗﺎﻝ ﻗﻮﻡ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﺼﺮﻑ ﺳﻬﻢ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﺇﻟﻰ اﻟﺤﺞ ﻳﺮﻭﻯ ﺫﻟﻚ ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻭﻫﻮ ﻗﻮﻝ اﻟﺤﺴﻦ ﻭﺇﻟﻴﻪ ﺫﻫﺐ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ ﻭﺇﺳﺤﺎﻕ ﺑﻦ ﺭاﻫﻮﻳﻪ ﻭﻗﺎﻝ ﺑﻌﻀﻬﻢ: ﺇﻥ اﻟﻠﻔﻆ ﻋﺎﻡ ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ ﻗﺼﺮﻩ ﻋﻠﻰ اﻟﻐﺰاﺓ ﻓﻘﻂ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺎﺯ ﺑﻌﺾ اﻟﻔﻘﻬﺎء ﺻﺮﻑ ﺳﻬﻢ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﺇﻟﻰ ﺟﻤﻴﻊ ﻭﺟﻮﻩ اﻟﺨﻴﺮ ﻣﻦ ﺗﻜﻔﻴﻦ اﻟﻤﻮﺗﻰ ﻭﺑﻨﺎء اﻟﺠﺴﻮﺭ ﻭاﻟﺤﺼﻮﻥ ﻭﻋﻤﺎﺭﺓ اﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﻗﺎﻝ ﻷﻥ ﻗﻮﻟﻪ ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻋﺎﻡ ﻓﻲ اﻟﻜﻞ ﻓﻼ ﻳﺨﺘﺺ ﺑﺼﻨﻒ ﺩﻭﻥ ﻏﻴﺮﻩ ﻭاﻟﻘﻮﻝ اﻷﻭﻝ ﻫﻮ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﻹﺟﻤﺎﻉ اﻟﺠﻤﻬﻮﺭ ﻋﻠﻴﻪ
Firman Allah Ta'ala :
 وفي سبيل الله
maksudnya adalah :
وفي النفقة في سبيل الله
dan Allah berkehendak dengan itu terhadap الغزاةbalatentara. Maka bagi mereka ada saham dari harta shadaqoh. Maka mereka diberi jika mereka hendak keluar menuju peperangan seukuran perkara yang dapat membantu mereka terhadap urusan jihad, yaitu : nafkahnya, pakaiannya, senjatanya dan barang bawaannya. Mereka diberi semua itu sekalipun mereka para orang kaya. Berdasarkan keterangan yang telah lalu dari Hadits Atha dan Abi Said Al-Khudhri. Dan tidak boleh diberikan dari saham Allah bagi orang yang hendak pergi haji menurut mayoritas ahli ilmu. Dan berkata suatu kaum : boleh disalurkan saham sabilillah kepada haji, diriwayatkan itu dari Ibnu Abbas yaitu pendapat Hasan dan kepadanya bermadzhab Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Ishaq bin Rohawaih. Dan berkata sebagian ulama : sesungguhnya lafadz سبيل الله pada Al-Qur'an Surat At-Taubah Ayat 60 itu lafadz yang umum, maka tidak boleh meringkasnya hanya kepada الغزاة saja. Dan karena inilah sebagian fuqoha memperbolehkan menyalurkan saham Sabilillah kepada semua jalur kebaikan, seperti : pemulasaraan mayit, pembangunan jembatan, pembangunan benteng, kemakmuran masjid dan sebagainya. Sebagian fuqoha berkata : oleh karena Firman Allah وفي سبيل الله lafadznya عام في الكل maka tidak dikhususkan pada satu golongan tidak yang lainnya. Qaul yang pertama adalah qaul yang shahih karena didukung ijma jumhur terhadapnya.[6]

حاشية الصاوي على تفسير الجلالين للشيخ أحمد الصاوي المالكي ج ٢ ص ١٥٤
قوله أى القائمين بالجهاد الخ : أى ويشتري منها آلته من سلاح ودرع وفرس ومذهب مالك أن طلبة العلم المنهمكين فيه لهم الأخذ من الزكاة ولو أغنياء اذا انقطع حقهم من بيت المال لأنهم مجاهدون
Redaksi penafsiran Imam Jalaluddin Al-Mahalli القائمين بالجهاد dst : maksudnya adalah boleh membeli dari zakat terhadap alat jihad, yaitu antara lain : senjata, baju besi, kuda. Madzhab Maliki berpendapat sesungguhnya penuntut ilmu yang serius menghabiskan waktu pada penuntutan ilmu bagi mereka boleh mengambil dari zakat sekalipun statusnya aghniya jika terputus hak mereka dari baitul mal karena sesungguhnya mereka adalah para mujahid.[7]

