Desember 2021 - BAITUSSALAM

Tata Cara Wudhu Madzhab Syafi'i : Persiapan, Pelaksanaan, Penutup.

Fiqih Thaharoh - Tata Cara Wudhu Madzhab Syafi'i Beserta Urutan Tertib Step by Stepnya, termasuk :

  • Hal-hal yang penting dipersiapkan, baik karena termasuk kategori syarat sah wudhu maupun yang termasuk hal-hal yang disunatkan.
  • Hal-hal yang penting pada proses pelaksanaan, baik karena secara kaifiyat termasuk kategori fardhu wudhu maupun yang termasuk sunat dilakukan pada prosesnya.
  • Hal-hal yang penting ditinggalkan, baik karena itu termasuk makruhat wudhu maupun potensial mengakibatkan tidak sah.
  • Hal-hal yang penting setelahnya, baik sebagai penutupnya maupun yang merupakan ibadah bersifat independent akan tetapi disunatkan paralel pelaksanaannya dengan wudhu.

Persiapan

  • Pastikan pada anggota wudhu tidak ada dzat yang dapat menjadi penghalang sampainya air wudhu, seperti : minyak, sisik ikan, getah, lem, lilin, tato luar kulit, perban, solasiban, dsb. (Ini termasuk syarat sah wudhu nomor 4)
  • Pastikan pada anggota wudhu tidak ada dzat yang dapat merubah kemutlaqan air mutlaq yang dipergunakan untuk wudhu, seperti : tinta, dsb (ini termasuk syarat sah wudhu nomor 5 )
  • Pastikan air yang akan dipergunakan untuk berwudhu termasuk kategori air mutlaq, yaitu : air hujan, air laut, air tawar, air sumur, air yang keluar dari mata air, air es/salju, air embun (ini termasuk syarat sah wudhu, penjabaran syarat sah wudhu nomor 8 yaitu air suci dan mensucikan)
  • Pastikan air yang akan dipergunakan untuk berwudhu bukan air najis atau yang terkena najis (ini juga termasuk syarat sah wudhu, penjabaran syarat sah wudhu nomor 8 yaitu air suci dan mensucikan)
  • Pastikan air yang akan dipergunakan untuk berwudhu bukan air kurang dari 2 qullah yang pernah dipergunakan untuk : guyuran mandi besar, basuhan pertama anggota wudhu yang 4, dan basuhan mensucikan tempat atau benda yang terkena najis (ini juga termasuk syarat sah wudhu, penjabaran syarat sah wudhu nomor 8 yaitu air suci dan mensucikan)
  • Usahakan berwudhu pada tempat yang aman dari rosyasy/cipratan air bekas wudhu yang jatuh ke lantai (ini sunat)
  • Usahakan berwudhu secara mandiri tanpa bantuan siapapun, karena isti'anah/meminta bantuan orang lain dalam kondisi mampu berwudhu secara mandiri hukumnya makruh.
  • Usahakan pada saat berwudhu tidak mengeluarkan kata-kata dari mulut selain doa basuhan dan usapan. Karena takallum/berkata-kata ketika sedang berwudhu hukumnya makruh.
  • Usahakan gunakan air wudhu sewajarnya, karena isrof/berlebihan menggunakan air wudhu hukumnya makruh.
Oleh karena itu mengetahui & memahami : syarat sah wudhu, fardhu wudhu, masnunat wudhu, makruhat wudhu dan mubthilat wudhu sangat penting agar wudhu bisa dipraktekan sesuai dengan tata cara yang benar.

Pelaksanaan

1).Menghadap qiblat (Ini sunat)
2).Membaca ta'udz (ini sunat:
 أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
A'uudzu billaahi minasy-syaithaanir-rajiimi

3).Membaca basmalah (ini sunat) Jika lupa tidak membacanya diawal bisa dibaca ketika ingat sekalipun di tengah proses wudhu dengan menambahkan kalimat : awwaluhu wa aakhiruhu
 بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمࣷنِ الرَّحِيْمِ اَوَّلُهُ وَآخِرُهُ
bismillaahi awwaluhu wa aakhiruhu

4).Membaca hamdalah (ini sunat) :
الْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلَى الْإِسْلَامِ وَنِعْمَتِهِ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي جَعَلَ الْمَاءَ طَهُورًا وَالْإِسْلَامَ نُورًا رَبِّ أَعُوذُ بِك مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ
Alhamdulillaahi 'alal islaami wa ni'matihi walhamdu lillaahil-ladzii ja'alal-maa'a thohuuron wal-islaama nuuron, Robbi 'A'uudzu bika min hamazaatisy-syayaathiini wa a'uudzu bika Robbi ayyahdhuruuni

5).Membasuh kedua tangan : telapak tangan, telapak jari, punggung telapak, punggung jari, sela-sela jari termasuk bawah kuku sampai pergelangan sekalipun tangan kondisinya suci (ini sunat) kanan dan kiri sebaiknya dibasuh secara bersamaan (ini sunat) sebanyak 3 kali basuhan (ini sunat) sambil membaca doa (ini sunat) : 
اللَّهُمَّ احْفَظْ يَدَيَّ عَنْ مَعَاصِيك كُلِّهَا
Alloohumma ihfadz yadayya 'an ma'aashiika kullihaa

6).Bersiwak (Ini sunat) Kecuali jika berwudhunya dalam keadaan melakukan puasa wajib pada waktu siang setelah tergelincir matahari sampai sesaat sebelum maghrib (ini makruh) Bersiwak diurutkan setelah membasuh tangan sebelum madhmadhoh sebagaimana urutan dalam kitab Tuhfah Al-Muhtaj Imam Ibnu Hajar Al-Haitami.

7).Madhmadhah/Berkumur sekalipun diproses tanpa memutarkan air di dalam mulut (ini sunat) sebanyak 3 kali (ini sunat) sambil membaca doa (ini sunat) :
اَللّٰهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ
Alloohumma A'innii 'alaa dzikrika wa syukrika

8).Istinsyaq/Memasukan air ke dalam hidung sekalipun diproses tanpa menghirupnya ke khaisyum (ini sunat) sebanyak 3 kali (ini sunat) sambil membaca doa (ini sunat) : 
اللَّهُمَّ أَرِحْنِي رَائِحَةَ الْجَنَّةِ
Alloohumma arihnii roo'ihatal jannah

9).Mengucapkan/melafadzkan niat wudhu (ini sunat) Hikmahnya adalah agar membantu fokus hati pada momentum meniatkannya nanti di dalam hati ketika membasuh wajah untuk pertama kalinya. Lafadz niat yang paling populer adalah :
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الأَصْغَرِ فَرْضًا لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitul wudhu'a lirof'il hadatsil ashgori fardhol lillaahi ta'alaa
Khusus bagi orang yang dzawam hadats kalimat :
لِرَفْعِ الْحَدَثِ الأَصْغَرِ
lirof'il hafatsil ashghori
ganti dengan kalimat :
لِاسْتِبَاحَةِ الصَّلَاةِ
listibaahatish sholaati

10).Membasuh wajah dengan disertai niat wudhu di dalam hati pada permulaan jatuhnya air ke bagian yang termasuk wajah (ini fardhu) :
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الأَصْغَرِ فَرْضًا لِلّٰهِ تَعَالَى
nawaitul wudhuu'a lirof'il hadatsil ashghori fardhol lillaahi ta'aalaa
sebanyak 3 kali basuhan (ini sunat) sambil mentadliik/menggosok-gosok wajahnya (ini sunat) dengan mulut tetap aktif komat-kamit membaca doa membasuh wajah (ini sunat) : 
اللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِي يَوْمَ تَبْيَضَّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدَّ وُجُوه
alloohumma bayyidh wajhii yauma tabyadhdhu wujuuhu wa taswaddu wujuuhu
Biasanya membaca doa hanya mampu dilakukan manusia biasa seperti kita pada basuhan kedua dan ketiga, karena pada basuhan pertama biasanya hati 100 % terkonsentrasikan pada niat wudhu yang secara prioritas lebih penting.