تفسير المنير للشيخ وهبه الزهيلي
ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﺃﻱ اﻟﻘﺎﺋﻤﻴﻦ ﺑﺎﻟﺠﻬﺎﺩ ﻭﻟﻮ ﺃﻏﻨﻴﺎء، ﺃﻭ ﻟﻠﺼﺮﻑ ﻓﻲ ﻣﺼﺎﻟﺢ اﻟﺠﻬﺎﺩ ﺑﺎﻹﻧﻔﺎﻕ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺘﻄﻮﻋﺔ ﻭﺷﺮاء اﻟﺴﻼﺡ. ﻭﻗﻴﻞ: ﻭﻓﻲ ﺑﻨﺎء اﻟﻘﻨﺎﻃﺮ ﻭاﻟﻤﺼﺎﻧﻊ
____________________________
ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ: ﻭﻫﻢ ﻓﻲ ﺭﺃﻱ اﻟﺠﻤﻬﻮﺭ اﻟﻐﺰاﺓ اﻟﻤﺠﺎﻫﺪﻭﻥ اﻟﺬﻳﻦ ﻻ ﺣﻖ ﻟﻬﻢ ﻓﻲ ﺩﻳﻮاﻥ اﻟﺠﻨﺪ، ﻳﻌﻄﻮﻥ ﻣﺎ ﻳﻨﻔﻘﻮﻥ ﻓﻲ ﻏﺰﻭﻫﻢ، ﻛﺎﻧﻮا ﺃﻏﻨﻴﺎء ﺃﻭ ﻓﻘﺮاء ﻷﻥ اﻟﺴﺒﻴﻞ ﻋﻨﺪ اﻹﻃﻼﻕ ﻫﻮ اﻟﻐﺰﻭ، ﻭﻫﻮ اﻟﻤﺴﺘﻌﻤﻞ ﻓﻲ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭاﻟﺴﻨﺔ. ﻭﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﻟﻪ ﺷﻲء ﻣﻘﺪﺭ ﻓﻲ اﻟﺪﻳﻮاﻥ ﻓﻼ ﻳﻌﻄﻰ ﻷﻥ ﻣﻦ ﻟﻪ ﺭﺯﻕ ﺭاﺗﺐ ﻳﻜﻔﻴﻪ، ﻓﻬﻮ ﻣﺴﺘﻐﻦ ﺑﻪ. ﻭﻻ ﻳﺤﺞ ﺃﺣﺪ ﺑﺰﻛﺎﺓ ﻣﺎﻟﻪ، ﻭﻻ ﻳﻐﺰﻭ ﺑﺰﻛﺎﺓ ﻣﺎﻟﻪ، ﻭﻻ ﻳﺤﺞ ﺑﻬﺎ ﻋﻨﻪ، ﻭﻻ ﻳﻐﺰﻯ ﺑﻬﺎ ﻋﻨﻪ، ﻟﻌﺪﻡ اﻹﻳﺘﺎء اﻟﻤﺄﻣﻮﺭ ﺑﻪ. ﻭﻋﻠﻰ ﻫﺬا اﻟﺮﺃﻱ: ﻻ ﻳﻌﻄﻰ اﻟﺠﻴﺶ اﻟﺤﺎﻟﻲ ﻣﻦ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻷﻥ اﻟﺠﻨﻮﺩ ﻭاﻟﻀﺒﺎﻁ ﺗﺼﺮﻑ ﻟﻬﻢ اﻟﻴﻮﻡ ﺭﻭاﺗﺐ ﺷﻬﺮﻳﺔ ﺩاﺋﻤﺔ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﻤﻜﻦ اﻟﻤﺴﺎﻫﻤﺔ ﻋﻨﺪ اﻟﻀﺮﻭﺭﺓ ﺃﻭ اﻟﺤﺎﺟﺔ اﻟﻌﺎﻣﺔ ﻓﻲ ﺷﺮاء اﻟﺴﻼﺡ، ﺃﻭ ﺇﻋﻄﺎء اﻟﻤﺘﻄﻮﻋﺔ ﻓﻲ اﻟﺠﻬﺎﺩ.
ﻭﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ: ﻻ ﻳﻌﻄﻰ اﻟﻐﺎﺯﻱ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﺇﻻ ﺇﺫا ﻛﺎﻥ ﻓﻘﻴﺮا.
ﻭﻗﺎﻝ ﺃﺣﻤﺪ ﻓﻲ ﺃﺻﺢ اﻟﺮﻭاﻳﺘﻴﻦ ﻋﻨﻪ: اﻟﺤﺞ ﻣﻦ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ، ﻓﻴﻌﻄﻰ ﻣﺮﻳﺪ اﻟﺤﺞ ﻣﻦ اﻟﺰﻛﺎﺓ
ﻟﻤﺎ ﺭﻭﻯ ﺃﺑﻮ ﺩاﻭﺩ ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ: ﺃﻥ ﺭﺟﻼ ﺟﻌﻞ ﻧﺎﻗﺔ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ، ﻓﺄﺭاﺩﺕ اﻣﺮﺃﺗﻪ اﻟﺤﺞ، ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻬﺎ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺁﻟﻪ ﻭﺳﻠﻢ: اﺭﻛﺒﻴﻬﺎ، ﻓﺈﻥ اﻟﺤﺞ ﻣﻦ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ
ﻭﺃﺟﺎﺏ اﻟﺠﻤﻬﻮﺭ ﺑﺄﻥ اﻟﺤﺞ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ، ﻭﻟﻜﻦ اﻵﻳﺔ ﻣﺤﻤﻮﻟﺔ ﻋﻠﻰ اﻟﺠﻬﺎﺩ. ﻗﺎﻝ ﻣﺎﻟﻚ: ﺳﺒﻞ اﻟﻠﻪ ﻛﺜﻴﺮﺓ، ﻭﻗﺎﻝ اﺑﻦ اﻟﻌﺮﺑﻲ: ﻭﻟﻜﻨﻲ ﻻ ﺃﻋﻠﻢ ﺧﻼﻓﺎ ﻓﻲ ﺃﻥ اﻟﻤﺮاﺩ ﺑﺴﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻫﺎﻫﻨﺎ اﻟﻐﺰﻭ، ﻭﻣﻦ ﺟﻤﻠﺔ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ، ﺇﻻ ﻣﺎ ﻳﺆﺛﺮ ﻋﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺇﺳﺤﺎﻕ ﻓﺈﻧﻬﻤﺎ ﻗﺎﻻ: ﺇﻧﻪ اﻟﺤﺞ. ﻭﻓﺴﺮ ﺑﻌﺾ اﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﺑﻄﻠﺐ اﻟﻌﻠﻢ، ﻭﻓﺴﺮﻩ اﻟﻜﺎﺳﺎﻧﻲ ﺑﺠﻤﻴﻊ اﻟﻘﺮﺏ، ﻓﻴﺪﺧﻞ ﻓﻴﻪ ﺟﻤﻴﻊ ﻭﺟﻮﻩ اﻟﺨﻴﺮ ﻣﺜﻞ ﺗﻜﻔﻴﻦ اﻟﻤﻮﺗﻰ ﻭﺑﻨﺎء اﻟﻘﻨﺎﻃﺮ ﻭاﻟﺤﺼﻮﻥ ﻭﻋﻤﺎﺭﺓ اﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻷﻥ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻋﺎﻡ ﻓﻲ اﻟﻜﻞ.
ﻭاﻟﺨﻼﺻﺔ: اﻟﻤﺮاﺩ ﺑﺴﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ: ﺇﻋﻄﺎء اﻟﻤﺠﺎﻫﺪﻳﻦ ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻧﻮا ﺃﻏﻨﻴﺎء ﻋﻨﺪ اﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ، ﻭﺑﺸﺮﻁ ﻛﻮﻧﻬﻢ ﻓﻘﺮاء ﻋﻨﺪ اﻟﺤﻨﻔﻴﺔ، ﻭاﻟﺤﺞ ﻣﻦ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﺪ ﺃﺣﻤﺪ ﻭاﻟﺤﺴﻦ ﻭﺇﺳﺤﺎﻕ. ﻭاﺗﻔﻖ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﺇﻻ ﻣﺎ ﻳﺮﻭﻯ ﻋﻦ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺻﺮﻑ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﺒﻨﺎء اﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭاﻟﺠﺴﻮﺭ ﻭاﻟﻘﻨﺎﻃﺮ ﻭﺇﺻﻼﺡ اﻟﻄﺮﻗﺎﺕ، ﻭﺗﻜﻔﻴﻦ اﻟﻤﻮﺗﻰ، ﻭﻗﻀﺎء اﻟﺪﻳﻦ، ﻭﺷﺮاء اﻷﺳﻠﺤﺔ ﻭﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ اﻟﻘﺮﺏ اﻟﺘﻲ ﻟﻢ ﺗﺬﻛﺮ ﻓﻲ اﻵﻳﺔ، ﻣﻤﺎ ﻻ ﺗﻤﻠﻴﻚ ﻓﻴﻪ
وفي سبيل الله Maksudnya adalah القائمين بالجهاد Sekalipun aghniya. Atau untuk disalurkan pada kemashlahatan jihad dengan menginfaqkannya kepada relawan jihad dan membeli persenjataan. Menurut qaul qiil : dan pada pembangunan jembatan dan al-mashani'
____________________
وفي سبيل الله : Mereka pada pendapat jumhur adalah al-ghuzzat al-mujahidun yang tidak ada hak bagi mereka pada di kantor tentara. Mereka diberi seukuran perkara yang mereka infaqkan pada perang mereka baik mereka itu kaya ataupun faqir. Karena sesungguhnya سبيل ketika di-ithlaq-kan adalah الغزو dan itulah yang dipergunakan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dan bagi orang yang baginya ada syai'un muqoddar di kantor ghuzzaat, tidak boleh diberi, karena sesungguhnya orang yang baginya ada rizqi rutin yang mencukupinya maka dia statusnya mustaghnan bih / orang yang disugihkan dengannya.
  • Tidak boleh berhaji seseorang menggunakan zakatmal-nya
  • Tidak boleh berjihadperang seseorang menggunakan zakatmal-nya
  • Tidak boleh berhaji seseorang menggunakan zakatfithrah-nya
  • Tidak boleh berjihadperang seseorang menggunakan zakatfithrah-nya
karena ketiadaan unsur membayarkan zakat sesuai yang diperintahkan terhadapnya. Maka berdasarkan pendapat ini maka tidak boleh diberi al-jaisy zaman ini dari zakat, karena tentara dan perwira di zaman ini diberi gaji bulanan rutin, sehingga kontribusi dari saham zakat hanyalah mungkin ketika : 
  • Dalam keadaan darurat, atau 
  • Ada kebutuhan yang bersifat umum, atau
  • Untuk pembelian senjata, atau
  • Pemberian terhadap relawan jihad.
Berkata Imam Abu Hanifah : Tidak diberi dari zakat seorang al-ghazi fi sabilillah kecuali jika dia keadaannya faqir.
Berkata Imam Ahmad bin Hanbal pada salah satu dari dua riwayat al-ashahhnya : Berhaji adalah termasuk sabilillah, maka orang yang hendak berhaji boleh diberi dari zakat. Karena telah meriwayatkan Abu Dawud dari Ibnu Abbas terhadap Hadits : 
ﺃﻥ ﺭﺟﻼ ﺟﻌﻞ ﻧﺎﻗﺔ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ، ﻓﺄﺭاﺩﺕ اﻣﺮﺃﺗﻪ اﻟﺤﺞ، ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻬﺎ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺁﻟﻪ ﻭﺳﻠﻢ: اﺭﻛﺒﻴﻬﺎ، ﻓﺈﻥ اﻟﺤﺞ ﻣﻦ ﺳﺒﻴﻞ الله
Sesungguhnya seorang pria sejati telah mempersiapkan unta untuk berperang fi sabilillah, kemudian istrinya hendak berhaji,  kemudian kepadanya Nabi SAW bersabda : "tunggangi unta itu wahai imro'at! karena sesungguhnya berhaji adalah termasuk sabilillah".
Dan kemudian Jumhur Ulama menjawab perihal bahwasanya berhaji merupakan termasuk sabilillah : akan tetapi mahmul Ayat adalah terhadap jihad.
Telah berkata Imam Malik : Sabilillah itu banyak. Telah berkata Imam Ibnu Arobi : dan akan tetapi aku tidak tau terhadap perbedaan perihal bahwasanya yang dimaksud dengan سبيل الله pada Ayat ini adalah الغزو dan dari globalnya makna سبيل الله, kecuali perkara yang dipilih dari Imam Ahmad dan Imam Ishaq bahwasanya keduanya berkata : bahwasanya yang dimaksud adalah berhaji.
Telah menafsirkan sebagian Hanafiyah terhadap سبيل الله dengan طلب العلم / menuntut ilmu. Dan telah menafsirkan Imam Al-Kasani dengan جميع القرب / semua pendekatan kepada Allah. Maka termasuk di dalamnya semua jalur-jalur kebaikan, seperti :
  • Pembungkusan mayit
  • Membangun jembatan
  • Membangun benteng
  • Memmakmurkan masjid
karena firman Allah وفي سبيل الله umum pada semuanya.
Kesimpulan : Yang dimaksud dengan سبيل الله adalah 
  • Memberi mujahidin sekalipun mereka orang-orang kaya menurut Syafi'iyah, dan dengan syarat mereka faqir menurut Hanafiyah.
  • Berhaji termasuk سبيل الله menurut Imam Ahmad, Imam Hasan dan Imam Ishaq.
  • Ittifaq Ulama, kecuali terhadap perkara yang diriwayatkan dari sebagian mereka tentang bahwasanya tidak boleh menyalurkan zakat untuk : pembangunan masjid, benteng, jembatan, perbaikan jalan-jalan, pengkafanan mayit-mayit, pelunasan hutang, pembelian senjata, dan sejenisnya dari antara perkara-perkara yang tidak disebutkan dalam ayat, yaitu dari yang tidak ada pelimpahan kepemilikan di dalamnya.[8]


Sumber :
[1] Imam Muhammad Asy-Syafi'i. Al-Umm Jilid 2 Hal 77
[2] Imam Ibnu Qasim Al-Ghazi. Fath Al-Qarib Al-Mujib ala At-Taqrib Hal 25
[3] Syaikh Zainuddin Al-Malibari. Fath Al-Muin bi Syarh Qurroh Al-Ain Hal 53
[4] Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi. Kasyifah As-Saja fi Syarh Safinah An-Naja Hal 7
[5] Majmu'ah Min Al-Mu'allifin. Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah Jilid 23 Hal 328 - 329
[6] Syaikh Alauddin Ali Al-Khazin. Tafsir Al-Khazin Jilid 2 Hal 375
[7] Syaikh Ahmad Ash-Shawi. Hasyiyah Ash-Shawi Ala Tafsir Al-Jalalain Jilid 2 Hal 154
[8] Syaikh Wahbah Az-Zuhaili. Tafsir Munir Jilid 10 Hal 259, 273 - 274

Mustahiq Zakat - Ibnu Sabil

8 Mustahiq Zakat - Ibnu Sabil | Sabilillah | Amil Zakat | Faqir | Miskin | Gharim | Riqab ('Abid Mukatab) | Mu'allaf

Mustahiq Zakat - Syafi'iyah

الأم للإمام محمد الشافعي ج ٢ ص ٧٧
ﻗﺎﻝ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ  ﻗﺎﻝ اﻟﻠﻪ ﺗﺒﺎﺭﻙ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ : ﺇﻧﻤﺎ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮاء ﻭاﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﻭاﻟﻌﺎﻣﻠﻴﻦ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭاﻟﻤﺆﻟﻔﺔ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ ﻭﻓﻲ اﻟﺮﻗﺎﺏ ﻭاﻟﻐﺎﺭﻣﻴﻦ ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻭاﺑﻦ اﻟﺴﺒﻴﻞ - اﻟﺘﻮﺑﺔ ٦٠ - ﻓﺄﺣﻜﻢ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻓﺮﺽ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺛﻢ ﺃﻛﺪﻫﺎ ﻓﻘﺎﻝ : ﻓﺮﻳﻀﺔ ﻣﻦ اﻟﻠﻪ - اﻟﺘﻮﺑﺔ: ٦٠ - ﻗﺎﻝ ﻭﻟﻴﺲ ﻷﺣﺪ ﺃﻥ ﻳﻘﺴﻤﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮ ﻣﺎ ﻗﺴﻤﻬﺎ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﻛﺎﻧﺖ اﻷﺻﻨﺎﻑ ﻣﻮﺟﻮﺩﺓ
Telah berkata Imam Syafi'i telah berfirman Allah Tabaroka Wa Ta'ala : "Sesungguhnya shadaqoh zakat adalah hanya untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, amilin terhadap zakat, mu'allafah hatinya, fi ar-riqob ('abid mukatab), orang-orang gharim, fi sabilillah, ibnu sabil." - At-Taubah Ayat 60 - Maka Allah telah menghukumi kefardhuan shadaqoh di dalam KitabNya, kemudian Allah menguatkannya. Kemudian berfirman : "suatu kefardhuan dari Allah". - At-Taubah Ayat 60 - Telah berkata Imam Syafi'i : "dan tidaklah bagi seseorang membagikannya kepada selain perkara yang Allah Azza wa Jalla telah membagikannya terhadapnya. Itu semua selagi keberadaan ashnaf tersebut itu ada.[1]

فتح القريب المجيب للإمام ابن قاسم الغازي
ﻭﺗﺪﻓﻊ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﺇﻟﻰ اﻷﺻﻨﺎﻑ اﻟﺜﻤﺎﻧﻴﺔ اﻟﺬﻳﻦ ﺫﻛﺮﻫﻢ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: ﺇﻧﻤﺎ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮاء ﻭاﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﻭاﻟﻌﺎﻣﻠﻴﻦ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭاﻟﻤﺆﻟﻔﺔ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ ﻭﻓﻲ اﻟﺮﻗﺎﺏ ﻭاﻟﻐﺎﺭﻣﻴﻦ ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻭاﺑﻦ اﻟﺴﺒﻴل - اﻟﺘﻮﺑﺔ ٦٠ - ﻫﻮ ﻇﺎﻫﺮ ﻏﻨﻲ ﻋﻦ اﻟﺸﺮﺡ ﺇﻻ ﻣﻌﺮﻓﺔ اﻷﺻﻨﺎﻑ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭﺓ
Zakat diberikan kepada ashnaf yang 8 yaitu orang-orang yang Allah telah menuturkannya di dalam Kitabihi Al-Aziz pada Firmannya : "Sesungguhnya shadaqoh zakat adalah hanya untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, amilin terhadap zakat, mu'allafah hatinya, fi ar-riqob ('abid mukatab), orang-orang gharim, fi sabilillah, ibnu sabil. - At-Taubah Ayat 60 - Itu dzohir tidak butuh penjelasan, kecuali penjelasan pengenalan ashnaf  yang telah dituturkan.[2]

Ibnu Sabil - Syafi'iyah

فتح المعين للشيخ زين الدين المليباري ص ٥٢
ﻭاﺑﻦ اﻟﺴﺒﻴﻞ: ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺎﻓﺮ ﻣﺠﺘﺎﺯ ﺑﺒﻠﺪ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﺃﻭ ﻣﻨﺸﺊ ﺳﻔﺮ ﻣﺒﺎﺡ ﻣﻨﻬﺎ ﻭﻟﻮ ﻟﻨﺰﻫﺔ ﺃﻭ ﻛﺎﻥ ﻛﺴﻮﺑﺎ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻤﺴﺎﻓﺮ ﻟﻤﻌﺼﻴﺔ ﺇﻻ ﺇﻥ ﺗﺎﺏ. ﻭاﻟﻤﺴﺎﻓﺮ ﻟﻐﻴﺮ ﻣﻘﺼﺪ ﺻﺤﻴﺢ ﻛﺎﻟﻬﺎﺋﻢ. ﻭﻳﻌﻄﻰ ﻛﻔﺎﻳﺘﻪ ﻭﻛﻔﺎﻳﺔ ﻣﻦ ﻣﻌﻪ ﻣﻦ ﻣﻤﻮﻧﻪ ﺃﻱ ﺟﻤﻴﻌﻬﺎ ﻧﻔﻘﺔ ﻭﻛﺴﻮﺓ ﺫﻫﺎﺑﺎ ﻭﺇﻳﺎﺑﺎ ﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻟﻪ ﺑﻄﺮﻳﻘﻪ ﺃﻭ ﻣﻘﺼﺪﻩ ﻣﺎﻝ. ﻭﻳﺼﺪﻕ ﻓﻲ ﺩﻋﻮﻯ اﻟﺴﻔﺮ ﻭﻛﺬا ﻓﻲ ﺩﻋﻮﻯ اﻟﻐﺰﻭ ﺑﻼ ﻳﻤﻴن ﻭﻳﺴﺘﺮﺩ ﻣﻨﻪ ﻣﺎ ﺃﺧﺬﻩ ﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺨﺮﺝ
Ibnu Sabil adalah Musafir :
  1. Musafir yang melewati negara zakat
  2. Musafir yang memulai safar dengan kriteria safar yang dihukumi mubah dari negeri zakat. 
Sekalipun :
  • Safarnya untuk rekreasi
  • Musafirnya rajin bekerja
Berbeda dengan :
  • Musafir yang safarnya untuk maksud maksiat. Kecuali jika dia bertaubat.
  • Musafir yang tidak memiliki tujuan, seperti : pengembara

Dia boleh diberi seukuran kifayahnya dan kifayah orang yang besertanya dari orang yang pembiayaan orang tersebut menjadi tanggungannya, semuanya : nafakahnya dan pakaiannya, untuk berangkatnya dan kembalinya. Jika tidak ada harta baginya di perjalanannya atau di tempat tujuannya.
Dibenarkan pengakuan seseorang perihal status ke-safar-annya dan begitu juga dibenarkan pengakuan seseorang perihal status ke-ghazwu-annya tanpa disumpah. Dan diminta pengembalian darinya terhadap perkara yang diambilnya dari zakat jika dia tidak berangkat safar dan ghazw.[3]

كاشفة السجا للشيخ محمد نووي الجاوي ص ٧
والثامن إبن السبيل وهو على قسمين مجازي وهو منشىء سفر من بلد مال الزكاة وحقيقي وهو مار ببلد الزكاة في سفره وذلك إن احتاج بأن لم يكن معه ما يوصله مقصده أو ماله فيعطى من لا مال له أصلا وكذا من له مال في غير البلد المتنقل اليه بشرط أن لا يكون سفره معصية قال في المصباح وقيل للمسافر ابن سبيل لتلبسه به أى بالسبيل والطريق قالوا والمراد بإبن سبيل في الآية من انقطع عن ماله انتهى
Mustahiq ke 8 adalah Ibnu Sabil. Ibnu sabil terbagi pada 2 kategori :
  1. Ibnu Sabil Majazy, yaitu : musafir yang memulai start safar dari negara zakat.
  2. Ibnu Sabil Haqiqi, yaitu : musafir yang melewati negara zakat pada safarnya.
Diberinya ibnu sabil dari zakat adalah jika dia membutuhkan. Sekira tidak ada bersamanya perkara yang dapat menyampaikannya terhadap :
  • Negara yang dimaksudnya, atau
  • Hartanya.
Maka boleh diberi dari zakat ibnu sabil yang tidak memiliki harta sama sekali. Begitu juga boleh diberi ibnu sabil yang memiliki harta di negara lain yang akan dipindahinya, dengan syarat tidak terbukti safarnya ma'shiyat. 
Telah berkata pengarang kitab Al-Misbah dalam kitab Al-Misbah : dikatakan bagi musafir "ibnu sabil" karena ter-style-kannya musafir dengan style ibnu sabil, maksudnya dengan sabil dan thariq. Para ulama berkata : yang dimaksud dengan ابن سبيل pada Al-Qur'an Surat At-Taubah Ayat 60 adalah orang yang terputus dari hartanya. Intaha Al-Misbah.[4]