11).Membasuh kedua tangan sampai sikutnya (ini fardhu) sampai pertengahan peupeuteuyan (ini sunat) mendahulukan membasuh tangan kanan mengakhirkan tangan kiri (ini sunat) setiap aliran air basuhan dimulai dari ujung jari dan mengalir ke arah sikut (ini sunat) sebanyak 3 kali basuhan untuk tangan kanan dan 3 kali basuhan untuk tangan kiri (ini sunat) sambil digosok-gosok tangannya termasuk sela jari-jarinya (ini sunat) dengan mulut tetap aktif komat-kamit membaca doa membasuh tangan kanan (ini sunat) :
اللَّهُمَّ اعْطِنِي كِتَابِي بِيَمِينِي وَحَاسِبْنِي حِسَابًا يَسِيرًا
Alloohumma A'thinii kitaabii bi yamiinii wa haasibnii hisaabay-yasiiroo
Serta doa membasuh tangan kiri (ini sunat) : 
اللَّهُمَّ لَا تُعْطِنِي كِتَابِي بِشِمَالِي وَلَا مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي
Alloohumma laa tu'thinii kitaabii bi syimaalii wa laa min waroo'i dzohrii
12).Mengusap kepala dengan cara mengusapkan tangan yang telah dibasahi air wudhu pada bagian kulit kepala area tempat jadi rambut atau rambut kepala yang masih ada di area atau tidak keluar dari batas area tempat jadi rambut jika rambut diuraikan (ini fardhu) jika memungkinkan usap saja seluruh area tersebut (ini sunat) jika diusap semuanya sebaiknya usapan dimulai dari area depan sampai ujung bagian belakang yang berbatasan dengan kuduk, kemudian diatret/dipergipulangkan lagi usapannya ke area depan (ini sunat) sebanyak 3 kali usapan (ini sunat) bisa juga membasahi rambut kepala dengan basuhan air yang dialirkan atau kepalanya dicelupkan sekalian ke dalam air yang bervolume 2 qullah, ngan eungap meureun jeung ngariripuh kareup (ini jaiz) dengan mulut tetap aktif komat-kamit membaca doa mengusap kulit kepala atau rambut kepala (ini sunat) :
اللَّهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِي وَبَشَرِي عَلَى النَّارِ
Alloohumma harrim sya'rii wa basyarii alan-naari

13).Mengusap seluruh bagian kedua telinga (ini sunat) sebaiknya diproses dengan jari telunjuk mengusap bagian dalam telinga dan jempol mengusap bagian belakang telinga dengan start dari bawah (ini sunat) atau membasuhnya dengan air yang dialirkan atau mencelupkan telinganya ke dalam air bervolume 2 qullah (ini jaiz) dengan mendahulukan mengusap telinga kanan mengakhirkan telinga kiri (ini sunat) sebanyak 3 kali untuk telinga kanan dan 3 kali untuk telinga kiri (ini sunat) dengan mulut tetap aktif komat-kamit membaca doa mengusap telinga (ini sunat) : 
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنْ الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ
Alloohumma ij'alnii minal-ladziina yastami'uunal-qoula fayattabi'uuna ahsanahu
baik telinga kanan maupun telinga kiri, doanya sama aja.

14).Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki masing-masingnya (ini fardhu) sampai pertengahan betis keduanya (ini sunat) dengan cara membasuhnya (ini sunat) atau mencelupkannya pada penampungan air bervolume 2 qullah (ini jaiz) dengan mendahulukan kaki kanan mengakhirkan kaki kiri (ini sunat) sebanyak 3 kali untuk kaki kanan dan 3 kali untuk kaki kiri (ini sunat) sambil digosok-gosok kakinya termasuk sela jari-jarinya (ini sunat) dengan mulut tetap aktif komat-kamit membaca doa membasahi kaki (ini sunat) :
اللَّهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمَيَّ عَلَى الصِّرَاطِ يَوْمَ تَزِلُّ فِيهِ الْأَقْدَامُ
Alloohumma tsabbit qodamii alash-shiroothi yauma tazillu fiihil-aqdaamu
baik kaki kanan maupun kaki kiri doanya sama begitu.

15).Urutan basuhan anggota wudhu harus tertib : wajah --> tangan --> kepala --> kaki (ini fardhu) dan saat memproses basuhan demi basuhan dari anggota wudhu sebelumnya ke anggota wudhu setelahnya sebaiknya dipraktekan secara muwalah/dikontinyukan dengan tidak menunggu kering anggota wudhu sebelumnya (ini sunat)

Penggunaan nomor urut hanya untuk memudahkan pembaca.