Ibnu Sabil - Perbandingan Madzhab : Syafi'iyah, Hanafiyah, Hanabilah, Malikiyah.
الموسوعة الفقهية الكويتيةللمجموعة من المؤلفين
الصِّنْفُ الثَّامِنُ: ابْنُ السَّبِيل: سُمِّيَ بِذَلِكَ لِمُلاَزَمَتِهِ الطَّرِيقَ، إِذْ لَيْسَ هُوَ فِي وَطَنِهِ لِيَأْوِيَ إِلَى سَكَنٍ وَهَذَا الصِّنْفُ ضَرْبَانِ: الضَّرْبُ الأَْوَّل: المُتَغَرِّبُ عَنْ وَطَنِهِ الَّذِي لَيْسَ بِيَدِهِ مَا يَرْجِعُ بِهِ إِلَى بَلَدِهِ:وَهَذَا الضَّرْبُ مُتَّفَقٌ عَلَى أَنَّهُ مِنْ أَصْحَابِ الزَّكَاةِ، فَيُعْطَى مَا يُوصِلُهُ إِلَى بَلَدِهِ، إِلاَّ فِي قَوْلٍ ضَعِيفٍ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ: أَنَّهُ لاَ يُعْطَى؛ لأَِنَّ ذَلِكَ يَكُونُ مِنْ بَابِ نَقْل الزَّكَاةِ مِنْ بَلَدِهَا. وَلاَ يُعْطَى مِنَ الزَّكَاةِ إِلاَّ بِشُرُوطٍ: الشَّرْطُ الأَْوَّل: أَنْ يَكُونَ مُسْلِمًا، مِنْ غَيْرِ آل الْبَيْتِ. الشَّرْطُ الثَّانِي: أَنْ لاَ يَكُونَ بِيَدِهِ فِي الْحَال مَالٌ يَتَمَكَّنُ بِهِ مِنَ الْوُصُول إِلَى بَلَدِهِ وَإِنْ كَانَ غَنِيًّا فِي بَلَدِهِ، فَلَوْ كَانَ لَهُ مَالٌ مُؤَجَّلٌ أَوْ عَلَى غَائِبٍ، أَوْ مُعْسِرٍ، أَوْ جَاحِدٍ، لَمْ يَمْنَعْ ذَلِكَ الأَْخْذَ مِنَ الزَّكَاةِ عَلَى مَا صَرَّحَ بِهِ الْحَنَفِيَّةُ. الشَّرْطُ الثَّالِثُ: أَنْ لاَ يَكُونَ سَفَرُهُ لِمَعْصِيَةٍ، صَرَّحَ بِهَذَا الشَّرْطِ الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ، فَيَجُوزُ إِعْطَاؤُهُ إِنْ كَانَ سَفَرُهُ لِطَاعَةٍ وَاجِبَةٍ كَحَجِّ الْفَرْضِ، وَبِرِّ الْوَالِدَيْنِ، أَوْ مُسْتَحَبَّةٍ كَزِيَارَةِ الْعُلَمَاءِ وَالصَّالِحِينَ، أَوْ كَانَ سَفَرُهُ لِمُبَاحٍ كَالْمَعَاشَاتِ وَالتِّجَارَاتِ، فَإِنْ كَانَ سَفَرُهُ لِمَعْصِيَةٍ لَمْ يَجُزْ إِعْطَاؤُهُ مِنْهَا لأَِنَّهُ إعَانَةٌ عَلَيْهَا، مَا لَمْ يَتُبْ، وَإِنْ كَانَ لِلنُّزْهَةِ فَقَطْ فَفِيهِ وَجْهَانِ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ: أَقْوَاهُمَا: أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ؛ لِعَدَمِ حَاجَتِهِ إِلَى هَذَا السَّفَرِ. الشَّرْطُ الرَّابِعُ: وَهُوَ لِلْمَالِكِيَّةِ خَاصَّةً: أَنْ لاَ يَجِدَ مَنْ يُقْرِضُهُ إِنْ كَانَ بِبَلَدِهِ غَنِيًّا. وَلاَ يُعْطَى أَهْل هَذَا الضَّرْبِ مِنَ الزَّكَاةِ أَكْثَرَ مِمَّا يَكْفِيهِ لِلرُّجُوعِ إِلَى وَطَنِهِ، وَفِي قَوْلٍ لِلْحَنَابِلَةِ: إِنْ كَانَ قَاصِدًا بَلَدًا آخَرَ يُعْطَى مَا يُوصِلُهُ إِلَيْهِ ثُمَّ يَرُدُّهُ إِلَى بَلَدِهِ.
قَال الْمَالِكِيَّةُ: فَإِنْ جَلَسَ بِبَلَدِ الْغُرْبَةِ بَعْدَ أَخْذِهِ مِنَ الزَّكَاةِ نُزِعَتْ مِنْهُ مَا لَمْ يَكُنْ فَقِيرًا بِبَلَدِهِ، وَإِنْ فَضَل مَعَهُ فَضْلٌ بَعْدَ رُجُوعِهِ إِلَى بَلَدِهِ نُزِعَ مِنْهُ عَلَى قَوْلٍ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ.
ثُمَّ قَدْ قَال الْحَنَفِيَّةُ: مَنْ كَانَ قَادِرًا عَلَى
السَّدَادِ فَالأَْوْلَى لَهُ أَنْ يَسْتَقْرِضَ وَلاَ يَأْخُذَ مِنَ الزَّكَاة. الضَّرْبُ الثَّانِي: مَنْ كَانَ فِي بَلَدِهِ وَيُرِيدُ أَنْ يُنْشِئَ سَفَرًا:
 فَهَذَا الضَّرْبُ مَنَعَ الْجُمْهُورُ إِعْطَاءَهُ، وَأَجَازَ الشَّافِعِيَّةُ إِعْطَاءَهُ لِذَلِكَ بِشَرْطِ أَنْ لاَ يَكُونَ مَعَهُ مَا يَحْتَاجُ إِلَيْهِ فِي سَفَرِهِ، وَأَنْ لاَ يَكُونَ فِي مَعْصِيَةٍ، فَعَلَى هَذَا يَجُوزُ إِعْطَاءُ مَنْ يُرِيدُ الْحَجَّ مِنَ الزَّكَاةِ إِنْ كَانَ لاَ يَجِدُ فِي الْبَلَدِ الَّذِي يُنْشِئُ مِنْهُ سَفَرَ الْحَجِّ مَا لاَ يَحُجُّ بِهِ. وَالْحَنَفِيَّةُ لاَ يَرَوْنَ جَوَازَ الإِْعْطَاءِ فِي هَذَا الضَّرْبِ، إِلاَّ أَنَّ مَنْ كَانَ بِبَلَدِهِ، وَلَيْسَ لَهُ بِيَدِهِ مَالٌ يُنْفِقُ مِنْهُ وَلَهُ مَالٌ فِي غَيْرِ بَلَدِهِ، لاَ يَصِل إِلَيْهِ، رَأَوْا أَنَّهُ مُلْحَقٌ بِابْنِ السَّبِيل
Golongan kedelapan : Ibnu sabil. Dinamakan dengan ibnu sabil karena mulazamahnya di jalan, karena dia tidak di tanah airnya untuk tinggal. Ibnu Sabil ini ada 2 kategori : 
Kategori kesatu - Orang yang terasingkan dari tanah airnya yang tidak ada di tangannya perkara yang dia bisa pulang dengan perkara itu ke negaranya.
Ini adalah kategori yang disepakati terhadap bahwasanya ini termasuk ashhab zakat. Maka boleh diberi seukuran perkara yang perkara tersebut dapat menyampaikannya ke negaranya, kecuali pada salah satu qaul dha'if di madzhab Asy-Syafi'iyah : bahwasanya kategori itu tidak boleh diberi karena itu statusnya termasuk dari bab memindahkan zakat dari negeri zakat.
Tidak diberi dari zakat kecuali dengan syarat :
  1. Keadaannya muslim dan bukan dari Ahlu Bait Rasulullah SAW.
  2. Tidak ada di tangannya pada saat ini harta yang memungkinkan dengannya sampai ke negaranya, sekalipun keadaannya kaya di negaranya. >> Jika dia memiliki harta yang ditangguhkan atau harta yang tidak hadir atau mu'sir atau jahid, maka itu tidak mencegahnya mengambil dari zakat berdasarkan penjelasan Hanafiyah.
  3. Safarnya bukan untuk ma'shiyat. Menjelaskan terhadap syarat ini : Malikiyah, Syafi'iyah, Hanabilah. Maka menjadi boleh memberinya jika safarnya untuk tha'at wajib seperti haji fardhu dan birrul walidain, atau mustahabah seperti menziarahi ulama dan shalihin, atau safar mubah seperti : mencari penghidupan dan berdagang. Jika safarnya untuk ma'shiyat, tidak boleh memberinya dari zakat, karena memberinya adalah menjadi sebagai bantuan terhadap ma'shiyat. Selagi belum taubat. Jika tujuan safarnya untuk rekreasi saja, maka di kalangan Hanabilah ada 2 wajh pendapat : wajh yang paling kuat dari keduanya adalah wajh bahwasanya itu tidak boleh karena tidak ada unsur hajat-nya pada safar rekreasi ini.
  4. Syarat keempat ini khusus Malikiyah. Dia tidak menemukan orang yang memberinya pinjaman, jika keadaan dia di negaranya adalah kaya.
Tidak diberi ahli kategori ini dari zakat melebihi dari perkara yang mencukupkannya untuk kembali ke tanah airnya. 
Menurut satu qaul dari Hanabilah : jika dia bermaksud ke negara lain maka dia boleh diberi seukuran perkara yang dapat menyampaikannya ke negera lain tersebut dan seukuran perkara yang dapat mengembalikannya ke negara asalnya.
Telah berkata Malikiyah : kemudian jika dia berdiam di negera asing setelah mengambil zakat, dicabut zakat darinya selama tidak terbukti keadaannya faqir di negaranya.
Jika melebihi besertanya sebuah kelebihan, setelah pulangnya dia ke negaranya, maka dicabut darinya. Menurut satu qaul dari Ulama Hanabilah.
Kemudian, telah berkata Hanafiyah : barangsiapa memiliki kemampuan untuk menutupi maka yang lebih utama baginya adalah mencari pinjaman dan tidak mengambil dari zakat.
Kategori kedua - Orang yang berada di negaranya dan bermaksud untuk memulai safar. Kategori ini, jumhur ulama melarang memberinya, dan Syafi'iyah membolehkannya untuk itu dengan syarat : 
  • Tidak ada besertanya perkara yang dia membutuhkan terhadapnya pada safarnya.
  • Safarnya bukan pada ma'shiyat.
Berdasarkan ini, maka boleh memberi orang yang bermaksud haji dari zakat, jika dia tidak menemukan di negara zakat yang dari negara tersebut bermula safar terhadap perkara yang dia tidak jadi berhaji dengannya.

Hanafiyah tidak berpendapat terhadap kebolehan memberikan pada kategori ini, kecuali pada kasus : bahwasanya orang yang berada di negara asalnya dan tidak ada baginya harta dibawah kepemilikannya yang dia bisa berinfaq dengannya dan dia memiliki harta di negara lain yang dia tidak bisa sampai ke sana. Hanafiyah berpendapat bahwasanya orang tersebut di-ilhaq kepada Ibnu Sabil.[5]

Sumber :
[1] Imam Muhammad Asy-Syafi'i. Al-Umm Jilid 2 Hal 77
[2] Imam Ibnu Qasim Al-Ghazi. Fath Al-Qarib Al-Mujib ala At-Taqrib Hal 25
[3] Syaikh Zainuddin Al-Malibari. Fath Al-Muin bi Syarh Qurroh Al-Ain Hal 52
[4] Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi. Kasyifah As-Saja fi Syarh Safinah An-Naja Hal 7
[5] Majmu'ah Min Al-Mu'allifin. Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah Jilid 23 Hal 324

Mustahiq Zakat - Mu'allaf

8 Mustahiq Zakat - Mu'allaf | Ibnu Sabil | Sabilillah | Amil Zakat | Faqir | Miskin | Gharim | Riqab ('Abid Mukatab)

Mustahiq Zakat - Syafi'iyah

الأم للإمام محمد الشافعي ج ٢ ص ٧٧
ﻗﺎﻝ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ  ﻗﺎﻝ اﻟﻠﻪ ﺗﺒﺎﺭﻙ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ : ﺇﻧﻤﺎ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮاء ﻭاﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﻭاﻟﻌﺎﻣﻠﻴﻦ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭاﻟﻤﺆﻟﻔﺔ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ ﻭﻓﻲ اﻟﺮﻗﺎﺏ ﻭاﻟﻐﺎﺭﻣﻴﻦ ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻭاﺑﻦ اﻟﺴﺒﻴﻞ - اﻟﺘﻮﺑﺔ ٦٠ - ﻓﺄﺣﻜﻢ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻓﺮﺽ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺛﻢ ﺃﻛﺪﻫﺎ ﻓﻘﺎﻝ : ﻓﺮﻳﻀﺔ ﻣﻦ اﻟﻠﻪ - اﻟﺘﻮﺑﺔ: ٦٠ - ﻗﺎﻝ ﻭﻟﻴﺲ ﻷﺣﺪ ﺃﻥ ﻳﻘﺴﻤﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮ ﻣﺎ ﻗﺴﻤﻬﺎ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﻛﺎﻧﺖ اﻷﺻﻨﺎﻑ ﻣﻮﺟﻮﺩﺓ
Telah berkata Imam Syafi'i telah berfirman Allah Tabaroka Wa Ta'ala : "Sesungguhnya shadaqoh zakat adalah hanya untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, amilin terhadap zakat, mu'allafah hatinya, fi ar-riqob ('abid mukatab), orang-orang gharim, fi sabilillah, ibnu sabil." - At-Taubah Ayat 60 - Maka Allah telah menghukumi kefardhuan shadaqoh di dalam KitabNya, kemudian Allah menguatkannya. Kemudian berfirman : "suatu kefardhuan dari Allah". - At-Taubah Ayat 60 - Telah berkata Imam Syafi'i : "dan tidaklah bagi seseorang membagikannya kepada selain perkara yang Allah Azza wa Jalla telah membagikannya terhadapnya. Itu semua selagi keberadaan ashnaf tersebut itu ada.[1]