Penutup

1).Membaca doa/syahadatain setelah selesai berwudhu (ini sunat) : 
أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنْ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِي مِنْ الْمُتَطَهِّرِينَ وَاجْعَلنِيْ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ سُبْحَانَك اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُك وَأَتُوبُ إلَيْك وَصَلَّى اللَّهُ وَسَلَّمَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Asyahadu al-laa ilaaha illalloohu wahdahuu laa syariika lahuu wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rosuuluhuu. Alloohumma ij'alnii minat-tawwaabiina waj'alnii minal-mutathohhiriina waj'alnii min 'ibaadikash-shoolihiin. Subhaanakalloohumma wabihamdika asyhadu al-laa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa atuubu ilaiik wa shollalloohu 'alaa sayyidina muhammadin wa 'alaa aali sayyidinaa muhammad
Berdoa setelah wudhu sebaiknya dilakukan dengan dada menghadap qiblat (ini sunat) sambil mengangkat kedua tangan (ini sunat) ini berbeda dengan doa-doa basuhan yang dibaca pada kondisi tangan tetap papuket memperagakan basuhan (ini sunat)

2).Melakukan shalat sunat wudhu 2 rokaat (ini sunat)

Penggunaan nomor urut hanya untuk memudahkan pembaca. 

Referensi :
Disarikan dari kitab-kitab fiqih madzhab imam syafii : Majmu Syarh Al-Muhaddab (Imam Abi Zakaria Yahya An-Nawawi), Tuhfah Al-Muhtaj (Imam Ibnu Hajar Al-Haitami), Hasyiyah Al-Qalyubi (Syaikh Syihabuddin Al-Qalyubi), I'anah Ath-Thalibin (Syaikh Sayid Abu Bakar) , Hasyiyah Al-Bajuri (Syaikh Ibrohim Al-Bajuri), Nihayah Az-Zain (Syaikh Abu Abdil Mu'thi Muhammad Nawawi Al-Jawi), Kasyifah As-Sajaa (Syaikh Abu Abdil Mu'thi Muhammad Nawawi Al-Jawi) & Safinah An-Najaa (Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadhrami)

Teka-Teki : Nawaa Wa Laa Shallaa Wa Shallaa Wa Laa Nawaa

Teka-Teki Fiqih Shalat Jum'at - Dia berniat tapi dia tidak melakukan shalat dan dia melakukan shalat tapi dia tidak berniat, "Nawaa Wa Laa Shallaa Wa Shallaa Wa Laa Nawaa" :
نوى ولا صلى وصلى ولا نوى

Teka-teki yang sangat populer ini dicantumkan oleh Syaikh Sayid Abu Bakar dalam kitab I'anah Ath-Thalibin Juz 2 Hal 56 Syarah Kitab Fathul Mu'in Syaikh Abdul Aziz Al-Malibari.

Syaikh Abdul Aziz Al-Malibari berkata :
وتجب على من جاء بعد ركوع الثانية نية الجمعة على الأصح وان كانت الظهر هي اللازمة له
dan wajib kepada orang yang datang setelah ruku kedua imam berniat shalat jum'at, menurut qaul ashahh. Sekalipun shalat dhuhur adalah yang mesti baginya." (Fathul Muin Hal 40 / Hamisy I'anah Ath-Thalibin Juz 2 Hal 56)

Kemudian Syaikh Sayid Abu Bakar memperjelasnya dengan :
وانما وجبت نية الجمعة موافقة للإمام ولأن اليأس منها لا يحصل إلا بالسلام اذ قد يتذكر الإمام ترك ركن فيتداركه بالإتيان بركعة فيدرك المسبوق الجمعة
وبذلك يلغز نوى ولا صلى وصلى ولا نوى وجوابه ما ذكر فإنه نوى الجمعة ولم يصلها وصلى ظهرا ولم ينوها
dan tentunya niat shalat jum'at menjadi wajib karena makmum wajib muwafaqah terhadap imam. Dan karena putusnya makmum dari muwafaqoh tidak akan hasil kecuali dengan salamnya imam. Karena terkadang imam teringatkan tentang rukun yang dia tinggalkan, kemudian imam mengidroknya dengan mendatangkan 1 rakaat lagi, maka makmum masbuq jadi dapat mengidrok shalat jum'at bersama imam. Dan dengan yang demikian itu diteka-tekikan dan dikatakan : "nawaa wa laa shallaa wa shallaa wa laa nawaa". Jawabannya adalah perihal yang sudah dibahas : bahwasanya makmum masbuq berniat shalat jumat dan pada pelaksanaannya tidak shalat jumat, dan dia melakukan shalat dhuhur sedangkan dia tidak berniat untuk shalat dhuhur (I'anah Ath-Thalibin Juz 2 Hal 56)