فتح القريب المجيب للإمام ابن قاسم الغازي
ﻭﺗﺪﻓﻊ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﺇﻟﻰ اﻷﺻﻨﺎﻑ اﻟﺜﻤﺎﻧﻴﺔ اﻟﺬﻳﻦ ﺫﻛﺮﻫﻢ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: ﺇﻧﻤﺎ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮاء ﻭاﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﻭاﻟﻌﺎﻣﻠﻴﻦ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭاﻟﻤﺆﻟﻔﺔ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ ﻭﻓﻲ اﻟﺮﻗﺎﺏ ﻭاﻟﻐﺎﺭﻣﻴﻦ ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻭاﺑﻦ اﻟﺴﺒﻴل - اﻟﺘﻮﺑﺔ ٦٠ - ﻫﻮ ﻇﺎﻫﺮ ﻏﻨﻲ ﻋﻦ اﻟﺸﺮﺡ ﺇﻻ ﻣﻌﺮﻓﺔ اﻷﺻﻨﺎﻑ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭﺓ
Zakat diberikan kepada ashnaf yang 8 yaitu orang-orang yang Allah telah menuturkannya di dalam Kitabihi Al-Aziz pada Firmannya : "Sesungguhnya shadaqoh zakat adalah hanya untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, amilin terhadap zakat, mu'allafah hatinya, fi ar-riqob ('abid mukatab), orang-orang gharim, fi sabilillah, ibnu sabil. - At-Taubah Ayat 60 - Itu dzohir tidak butuh penjelasan, kecuali penjelasan pengenalan ashnaf  yang telah dituturkan.[2]

Mu'allaf - Syafi'iyah

فتح المعين للشيخ زين الدين المليباري ص ٥٢
ﻭاﻟﻤﺆﻟﻔﺔ: ﻣﻦ ﺃﺳﻠﻢ ﻭﻧﻴﺘﻪ ﺿﻌﻴﻔﺔ ﺃﻭ ﻟﻪ ﺷﺮﻑ ﻳﺘﻮﻗﻊ ﺑﺈﻋﻄﺎﺋﻪ ﺇﺳﻼﻡ ﻏﻴﺮﻩ
Muallafah : Orang yang berislam (masuk islam) dan niatnya lemah, atau dia memiliki kemuliaan yang ditunggu dengan diberinya keislaman yang lainnya.[3]

كاشفة السجا للشيخ محمد نووي الجاوي ص ٦
ﻭاﻟﻤﺆﻟﻔﺔ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ ان قسم الإمام وهم ﺃﺭﺑﻌﺔ ﺃﻗﺴﺎﻡ ﻣﻦ ﺃﺳﻠﻢ ﻭلكنه ضعيف يقين وهو الإيمان  أو قويه ﻭﻟﻜﻦ ﻟﻪ ﺷﺮﻑ ﻓﻲ ﻗﻮﻣﻪ ﻳﺘﻮﻗﻊ ﺑﺈﻋﻄﺎﺋﻪ ﺇﺳﻼﻡ ﻏﻴﺮﻩ من الكفار أو من يكفينا ﺷﺮ ﻣﻦ ﻳﻠﻴﻪ ﻣﻦ الكفار  ومن يكفينا شر ﻣﺎﻧﻌﻲالزكاة فهذان القسمان الآخران إنما يعطيان إذا كان ﺇﻋﻄﺎﺅﻫﻤﺎ ﺃﻫﻮﻥ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻣﻦ ﺗﺠﻬﻴﺰ ﺟﻴﺶ نبعثه للكفار أو مانعي الزكاة أما القسمان الأولان فلا يشترط في إعطائهما ذلك
Mu'allafah Quluubuhum jika imam memberinya bagian, mereka ada 4 kategori :
  1. Orang yang masuk islam akan tetapi dia lemah keyakinannya, yaitu iman. 
  2. Orang yang masuk islam yang telah kuat keyakinannya, yaitu iman. Akan tetapi dia memiliki kemuliaan di lingkungan kaumnya yang diharapkan dengan diberikannya keislaman yang lainnya dari non muslim.
  3. Orang membentengi kita terhadap keburukan orang-orang yang ada di sekitarnya dari antara orang-orang non muslim.
  4. Orang yang membentengi kita terhadap keburukan orang-orang yang melarang zakat.
Kemudian, 2 kategori akhir ini hanya diberi jika sikon memberikan kepada keduanya lebih mudah kepada kita daripada mempersiapkan jaisy yang dapat kita utus kepada kuffar atau para pelarang zakat. Adapun 2 kategori awal, maka tidak disyaratkan demikian pada pemberian keduanya.[4]

فقه العبادات على المذهب الشافعي للشيخة درية العيطة
 ج ٢ ص ١٤٩
اﻟﻤﺆﻟﻔﺔ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ ﻭﻫﻢ ﺃﺭﺑﻌﺔ ﺃﻗﺴﺎﻡ، ﻛﻠﻬﻢ ﻣﺴﻠﻤﻮﻥ -  ﺃﻣﺎ ﻣﺆﻟﻔﺔ اﻟﻜﻔﺎﺭ، ﻭﻫﻢ ﻣﻦ ﻳﺮﺟﻰ ﺇﺳﻼﻣﻬﻢ ﺃﻭ ﻳﺨﺎﻑ ﺷﺮﻫﻢ، ﻓﻼ ﻳﻌﻄﻮﻥ ﻣﻦ اﻟﺰﻛﺎﺓ - ١ - ﺿﻌﻴﻒ اﻹﻳﻤﺎﻥ اﻟﺬﻱ ﺃﺳﻠﻢ ﺣﺪﻳﺜﺎ، ﻓﻴﻌﻄﻰ ﻣﻨﻬﺎ ﻟﻴﻘﻮﻯ ﺇﻳﻤﺎﻧﻪ - ٢ - ﻣﻦ ﺃﺳﻠﻢ ﻭﻟﻪ ﺷﺮﻑ ﻓﻲ ﻗﻮﻣﻪ ﻭﻳﺘﻮﻗﻊ ﺑﺈﻋﻄﺎﺋﻪ ﻣﻦ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﺇﺳﻼﻡ ﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ اﻟﻜﻔﺎﺭ، ﻓﻴﻌﻄﻰ ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻗﻮﻱ اﻹﻳﻤﺎﻥ - ٣ - ﻣﺴﻠﻢ ﻗﻮﻱ اﻹﻳﻤﺎﻥ ﻳﺘﻮﻗﻊ ﺑﺈﻋﻄﺎﺋﻪ ﺃﻥ ﻳﻜﻔﻴﻨﺎ ﺷﺮ ﻣﻦ ﻭﺭاءﻩ ﻣﻦ اﻟﻜﻔﺎﺭ  - ٤ - ﻣﺴﻠﻢ ﻳﻜﻔﻴﻨﺎ ﺷﺮ ﻣﺎﻧﻌﻲ اﻟﺰﻛﺎﺓ
Muallafah Qulubuhum - Mereka ada 4 kategori, semuanya beragama Islam (Adapun mu'allafah kuffar, yaitu : mereka yang diharapkan keislamannya dan ditakutkan keburukannya, maka mereka tidak diberi dari zakat) :
  1. Orang yang lemah iman, yang masuk islamnya masih baru. Maka dia diberi dari zakat untuk menguatkan keimanannya.
  2. Orang yang masuk islam dan dia memiliki kemuliaan di lingkungan kaumnya yang diharapkan dengan diberikannya dari zakat keislaman yang lainnya dari non muslim. Maka dia boleh diberi sekalipun keadaannya kuat iman.
  3. Orang yang beragama islam yang kuat imannya yang diharapkan dengan diberikannya dapat membentengi kita dari keburukan orang-orang yang berada di belakangnya dari golongan non muslim.
  4. Orang yang beragama islam yang dapat membentengi kita dari keburukan orang-orang yang melarang zakat.[5]

Mu'allaf - Perbandingan Madzhab : Syafi'iyah, Hanafiyah, Hanabilah, Malikiyah.

الموسوعة الفقهية الكويتية للمجموعة من المؤلفين
الْمُؤَلَّفَةُ فِي اللُّغَةِ: جَمْعُ مُؤَلَّفٍ، وَهُوَ اسْمُ مَفْعُولٍ مِنَ الأُْلْفَةِ، يُقَال: أَلَّفْتُ بَيْنَهُمْ تَأْلِيفًا إِذَا جَمَعْتَ بَيْنَهُمْ بَعْدَ تَفَرُّقٍ، وَالْمُرَادُ بِتَأْلِيفِ قُلُوبِهِمُ: اسْتِمَالَةُ قُلُوبِهِمْ بِالإِْحْسَانِ وَالْمَوَدَّة
الْمُؤَلَّفَةُ secara bahasa : bentuk jama dari مُؤَلَّفٍ, dan مُؤَلَّفٍ tersebut adalah isim maf'ul dari أُْلْفَةِ, dikatakan أَلَّفْتُ بَيْنَهُمْ تَأْلِيفًا (aku telah menjinakan antara mereka dengan penjinakan yang sebenar-benarnya) ketika anda menyatukan mereka setelah perceraian. Adapun yang dimaksud dengan تَأْلِيفِ قُلُوبِهِمُ adalah menjadikan condong hati mereka dengan kebaikan dan cinta [6]

الفقه الإسلام وأدلته للشيخ وهبه الزهيلي
واختلف العلماء في إعطاء المؤلفة قلوبهم من الزكاة حال كونهم كفاراً
فقال الحنابلة والمالكية: يعطون ترغيباً في الإسلام؛ لأن النبي صلّى الله عليه وسلم أعطى المؤلفة من المسلمين والمشركين
وقال الحنفية والشافعية: لا يعطى الكافر من الزكاة لا لتأليف ولا لغيره، وقد كان إعطاؤهم في صدر الإسلام في حال قلة عدد المسلمين وكثرة عدوهم، وقد أعز الله الإسلام وأهله، واستغنى بهم عن تألف الكفار، ولم يعطهم الخلفاء الراشدون بعد رسول الله صلّى الله عليه وسلم، قال عمر رضي الله عنه: إنا لا نعطي على الإسلام شيئاً، فمن شاء فليؤمن، ومن شاء فليكفر
Telah ikhtilaf ulama pada perihal diberinya mu'allafah qulubuhunm dari zakat pada haliyah keadaan mereka sebagai kuffar.

Kemudian berkata Hanabilah dan Malikiyah : Mereka diberi dalam rangka targhib masuk ke dalam agama islam. Karena sesungguhnya Nabi SAW memberi kepada Mu'allaf dari kaum Muslimin dan kaum musyrikin.

Berkata Hanafiyah dan Syafi'iyah : Tidak diberi kafir dari zakat, tidak dalam rangka ta'lif dan tidak juga dalam rangka selainnya. Dan telah ada pemberian terhadap mereka pada permulaan Islam dalam situasi sedikitnya jumlah penganut agama islam dan banyaknya musuh Muslimin. Kemudian Allah telah memuliakan Islam dan penganutnya dan istighna terhadap kuffar dari ta'alluf terhadap mereka. Dan tidak memberi kepada mereka setelah Khulafa Ar-Rasyidin setelah Rasulullah SAW. Khalifah Umar RA pernah berkata : "sesungguhnya kita tidak akan memberi agar masuk kepada agama islam sedikitpun. Maka barangsiapa bermasyi'ah, hendaknya berimanlah dia. Dan barangsiapa bermasyi'ah, silahkan tetap dalam kekufuran."[7]


Sumber :
[1] Imam Muhammad Asy-Syafi'i. Al-Umm Jilid 2 Hal 77
[2] Imam Ibnu Qasim Al-Ghazi. Fath Al-Qarib Al-Mujib ala At-Taqrib Hal 25
[3] Syaikh Zainuddin Al-Malibari. Fath Al-Muin bi Syarh Qurroh Al-Ain Hal 52
[4] Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi. Kasyifah As-Saja fi Syarh Safinah An-Naja Hal 6
[5] Syaikhah Daryah Al-Aithah. Fiqh Al-Ibadah Ala Madzhab Asy-Syafi'i Jilid 2 Hal 149
[6] Majmu'an min Al-Mu'allifin, Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah Jilid 36 Hal 12
[7] Syaikh Wahbah Az-Zuhaili. Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh Jilid 3 Hal 1954-1955

Mustahiq Zakat - Riqab ('Abid Mukatab)

8 Mustahiq Zakat - Riqab ('Abid Mukatab) | Mu'allaf | Ibnu Sabil | Sabilillah | Amil Zakat | Faqir | Miskin | Gharim

Mustahiq Zakat - Syafi'iyah

الأم للإمام محمد الشافعي ج ٢ ص ٧٧
ﻗﺎﻝ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ  ﻗﺎﻝ اﻟﻠﻪ ﺗﺒﺎﺭﻙ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ : ﺇﻧﻤﺎ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮاء ﻭاﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﻭاﻟﻌﺎﻣﻠﻴﻦ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭاﻟﻤﺆﻟﻔﺔ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ ﻭﻓﻲ اﻟﺮﻗﺎﺏ ﻭاﻟﻐﺎﺭﻣﻴﻦ ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻭاﺑﻦ اﻟﺴﺒﻴﻞ - اﻟﺘﻮﺑﺔ ٦٠ - ﻓﺄﺣﻜﻢ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻓﺮﺽ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺛﻢ ﺃﻛﺪﻫﺎ ﻓﻘﺎﻝ : ﻓﺮﻳﻀﺔ ﻣﻦ اﻟﻠﻪ - اﻟﺘﻮﺑﺔ: ٦٠ - ﻗﺎﻝ ﻭﻟﻴﺲ ﻷﺣﺪ ﺃﻥ ﻳﻘﺴﻤﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮ ﻣﺎ ﻗﺴﻤﻬﺎ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﻛﺎﻧﺖ اﻷﺻﻨﺎﻑ ﻣﻮﺟﻮﺩﺓ
Telah berkata Imam Syafi'i telah berfirman Allah Tabaroka Wa Ta'ala : "Sesungguhnya shadaqoh zakat adalah hanya untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, amilin terhadap zakat, mu'allafah hatinya, fi ar-riqob ('abid mukatab), orang-orang gharim, fi sabilillah, ibnu sabil." - At-Taubah Ayat 60 - Maka Allah telah menghukumi kefardhuan shadaqoh di dalam KitabNya, kemudian Allah menguatkannya. Kemudian berfirman : "suatu kefardhuan dari Allah". - At-Taubah Ayat 60 - Telah berkata Imam Syafi'i : "dan tidaklah bagi seseorang membagikannya kepada selain perkara yang Allah Azza wa Jalla telah membagikannya terhadapnya. Itu semua selagi keberadaan ashnaf tersebut itu ada.[1]
فتح القريب المجيب للإمام ابن قاسم الغازي
ﻭﺗﺪﻓﻊ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﺇﻟﻰ اﻷﺻﻨﺎﻑ اﻟﺜﻤﺎﻧﻴﺔ اﻟﺬﻳﻦ ﺫﻛﺮﻫﻢ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: ﺇﻧﻤﺎ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮاء ﻭاﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﻭاﻟﻌﺎﻣﻠﻴﻦ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭاﻟﻤﺆﻟﻔﺔ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ ﻭﻓﻲ اﻟﺮﻗﺎﺏ ﻭاﻟﻐﺎﺭﻣﻴﻦ ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻭاﺑﻦ اﻟﺴﺒﻴل - اﻟﺘﻮﺑﺔ ٦٠ - ﻫﻮ ﻇﺎﻫﺮ ﻏﻨﻲ ﻋﻦ اﻟﺸﺮﺡ ﺇﻻ ﻣﻌﺮﻓﺔ اﻷﺻﻨﺎﻑ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭﺓ
Zakat diberikan kepada ashnaf yang 8 yaitu orang-orang yang Allah telah menuturkannya di dalam Kitabihi Al-Aziz pada Firmannya : "Sesungguhnya shadaqoh zakat adalah hanya untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, amilin terhadap zakat, mu'allafah hatinya, fi ar-riqob ('abid mukatab), orang-orang gharim, fi sabilillah, ibnu sabil. - At-Taubah Ayat 60 - Itu dzohir tidak butuh penjelasan, kecuali penjelasan pengenalan ashnaf  yang telah dituturkan.[2]

Riqab ('Abid Mukatab) - Syafi'iyah

فتح المعين للشيخ زين الدين المليباري ص ٥٢
ﻭاﻟﺮﻗﺎﺏ: اﻟﻤﻜﺎﺗﺒﻮﻥ ﻛﺘﺎﺑﺔ ﺻﺤﻴﺤﺔ ﻓﻴﻌﻄﻰ اﻟﻤﻜﺎﺗﺐ ﺃﻭ ﺳﻴﺪﻩ ﺑﺈﺫﻧﻪ ﺩﻳﻨﻪ ﺇﻥ ﻋﺠﺰ ﻋﻦ اﻟﻮﻓﺎء ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻛﺴﻮﺑﺎ ﻻ ﻣﻦ ﺯﻛﺎﺓ ﺳﻴﺪﻩ ﻟﺒﻘﺎﺋﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﻠﻜﻪ
__________________________
ﻭﻳﺼﺪﻕ ﻣﺪﻋﻲ ﻛﺘﺎﺑﺔ ﺃﻭ ﻏﺮﻡ ﺑﺈﺧﺒﺎﺭ ﻋﺪﻝ ﻭﺗﺼﺪﻳﻖ ﺳﻴﺪ ﺃﻭ ﺭﺏ ﺩﻳﻦ ﺃﻭ اﺷﺘﻬﺎﺭ ﺣﺎﻝ ﺑﻴﻦ اﻟﻨﺎﺱ
Ar-Riqab : adalah para 'abid mukatab yang status kitabahnya shahih. Maka boleh diberi mukatab atau tuannya dengan seizin mukatab tersebut atas hutangnya, jika mukatab tersebut tidak mampu melunasi. Sekalipun mukatabnya rajin berkasab. Tidak boleh diberi dari zakat tuannya, karena masih tetapnya mukatab pada kepemilikan tuannya.
___________________
Dibenarkan pengakuan seseorang yang mengaku abid mukatab dan pengakuan termasuk gharim dengan didukung informasi yang tepat dari tuannya atau pemilik hutang atau telah masyhurnya keadaan itu di kalangan masyarakat.[3]

Riqab - Perbandingan Madzhab : Syafi'iyah, Hanafiyah, Hanabilah, Malikiyah.
الفقه الإسلام وأدلته للشيخ وهبه الزهيلي
في الرقاب وهم عند الحنفية والشافعية: المكاتبون المسلمون الذي لا يجدون وفاء ما يؤدون، ولو مع القوة والكسب؛ لأنه لا يمكن الدفع إلى الشخص الذي يراد فك رقبته إلا إذا كان مكاتباً، ولو اشتري بالسهم عبيد، لم يكن الدفع إليهم، وإنما هو دفع إلى سادتهم، ولم يتحقق التمليك المطلوب في أداء الزكاة، ويؤكده قوله تعالى: وآتوهم من مال الله الذي آتاكم - النور : ٣٣ / ٢٤ - وفسر ابن عباس «في الرقاب» بأنهم المكاتبون
وقال المالكية والحنابلة: يشترى بسهمهم رقيق، فيعتق؛ لأن كل موضع ذكرت فيه الرقبة، يراد بها عتقها، والعتق والتحرير لا يكون إلا في القن العبد الخالص العبودية كما في الكفارات
وشرط إعطاء المكاتب هو كونه مسلماً، محتاجاً
وبما أنه لا يوجد الآن في العالم رقيق، لإلغائه وتحريمه دولياً، فإن هذا السهم لا وجود له حقيقة، وما قد يوجد ليس له طريق شرعي جائز
fi Ar-Riqab - Mereka menurut Hanafiyah dan Syafi'iyah adalah para al-mukatab yang beragama islam yang tidak menemukan pelunasan perkara yang harus dibayarkan. Sekalipun serta memiliki kekuatan dan memiliki kasab. Karena sesungguhnya tidaklah mungkin memberikan kepada orang yang dikehendaki kemerdekaan penghambaannya kecuali jika dia keadaannya mukatab. Dan jika seorang 'abid membeli terhadap saham, tidak mungkin memberikan kepadanya, tentunya penjual memberikan kepada tuan mereka, dan menjadi tidak nyata kepemilikan perkara yang dituntut pada pembayaran zakat. Dan menguatkannya Firman Allah Ta'ala : 
وآتوهم من مال الله الذي آتاكم - النور : ٣٣ / ٢٤
"dan berikanlah oleh kalian kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakannya kepada kalian (QS. An-Nuur Ayat 33) dan Imam Ibnu Abbas menafsirkannya pada الرقاب bahwasanya mereka adalah المكاتبون
Telah berkata Malikiyah dan Hanabilah : Dibelikan bagian Ar-Riqab seorang رقيقabid, kemudian dimerdekakan. Karena sesungguhnya di setiap tempat ayat dalam Al-Qur'an yang disebut padanya رقبة, dimurod dengan ayat tersebut عتقmemerdekakannya. Sedangkan عتق dan تحرير tidak ada keadaannya kecuali pada قن (hamba sahaya yang murni kehambaannya) seperti pada bab kifarat.
Syarat pemberian kepada mukatab adalah statusnya orang yang beragama islam dan dia membutuhkan.
Dan perihal bahwasanya tidak ditemukan Ar-Raqiq di alam sekarang, karena tidak bermanfaatnya dan dilarangnya oleh pemerintah, maka sesungguhnya bagian ar-riqab ini tidak ada baginya secara hakikat. Dan perkara yang terkadang ditemukan, tidak ada baginya jalan syar'i yang boleh.[4]

Sumber :
[1] Imam Muhammad Asy-Syafi'i. Al-Umm Jilid 2 Hal 77
[2] Imam Ibnu Qasim Al-Ghazi. Fath Al-Qarib Al-Mujib ala At-Taqrib Hal 25
[3] Syaikh Zainuddin Al-Malibari. Fath Al-Muin bi Syarh Qurroh Al-Ain Hal 52
[4] Syaikh Wahbah Az-Zuhaili. Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh Jilid 3 Hal 1956