Jawaban teka-teki nawa wa laa shallaa wa shallaa wa laa nawaa
Asal mula permasalahan ini adalah bahwa kewajiban berjamaah pada shalat jumat tertunaikan jika 1 dari 2 rakaat berhasil diidrok oleh makmum bersama imam. Jadi makmum masbuq yang tidak sempat menunaikan rakaat kesatu shalat jum'at bersama imam shalat jumatnya sah asalkan dia berhasil menunaikan rakaat kedua bersama imam dengan sempat mengidrok ruku imam pada rakaat kedua. Pada kasus ini dia hanya butuh berdiri setelah imam salam untuk menambah 1 rakaat shalat jumat. Tapi bukan kasus ini yang dimaksud dengan nawaa wa laa shallaa wa shallaa wa laa nawaa.

Adapun jika dia hanya sempat mengidrok imam pasca ruku imam rakaat kedua (imam road to i'tidal atau sudah move on i'tidal), maka rakaat shalat jumat dia lam yuhsab, tapi dia tetap wajib bertakbirotul ihrom dengan niat di dalam hati untuk shalat jumat (ushalli fardha al-jumati rak'ataini mustaqbilan al-qiblata ma'muuman lillaahi ta'aala) sekalipun pada pelaksanaannya rakaat dia lam yuhsab. Nah setelah salam imam, dia wajib berdiri untuk melanjutkan shalat, tapi rakaat yang wajib dia selesaikan adalah 4 rokaat bukan 1 rakaat maupun 2 rakaat. Karena kini dia berada pada track shalat dhuhur bukan shalat jum'at. Shalat dhuhur tanpa niat shalat dhuhur, atau dengan kata lain shalat dhuhur dengan niat shalat jumat karena pelaksanaannya melanjutkan dari shalat jum'at. Nah, inilah kasus unik yang dimaksud oleh teka-teki nawaa wa laa shallaa wa shallaa wa laa nawaa.

Pada kasus makmum masbuq sedang mempraktekan nawaa wa laa shallaa wa shallaa wa laa nawaa, terkadang dimungkinkan imampun di luar dugaan menambah 1 rakaat seperti pada kasus lupa meninggalkan salah satu rukn min arkan / fardh min fara'idh pada salah satu dari 2 rakaat yang telah ditunaikan sehingga salah satunya menjadi lamyuhsab secara kumulatif rakaat jumat yang mewajibkan imam mengulang 1 rakaat. Kasus malangnya imam ini bisa jadi keuntungan bagi makmum masbuq berkasus nawaa wa laa shallaa wa shallaa wa laa nawaa sehingga dia jadi berkesempatan menunaikan 1 rakaat sempurna bersama imam, sehingga menjadi nawaa wa shalla. Tapi ini jarang terjadi.

Wallaahu A'lam

Disclaimer : artikel ini tidak dimaksudkan agar anda lalai dan lambat dalam menunaikan kewajiban shalat jumat, melainkan sebagai ilmu fiqih dalam lingkungan madzhab syafi'i yang bisa diamalkan sebagai solusi ketika dalam situasi dan kondisi terlalaikan atau mengalami keterlambatan. Sehingga ibadah tetap bisa ditunaikan dengan benar sekalipun dalam kondisi yang seolah-olah terkesan tidak memungkinkan.

Daptar Pustaka
Al-Malibari, Syekh Zainudin. Fathul Muin. Syirkah An-Nur Asia.
Al-Bakri, Syaikh Sayid Abu Bakar Ad-Dimyati. Ianah Ath-Thalibin (Jilid 2). Syirkah An-Nur Asia.