Mustahiq Zakat - Gharim

8 Mustahiq Zakat - Gharim | Riqab ('Abid Mukatab) | Mu'allaf | Ibnu Sabil | Sabilillah | Amil Zakat | Faqir | Miskin

Mustahiq Zakat - Syafi'iyah

الأم للإمام محمد الشافعي ج ٢ ص ٧٧
ﻗﺎﻝ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ  ﻗﺎﻝ اﻟﻠﻪ ﺗﺒﺎﺭﻙ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ : ﺇﻧﻤﺎ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮاء ﻭاﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﻭاﻟﻌﺎﻣﻠﻴﻦ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭاﻟﻤﺆﻟﻔﺔ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ ﻭﻓﻲ اﻟﺮﻗﺎﺏ ﻭاﻟﻐﺎﺭﻣﻴﻦ ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻭاﺑﻦ اﻟﺴﺒﻴﻞ - اﻟﺘﻮﺑﺔ ٦٠ - ﻓﺄﺣﻜﻢ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻓﺮﺽ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺛﻢ ﺃﻛﺪﻫﺎ ﻓﻘﺎﻝ : ﻓﺮﻳﻀﺔ ﻣﻦ اﻟﻠﻪ - اﻟﺘﻮﺑﺔ: ٦٠ - ﻗﺎﻝ ﻭﻟﻴﺲ ﻷﺣﺪ ﺃﻥ ﻳﻘﺴﻤﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮ ﻣﺎ ﻗﺴﻤﻬﺎ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﻛﺎﻧﺖ اﻷﺻﻨﺎﻑ ﻣﻮﺟﻮﺩﺓ
Telah berkata Imam Syafi'i telah berfirman Allah Tabaroka Wa Ta'ala : "Sesungguhnya shadaqoh zakat adalah hanya untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, amilin terhadap zakat, mu'allafah hatinya, fi ar-riqob ('abid mukatab), orang-orang gharim, fi sabilillah, ibnu sabil." - At-Taubah Ayat 60 - Maka Allah telah menghukumi kefardhuan shadaqoh di dalam KitabNya, kemudian Allah menguatkannya. Kemudian berfirman : "suatu kefardhuan dari Allah". - At-Taubah Ayat 60 - Telah berkata Imam Syafi'i : "dan tidaklah bagi seseorang membagikannya kepada selain perkara yang Allah Azza wa Jalla telah membagikannya terhadapnya. Itu semua selagi keberadaan ashnaf tersebut itu ada.[1]

فتح القريب المجيب للإمام ابن قاسم الغازي
ﻭﺗﺪﻓﻊ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﺇﻟﻰ اﻷﺻﻨﺎﻑ اﻟﺜﻤﺎﻧﻴﺔ اﻟﺬﻳﻦ ﺫﻛﺮﻫﻢ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: ﺇﻧﻤﺎ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮاء ﻭاﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﻭاﻟﻌﺎﻣﻠﻴﻦ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭاﻟﻤﺆﻟﻔﺔ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ ﻭﻓﻲ اﻟﺮﻗﺎﺏ ﻭاﻟﻐﺎﺭﻣﻴﻦ ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻭاﺑﻦ اﻟﺴﺒﻴل - اﻟﺘﻮﺑﺔ ٦٠ - ﻫﻮ ﻇﺎﻫﺮ ﻏﻨﻲ ﻋﻦ اﻟﺸﺮﺡ ﺇﻻ ﻣﻌﺮﻓﺔ اﻷﺻﻨﺎﻑ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭﺓ
Zakat diberikan kepada ashnaf yang 8 yaitu orang-orang yang Allah telah menuturkannya di dalam Kitabihi Al-Aziz pada Firmannya : "Sesungguhnya shadaqoh zakat adalah hanya untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, amilin terhadap zakat, mu'allafah hatinya, fi ar-riqob ('abid mukatab), orang-orang gharim, fi sabilillah, ibnu sabil. - At-Taubah Ayat 60 - Itu dzohir tidak butuh penjelasan, kecuali penjelasan pengenalan ashnaf  yang telah dituturkan.[2]

Gharim - Syafi'iyah

فتح المعين للشيخ زين الدين المليباري ص ٥٢
ﻭاﻟﻐﺎﺭﻡ: ﻣﻦ اﺳﺘﺪاﻥ ﻟﻨﻔﺴﻪ ﻟﻐﻴﺮ ﻣﻌﺼﻴﺔ ﻓﻴﻌﻄﻲ ﻟﻪ ﺇﻥ ﻋﺠﺰ ﻋﻦ ﻭﻓﺎء اﻟﺪﻳﻦ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻛﺴﻮﺑﺎ ﺇﺫ اﻟﻜﺴﺐ ﻻ ﻳﺪﻓﻊ ﺣﺎﺟﺘﻪ ﻟﻮﻓﺎﺋﻪ ﺇﻥ ﺣﻞ اﻟﺪﻳﻦ ﺛﻢ ﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻣﻌﻪ ﺷﻲء ﺃﻋﻄﻲ اﻟﻜﻞ ﻭﺇﻻ ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﺑﺤﻴﺚ ﻟﻮ ﻗﻀﻰ ﺩﻳﻨﻪ ﻣﻤﺎ ﻣﻌﻪ ﺗﻤﺴﻜﻦ ﺗﺮﻙ ﻟﻪ ﻣﻤﺎ ﻣﻌﻪ ﻣﺎ ﻳﻜﻔﻴﻪ ﺃﻱ اﻟﻌﻤﺮ اﻟﻐﺎﻟﺐ ﻛﻤﺎ اﺳﺘﻈﻬﺮﻩ ﺷﻴﺨﻨﺎ ﻭﺃﻋﻄﻲ ﻣﺎ ﻳﻘﻀﻲ ﺑﻪ ﺑﺎﻗﻲ ﺩﻳﻨﻪ ﺃﻭ ﻹﺻﻼﺡ ﺫاﺕ اﻟﺒﻴﻦ ﻓﻴﻌﻄﻰ ﻣﺎ اﺳﺘﺪاﻧﻪ ﻟﺬﻟﻚ ﻭﻟﻮ ﻏﻨﻴﺎ ﺃﻣﺎ ﺇﺫا ﻟﻢ ﻳﺴﺘﺪﻥ ﺑﻞ ﺃﻋﻄﻲ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﻣﺎﻟﻪ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻌﻈﺎﻩ. ﻭﻳﻌﻄﻰ اﻟﻤﺴﺘﺪﻳﻦ ﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﻋﺎﻣﺔ ﻛﻘﺮﻱ ﺿﻴﻒ ﻭﻓﻚ ﺃﺳﻴﺮ ﻭﻋﻤﺎﺭﺓ ﻧﺤﻮ ﻣﺴﺠﺪ ﻭﺇﻥ ﻏﻨﻴﺎ. ﺃﻭ ﻟﻠﻀﻤﺎﻥ ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ اﻟﻀﺎﻣﻦ ﻭاﻷﺻﻴﻞ ﻣﻌﺴﺮﻳﻦ ﺃﻋﻄﻲ اﻟﻀﺎﻣﻦ ﻭﻓﺎءﻩ ﺃﻭ اﻷﺻﻴﻞ ﻣﻮﺳﺮا ﺩﻭﻥ اﻟﻀﺎﻣﻦ ﺃﻋﻄﻲ ﺇﻥ ﺿﻤﻦ ﺑﻼ ﺇﺫﻥ ﺃﻭ ﻋﻜﺴﻪ ﺃﻋﻄﻲ اﻷﺻﻴﻞ ﻻ اﻟﻀﺎﻣﻦ. ﻭﺇﺫا ﻭﻓﻰ ﻣﻦ ﺳﻬﻢ اﻟﻐﺎﺭﻡ ﻟﻢ ﻳﺮﺟﻊ ﻋﻠﻰ اﻷﺻﻴﻞ ﻭﺇﻥ ﺿﻤﻦ ﺑﺈﺫﻧﻪ. ﻭﻻ ﻳﺼﺮﻑ ﻣﻦ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﺷﻲء ﻟﻜﻔﻦ ﻣﻴﺖ ﺃﻭ ﺑﻨﺎء ﻣﺴﺠﺪ. ﻭﻳﺼﺪﻕ ﻣﺪﻋﻲ ﻛﺘﺎﺑﺔ ﺃﻭ ﻏﺮﻡ ﺑﺈﺧﺒﺎﺭ ﻋﺪﻝ ﻭﺗﺼﺪﻳﻖ ﺳﻴﺪ ﺃﻭ ﺭﺏ ﺩﻳﻦ ﺃﻭ اﺷﺘﻬﺎﺭ ﺣﺎﻝ ﺑﻴﻦ اﻟﻨﺎﺱ. ﻓﺮﻉ: ﻣﻦ ﺩﻓﻊ ﺯﻛﺎﺗﻪ ﻟﻤﺪﻳﻨﻪ ﺑﺸﺮﻁ ﺃﻥ ﻳﺮﺩﻫﺎ ﻟﻪ ﻋﻦ ﺩﻳﻨﻪ ﻟﻢ ﻳﺠﺰ ﻭﻻ ﻳﺼﺢ ﻗﻀﺎء اﻟﺪﻳﻦ ﺑﻬﺎ. ﻓﺈﻥ ﻧﻮﻳﺎ ﺫﻟﻚ ﺑﻼ ﺷﺮﻁ ﺟﺎﺯ ﻭﺻﺢ ﻭﻛﺬا ﺇﻥ ﻭﻋﺪﻩ اﻟﻤﺪﻳﻦ ﺑﻼ ﺷﺮﻁ ﻓﻼ ﻳﻠﺰﻣﻪ اﻟﻮﻓﺎء ﺑﺎﻟﻮﻋﺪ. ﻭﻟﻮ ﻗﺎﻝ ﻟﻐﺮﻳﻤﻪ: ﺟﻌﻠﺖ ﻣﺎ ﻋﻠﻴﻚ ﺯﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺰﺉ ﻋﻠﻰ اﻷﻭﺟﻪ ﺇﻻ ﺇﻥ ﻗﺒﻀﻪ ﺛﻢ ﺭﺩﻩ ﺇﻟﻴﻪ. ﻭﻟﻮ ﻗﺎﻝ: اﻛﺘﻞ ﻣﻦ ﻃﻌﺎمي ﻋﻨﺪﻙ ﻛﺬا ﻭﻧﻮﻯ ﺑﻪ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻓﻔﻌﻞ، ﻓﻬﻞ ﻳﺠﺰﺉ؟ ﻭﺟﻬﺎﻥ ﻭﻇﺎﻫﺮ ﻛﻼﻡ ﺷﻴﺨﻨﺎ ﺗﺮﺟﻴﺢ ﻋﺪﻡ اﻹﺟﺰاء
Gharim adalah orang yang berhutang :
  1. Untuk kepentingan dirinya. Maka boleh amil memberikan untuknya jika dia tidak mampu dari melunasi hutang. Sekalipun dia biasa kasab karena kasab tidak mencegah terhadap kebutuhannya untuk melunasi hutangnya jika telah jatuh tempo pembayaran hutang tersebut. Kemudian jika tidak ada besertanya sesuatupun, maka boleh diberi semua. Jika tidak, maka jika terbukti dengan sekira jika dia melunasi hutangnya dari perkara yang ada bersamanya, kemudian dia menjadi miskin, maka boleh ditinggalkan baginya dari perkara yang ada bersamanya perkara yang mencukupkannya seukuran umur ghalibnya. Seperti keterangan yang telah mendzohirkannya Syaikhuna Imam Ibnu Hajar Al-Haitami. Dan diberi perkara yang dia dapat melunasi dengannya terhadap sisa hutangnya.
  2. Untuk mendamaikan pertikaian. Maka dia diberi seukuran perkara yang dia menghutangnya untuk mendamaikan pertikaian. Sekalipun dia kaya. Adapun jika dia tidak menghutang melainkan memberikan untuk mendamaikan pertikaian tersebut dari hartanya, maka sesungguhnya dia tidak boleh diberi dari zakat. Dan diberi orang yang menghutang untuk kemashlahatan umum, seperti : sesaji pemuliaan tamu, pemerdekaan orang yang ditawan, kemakmuran seumpama masjid, sekalipun dia kaya. 
  3. Untuk menanggung beban katempuhan. Maka jika keadaan adh-dhamin dan al-ashil sengsara, boleh diberi adh-dhamin seukuran perkara pelunasannya. Atau jika al-ashil orang berkecukupan dan adh-dhamin tidak, maka diberi adh-dhamin dari zakat jika men-dhamn-nya tanpa izin dari al-ashil. Atau jika sebaliknya men-dhamn-nya seizin al-ashil, maka al-ashil diberi dari zakat, tidak diberi adh-dhamin. Dan jika sudah dilunasi dari bagian mustahiq al-gharim, maka pelunasan dari harta zakat tersebut jangan dikembalikan kepada al-ashil sekalipun men-dhamn-nya seizin al-ashil.
Tidak boleh disalurkan dari zakat, sesuatupun untuk mengkafani mayit atau untuk pembangunan masjid.
Dibenarkan pengakuan seseorang yang mengaku abid mukatab dan pengakuan termasuk gharim dengan didukung informasi yang tepat dari tuannya atau pemilik hutang atau masyhurnya keadaan itu di kalangan masyarakat.
Cabang masalah : 
  • Barangsiapa yang memberikan zakat kepada orang yang berhutang kepadanya dengan syarat orang tersebut mengembalikan hasil zakat tersebut kepadanya sebagai pembayaran hutangnya, maka itu tidak boleh dan tidak sah melunasi hutang dengan zakat seperti kasus itu. Jika keduanya bermaksud begitu dengan tanpa adanya syarat, maka boleh dan sah. Begitu juga boleh dan sah jika menjanjikan kepadanya orang yang berhutang tanpa adanya syarat. Maka tidak menjadi mesti kepada orang yang berhutang memenuhi terhadap janjinya.
  • Jika seseorang berkata kepada orang yang memiliki hutang kepadanya : "aku jadikan pembayaran hutang yang merupakan kewajibanmu sebagai zakat", maka itu tidak cukup menurut pendapat al-aujuh. Kecuali jika dia menggenggam perkara tersebut kemudian dia mengembalikan kepemilikan sebagai zakat kepada orang yang memiliki hutang.
  • Jika seseorang berkata kepada yang memiliki hutang : "takarlah dari makananku yang ada padamu sekian!", dan dia berniat dengan itu sebagai zakat. Kemudian orang yang memiliki hutang tersebut mengerjakan sesuai perintahnya. Maka apakah itu mencukupkan? Ada 2 wajh pendapat. Dzohirnya perkataan Syaikhuna Imam Ibnu Hajar Al-Haitami adalah hasil tarjih tidak cukup.[3]

كاشفة السجا للشيخ محمد نووي الجاوي ص ٧
والسادس غارم وهو ثلاثة من تداين لنفسه في أمر مباح طاعة كان أو لا وإن صرف في معصية أو في غير مباح كخمر وتاب وظن صدقه في توبته أو صرفه في مباح فيعطى مع الحاجة بأن يحل الدين ولا يقدر على وفائه أو تداين لإصلاح ذات الحال بين القوم كأن خاف فتنة بين قبيلتين تنازعتا بسبب قتيل ولو غير أدمي بل ولو كلبا فتحمل دينا تسكينا للفتنة فيعطى ولو غنيا أو تداين لضمان فيعطى ان اعسر مع الأصيل وان لم يكن متبرعا بالضمان أو أعسر وحده وكان متبرعا بالضمان بخلاف ما إذا ضمن بالإذن
Mustahiq zakat keenam adalah Gharim. Gharim ada 3 :
1). Orang yang berhutang untuk dirinya pada 
  • perkara mubah, baik keadaan mubahnya ini perkara tha'at maupun tidak. Sekalipun disalurkan pada perkara maksiat.
  • perkara tidak mubah, seperti khamr. Dan kemudian dia taubat, dan diprediksi kebenarannya pada taubatnya tersebut. Atau disalurkan pada perkara mubah.
Maka dia boleh diberi zakat serta adanya kebutuhan sebab jatuh tempo membayar hutang dan dia tidak mampu melunasinya.
2). Orang yang berhutang untuk membereskan perselisihan antar kaum. Seperti : dia khawatir terhadap fitnah antara 2 kabilah yang berseteru dengan sebab ada yang dibunuh sekalipun objek yang dibunuh bukan manusia, bahkan sekalipun objek yang dibunuh tersebut hanya seekor anjing, kemudian dia memikul hutang dalam rangka mendamaikan terhadap fitnah. Maka dia boleh diberi zakat jika dia kesulitan beserta yang ditanggungnya, sekalipun dia tidak bertabarru dengan memikul beban. Atau dia kesulitan sendiri, dan dia statusnya mutabarri dengan memikul beban tersebut. Berbeda dengan perkara jika dia memikul dengan izin.[4]

Gharim - Perbandingan Madzhab : Syafi'iyah, Hanabilah, Hanafiyah, Malikiyah.
الفقه الإسلام وأدلته للشيخ وهبه الزهيلي
الغارمون: وهم المدينون، سواء استدان المدين عند الشافعية والحنابلة لنفسه أم لغيره، وسواء أكان دينه في طاعة أم معصية. فإن استدان لنفسه لم يعط إلا إذا كان فقيراً، وإن استدان لإصلاح ذات البين ولو بين أهل ذمة، بسبب إتلاف نفس أو مال أو نهب، فيعطى من سهم الغارمين، ولو كان غنياً، لقوله صلّى الله عليه وسلم : لا تحل الصدقة لغني إلا خمسة لغاز في سبيل الله، أو لعامل عليهم، أو لغارم، أو لرجل اشتراها بماله، أو لرجل له جار مسكين، فتصدق على المسكين، فأهدى المسكين إليه - رواه أبو داود وابن ماجه عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه
وقال الحنفية: الغارم: من لزمه دين، ولا يملك نصاباً فاضلاً عن دينه
وقال المالكية: الغارم: هو من فدحه الدين للناس في غير سفه ولا فساد، أي من ليس عنده ما يوفي به دينه، إذا كان الدين في غير معصية كشرب خمر وقمار ولم يستدن لأخذ الزكاة، كأن يكون عنده ما يكفيه وتوسع في الإنفاق بالدين لأجل أن يأخذ من الزكاة، فلا يعطى منها؛ لأنه قصد مذموم، بخلاف فقير استدان للضرورة، ناوياً الأخذ من الزكاة، فإنه يعطى قدر دينه منها لحسن قصده. لكن إن تاب من استدان لمعصية، أو بقصد ذميم، فإنه يعطى على الأحسن
Gharimun : mereka adalah orang-orang yang memiliki hutang. Menurut Syafi'iyah dan Hanabilah : Sama saja dia berhutang untuk dirinya atau untuk selainnya, dan sama saja status hutangnya pada perkara tha'at atau maksiyat. 
  • Jika dia berhutang untuk dirinya, tidak boleh diberi dari zakat kecuali jika dia statusnya faqir. 
  • Jika dia berhutang untuk mendamaikan pertikaian sekalipun pertikaian antar ahlu adz-dzimmah dikarenakan pengrusakan nyawa atau harta atau penjarahan, boleh diberi dari bagian gharimin sekalipun dia statusnya orang kaya. Karena ada Sabda Rasulullah SAW :
لا تحل الصدقة لغني إلا خمسة لغاز في سبيل الله، أو لعامل عليهم، أو لغارم، أو لرجل اشتراها بماله، أو لرجل له جار مسكين، فتصدق على المسكين، فأهدى المسكين إليه - رواه أبو داود وابن ماجه عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه
Tidak halal shadaqoh zakat untuk orang kaya, kecuali 5 :

  1. Untuk orang yang berperang fi sabilillah
  2. Untuk amilin
  3. Untuk gharim
  4. Untuk orang yang membeli zakat dengan hartanya
  5. Untuk orang yang memiliki tetangga miskin, kemudian dia bershadaqohzakat kepada orang miskin tersebut, kemudian orang miskin tersebut menghadiahkan hasil zakat kepadanya.

(HR. Imam Abu Dawud dan Imam Ibnu Majah dari Abi Said Al-Khudhri RA)

Telah berkata Hanafiyah : Gharim adalah orang yang mesti kepadanya hutang dan dia tidak memiliki nishab yang lebih dari hutangnya. 

Telah berkata Malikiyah : Gharim adalah orang yang memberatkannya hutang terhadap manusia pada selain penghamburan dan pengrusakan. Maksudnya adalah orang yang tidak ada padanya perkara yang dapat membayar dengannya terhadap hutangnya, jika ada hutangnya pada selain maksiat seperti minum khamr atau judi dan tidak berhutang dengan tujuan agar dapat mengambil dari zakat. Seperti ada padanya perkara yang mencukupinya dan dia meluaskan pada infaq menggunakan hutang karena tujuan mengambil dari zakat, maka tidak boleh diberi dari zakat, karena itu maksud yang dicela. Berbeda dengan seorang faqir yang berhutang karena dharurat, dengan berniat untuk mengambil dari zakat. Maka sesungguhnya dia boleh diberi seukuran hutangnya dari zakat karena kebaikan maksudnya. Tapi jika bertaubat orang yang berhutang karena maksiyat atau dengan maksud cela, maka dia boleh diberi berdasarkan yang lebih baik.[5]


Sumber :
[1] Imam Muhammad Asy-Syafi'i. Al-Umm Jilid 2 Hal 77
[2] Imam Ibnu Qasim Al-Ghazi. Fath Al-Qarib Al-Mujib ala At-Taqrib Hal 25
[3] Syaikh Zainuddin Al-Malibari. Fath Al-Muin bi Syarh Qurroh Al-Ain Hal 52
[4] Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi. Kasyifah As-Saja fi Syarh Safinah An-Naja Hal 7
[5] Syaikh Wahbah Az-Zuhaili. Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh Jilid 3 Hal 1956-1957